Senin, 17 November 2014

Menjaga Asa Pemimpin

                                            Menjaga Asa Pemimpin

Ihwan Sudrajat  ;   Staf Ahli Gubernur Jawa Tengah
SUARA MERDEKA,  15 November 2014

                                                                                                                       


SEMINGGU setelah dilantik menjadi presiden, tanggal 28 Oktober lalu, Jokowi blusukan ke kantor BKPM tanpa diliput awak media. Tujuannya untuk melihat langsung seperti apa pelayanan perizinan, Presiden menargetkan pengintegrasian perizinan bisa selesai dalam 3-6 bulan, dan kebijakan ini akan dilanjutkan di daerah.

Presiden pun menginstruksikan para menteri bekerja sama dengan BKPM, mengintegrasikan perizinan pada kementerian dalam satu pelayanan terpadu di badan itu.

Esoknya, dengan balutan baju putih dan sepatu khasnya, Jokowi blusukan ke Sinabung, memenuhi janjinya saat kampanye menemui pengunsi. Presiden membuat keputusan langsung termasuk memerintahkan pembangunan rumah para pengungsi di tanah negara dan meminta pihak terkait memperlancar realisasinya. Paling mengejutkan adalah rencana pembatalan pembangunan jembatan Selat Sunda, di mana progress konsultasinya sudah cukup jauh. Menurut Menteri Perekonomian Sofyan Djalil, pembangunan tersebut tidak sesuai visi maritim Jokowi.

Langkah cepat Presiden dan para menteri membuat saya terhenyak dan optimistis harapan besar yang dipertaruhkan setidaknya oleh 72 juta pemilih Jokowi berpotensi terwujud. Hal ini akan lebih cepat jika saja seluruh komponen masyarakat, khususnya pada kepala pemerintahan di daerah merespons.

Model kepemimpinan Jokowi adalah kepemimpinan yang diatributasi sederhana namun tersampaikan pesannya, yaitu kerja, kerja, dan kerja. Rakyat selama ini selalu dikesankan bahwa pemerintah menganut pola penyelesaian di atas meja, sehingga persoalan dianggap selesai ketika masalah tersebut diangkat dalam rapat kerja.

Sekarang, Jokowi memotret kondisi lapangan secara langsung dan pribadi tidak menerima begitu saja laporan dari bawah. Pemimpin demikian menjadi yakin dengan apa yang harus dilakukan sehingga strategi penyelesainnya tepat dan akurat. Rakor hanya untuk memastikan bahwa keputusan ini benar dari berbagai sudut pandang.

Kebiasaan ini kita saksikan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, bagaimana Jokowi masuk ke gorong-gorong saluran air untuk mengetahui penyebab banjir, datang ke Waduk Pluit melihat suasana kekumuhan dan riuh rendahnya pengambilan aset negara, lalu melakukan langkah cepat menata ulang waduk dalam waktu singkat. Begitu pula saat menata Pasar Tanah Abang, selama puluhan tahun seolah tidak bisa dijamah pemerintah dan hanya dikuasai segelintir preman.

Langkah-langkah Jokowi terbilang efektif dan jika direnungkan, justru langkah tersebut sering dihindari para pemimpin pemerintahan di daerah karena terlalu banyak konflik yang harus mereka kelola. Sosok Jokowi datang dengan pendekatan yang menentramkan, ia mendengarkan sepenuhnya aspirasi rakyat yang terlibat persoalan dan mencoba seoptimal mungkin membuat keputusan yang dapat diterima oleh mereka tanpa mengurangi target keluaran pemerintah.

Tampaknya langkah Presiden dijadikan teladan para menterinya. Ada yang meniru 100%, ada pula yang melakukan penyesuaian. ’’Plagiator’’ untuk ini saya nilai positif, dimulai penggunaan baju putih panjang yang tidak dimasukkan dan dilinting dua kali, merefeksikan kesederhanaan Jokowi dengan menggunakan tiket pesawat kelas ekonomi, pengurangan ajudan, menghindari hotel dan objek lain yang selama ini inheren dengan posisi menteri.

Dicerminkan dengan perilaku Presiden Jokowi, objek-objek inheren tersebut saat ini menjadi bentuk arogansi penguasa dan memperkuat keberpisahan pejabat dan rakyat makin menebal. Marhaenisme jadi laku pejabat, memahami rakyat langsung dengan respons perilakunya.

Konsistensi Kuat

Seharusnya asa sang pemimpin (Presiden Jokowi) menjadi spirit dan kultur baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus kita jaga. Terdapat tiga substansi penting yang menonjol dari langkah Jokowi selama 3 minggu menjabat presiden. Pertama; Jokowi sangat ”fit” menentukan langkah-langkah prioritas sehingga bisa mempertebal kepercayaan investor dan pebisnis untuk bertahan dan terus mengembangkan usaha mereka.

Kedua; konsistensinya sangat kuat dalam bersikap, terlihat dari kesederhanaannya. Pakaian dan sepatu yang dipakai pun tidak berubah meskipun sudah menjadi presiden. Ketiga; sikap dan langkah Presiden berorientasi sepenuhnya pada kepentingan rakyat, tidak terbebani kepentingan pihak-pihak tertentu atau diri sendiri yang dapat memperlambat keputusan. Contoh konkret adalah keputusan membeli minyak langsung dari Angola, produsen minyak di Afrika. Keputusan ini memangkas model pembelian melalui makelar. Dengan mengimpor langsung 100 ribu barel per hari, dihemat Rp 15 triliun per tahun. Jika kebutuhan impor BBM 800 ribu barel per hari, pemerintah menghemat Rp 15 triliun x 8 = Rp 120 triliun.

Model kepemimpinan Jokowi adalah salah satu teladan yang pantas menjadi referensi para kepala daerah dan pejabat-pejabat birokrasi daerah. Namun, akan lebih sempurna jika para pemimpin daerah mempunyai model kepemimpinannya masing-masing. Pepatah mengatakan ”jadilah dirimu sendiri” yang berorientasi sepenuhnya pada kehendak rakyat namun tidak hanya jadi pelayan rakyat tetapi juga inspirator agar rakyat berpartisipasi memecahkan masalah bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar