Senin, 17 November 2014

Debut Internasional Jokowi

                                      Debut Internasional Jokowi

Chusnan Maghribi  ;   Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
SUARA MERDEKA,  15 November 2014

                                                                                                                       


KETIKA berlangsung kampanye pemilihan presiden Juni-Juli 2014 sejumlah pihak meragukan kemampuan diplomasi luar negeri capres Joko Widodo (Jokowi). Juru bicara tim kampanye capres Prabowo Subianto, Tanthowi Yahya, misalnya pernah menyinyalir dan mengatakan salah satu kelemahan Jokowi ada pada diplomasi luar negeri.

Jokowi tidak mempunyai kemampuan berbahasa asing (Inggris) yang bagus dan tidak memiliki bekal diplomasi memadai. Betulkah sinyalemen tersebut? Mari kita buktikan pada pertengahan November 2014. Sepanjang sepekan itu (10-16 November) Presiden Jokowi menjalani diplomasi maraton. Momen itu bisa dikatakan sebagai debut diplomasi internasionalnya sebagai presiden.

Tanggal 10-11 November Jokowi menghadiri KTT Ke-26 di Beijing-Tiongkok. Di forum multilateral APEC Jokowi dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak APEC pada 11 November, serta mengadakan pertemuan bilateral dengan sejumlah kepala pemerintahan/negara anggota APEC guna membicarakan kerja sama bilateral. Di luar itu Presiden Jokowi mendapat kehormatan luar biasa prestisius, yaitu menjadi pembicara di forum CEO Summit.

Jokowi menyampaikan visi-misi ekonomi Indonesia 5 tahun ke depan kepada petinggi sejumlah perusahaan top dunia. Di forum CEO Summit hanya ada tiga pemimpin anggota APEC yang diberi kesempatan berpidato, yakni Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden AS Barack Hussein Obama, dan Jokowi. Pemberian penghormatan kepada Jokowi itu atas kehendak pemerintah Tiongkok selaku tuan rumah.

Penghormatan tersebut tentu menunjukkan betapa kuat magnet dan pesona Presiden Jokowi khususnya bagi para pemimpin angggota APEC. Kuatnya daya tarik Jokowi disinggung oleh Alexander Feldman (Ketua Kamar Dagang dan Industri AS) Oktober lalu. Feldman mengatakan, ”sekarang ini seluruh dunia sedang penasaran dengan Presiden Jokowi, dan pemimpin dunia tengah menanti ingin bertemu dengannya.”

Juga disinggung oleh Mathew P Goldman (Penasihat Centre of Security Issues Studies/CSIS Washington) yang mengatakan, ”semua mata pemimpin dunia kini ingin melihat performa diplomasi Presiden Jokowi secara netral”.

Jadi, betapa ”wow” perhatian publik dunia terhadap tampilan personal Presiden Jokowi. Tentu, diharapkan tak kalah ’’wow’’ tampilannya di panggung diplomasi global umumnya. Maka, sangat lah logis kalau sejumlah kalangan melihat Presiden Jokowi berpotensi kuat menjadi ”bintang” khususnya di forum multilateral APEC di Beijing.

Tema Reformasi

Apakah fakta seperti itu relevan jika dinilai bahwa Jokowi tidak memiliki bekal diplomasi memadai? Tentu tidak relevan. Daya pikat kuat Presiden Jokowi seperti itu diperkirakan bisa berlanjut di KTT Ke-25 ASEAN di Naypyidaw-Myanmar pada 12- 13 November ataupun di forum G-20 di Brisbane Australia pada 15-16 November 2014.

Di KTT ASEAN, Jokowi dijadwalkan mengikuti banyak KTT, di antaranya KTT ASEAN plus Tiga (KTT10 negara anggota ASEAN dengan Jepang, Tiongkok, dan Korsel), East Asia Summit (melibatkan 13 negara tadi plus Australia, India, dan Selandia Baru), serta KTTASEAN dengan mitra-mitra dialog semisal AS, Kanada, Rusia, dan Uni Eropa (UE).

Rangkaian KTT tersebut akan digelar pada hari pertama sebanyak lima konferensi dan hari kedua sebanyak empat konferensi. Selain menghadiri rangkaian KTT tadi, Jokowi akan menyaksikan launching ASEAN Institute of Green Economy dan ASEAN Communication Master Plan. Di luar itu semua delegasi Indonesia di forum ASEAN mengangkat isu virus ebola yang tengah mewabah di jagat.

Indonesia ingin menggalang kepedulian segenap anggota ASEAN guna menyegah penyebarluasan ebola di Asia Tenggara khususnya. Di forum multilateral G-20 di Brisbane, Jokowi juga mendapat penghormatan luar biasa prestisius.

Di KTT G-20 nanti Jokowi didaulat berpidato mengenai reformasi ekonomi dan birokrasi di hadapan 20 pemimpin negara/pemerintahan dari 20 negara anggota yang mewakili lima benua itu. Jokowi diminta berbicara secara khusus mengenai pengalamannya dalam mereformasi ekonomi dan birokrasi terutama saat menjabat Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.

Agaknya kesuksesannya memimpin Solo dan Jakarta terutama dalam soal reformasi ekonomi dan birokrasi hendak dijadikan referensi pelajaran penting dan berharga oleh pemimpin negara anggota G- 20 termasuk Obama dari AS dan Putin dari Rusia. Realitas ini tentu memperkuat kesahihan jawaban bahwa sinyalemen Tanthowi Yahya sekitar lima bulan lalu tidaklah relevan dan tidak benar. Hanya saja memang disadari debut diplomasi internasional Jokowi ini memikul tanggung jawab sangat tidak ringan dan memuat persoalan kompleks.

Salah satu tantangan krusial yang mesti diatasi oleh Jokowi adalah bagaimana agar dari debut diplomasi internasionalnya itu ia sukses membawa pulang hasil konkret berupa misalnya kesepakatannya dengan para pemimpin anggota APEC, ASEAN, G-20, maupun perusahaan-perusahaan global untuk berperan aktif dan konstruktif dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar