Mengawasi
Arah Gerakan Ormas
Agung SS Widodo ; Peneliti
Sosial-Politik,
Bekerja di Institute For Research and Indonesian Studies
(IRIS)
|
SATU
HARAPAN, 03 November 2014
Keberadaan Front Pembela Islam (FPI) tampaknya akhir-akhir ini
menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian masyarakat. Setiap aksi yang
dilakukan oleh FPI disinyalir selalu berujung pada kekerasan dan bentrok.
Memang hal ini tidak bisa dipungkiri. Sejumlah fakta menampilkan
adanya bentrok antara massa FPI dengan aparat keamanan. Situasi seperti ini
tak urung menimbulkan reaksi dari Pemerintah untuk segera menertibkan dan
memberikan teguran keras kepada ormas-ormas (agama dan non-agama), termasuk
salah satunya FPI. Sebenarnya ini hanya contoh kasus saja, karena diluar FPI
pun sejatinya masih banyak ormas-ormas yang ‘melegalkan’ kekerasan dalam
aksinya.
Sengkarut ormas ini kemudian memunculkan diskurs panjang
mengenai bagaimana seharusnya ormas melakukan fungsi dan perannya sebagaimana
di atur dalam UU Ormas. Wacana pembubaran ormas pun menjadi fokus pembicaraan
yang tidak bisa diindahkan, terutama bagi ormas-ormas yang memang dianggap
telah meresahkan dan menimbulkan kekhawatiran publik.
Namun, jika ditelusuri lebih jauh, efektifkah opsi pembubaran
itu? Bukankah sebenarnya letak persoalannya ada pada sisi moralitas si
pelaku? Sangat mungkin jika ormas dibubarkan maka mereka akan mendirikan
ormas baru dan pemerintah tidak bisa melarang karena namanya sudah beda dan bukan
ormas yang dibubarkan sebelumnya. Ini ibarat acara ‘empat mata’ yang dilarang
oleh Komisi Penyiaran, namun kemudian berubah menjadi “bukan empat mata”, dan
tidak ada larangan sama sekali.
Menurut hemat penulis, pemerintah sebaiknya memberikan pendampingan
dan pengarahan kepada setiap ormas agar menjadi mitra pemerintah dalam
memberdayakan masyarakat, sebagaimana tersurat dalam UU Ormas Pasal 5. Ormas
didirikan tidak lain untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, menjaga
nilai-nilai dan norma yang hidup di masyarakat dan bersama Pemerintah
mewujudkan tujuan Negara. Pada konteks inilah seharusnya menjadi pemahaman
kita bersama, terutama ormas, bahwa tugas utama ormas tidak lain menjadi
patner Pemerintah untuk dalam melayani masyarakat.
Dalam beberapa kasus kekerasan yang dilakukan oleh ormas, memang
seharusnya pemerintah segera melakukan upaya preventif dan persuasif.
Tindakan-tindakan kuratif yang diambil oleh aparat keamanan kadang kala
justru menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, salah satunya perlawanan.
Untuk itu, semua harus kembali pada amanat konstitusional yang telah
ditetapkan, dalam konteks ini UU Ormas, yakni mengedepankan pencapaian atas
tujuan bersama.
Adapun berkaitan dengan upaya persuasif dan memediasi ormas, ada
beberapa hal yang sepatutnya dilakukan oleh pemerintah. Pertama, sejak awal
pemerintah harus malakukan check and
balance atas kemunculan ormas-ormas baru, Check and balance ini meliputi hal-hal yang bersifat fisik maupun
non-fisik (visi-misi). Hal ini untuk memastikan bahwa ormas tersebut
benar-benar berjalan pada norma hukum yang berlaku, sebagaimana telah diatur
dalam UU Ormas.
Kedua, perlunya pendampingan dan pendidikan (diklat) yang
dilakukan oleh pemrintah kepada setiap ormas dalam menjalankan aktivitasnya.
Tentunya dalam konteks ini bukan kemudian dimaknai sebagai pengekangan atas
hak-hak ormas, akan tetapi lebih pada penyiapan diri anggota ormas agar mampu
berjalan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Pun, jika sudah
dianggap cukup, pemerintah harus berani mendorong ormas untuk mandiri dan
berkarya.
Ketiga, pemerintah harus terus memberikan ruang dan kesempatan
bagi ormas yang mengekspresikan tujuannya. Di sinilah sebenarnya setiap ormas
diuji, bisakah mengartikulasikan kepentingan publik dan mengadvokasinya
secara baik dan benar, ataukah sebaliknya, menjadi ajang bagi ormas untuk
melakukan tindakan anarkis dengan mengatasnamakan kebebasan berserikat-berkumpul
dan menyuarakan kepentingan publik. Untuk itu pada tahap ini yang paling
dibutuhkan adalah adanya komunikasi dan saling pengertian di antara elemen (stakeholder) yang terlibat, utamanya
pemerintah dan ormas.
Jika
ketiga hal tersebut dapat berjalan dengan baik niscaya ormas akan menjadi
salah satu bagian dari pilar demokrasi yang membawa angin segar bagi
perbaikan demokrasi negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar