Rabu, 12 November 2014

Keadilan Pengelolaan Kekayaan Alam

Keadilan Pengelolaan Kekayaan Alam

Purbayu Budi Santosa  ;  Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro, Pengampu Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan
SUARA MERDEKA, 11 November 2014
                                                
                                                                                                                       


MULTATULI (nama samaran Eduard Douwes Dekker) dalam novel Max Havelaar menyebut keelokan dan kekayaan alam Indonesia dengan zamrud khatulistiwa. Grup pemusik legendaris, Koes Plus dalam lagu ”Kolam Susu” mengibaratkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Arysio Santos, ilmuwan Brasil, secara kontroversial menyataakan Indonesia dulu negara Atlantis yang kaya raya. Tuhan menenggelamkannya karena perilaku negatif pemimpin dan warganya, dan Atlantis kembali muncul sebagai negara Indonesia.

Pelantikan Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2014 disambut sukacita, sukarelawan menggelar pesta rakyat. Pembentukan kabinet pun, meski ada yang menyebut bukan kabinet impian, tetap menyiratkan harapan. Banyak pengamat memberi antara 6 dan 7, tak maksimal. Lebih baik pada masa awal sedang-sedang saja, yang penting nilai akhirnya maksimal.

Tantangan Jokowi-JK adalah mengembalikan nasionalisme. Menurunnya semangat nasional kita mengakibatkan Indonesia sering dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan negara yang dulu menghormati kita. Saking malunya, beberapa teman yang melawat ke luar negeri, tak mengaku orang Indonesia karena pasti dikatakan,” Anda bodoh, negaranya dirampok pihak lain kok dibiarkan.”

Sangat mengagumkan sumber daya alam Indonesia, antara lain hasil tambangnya. Freeport, semasa penulis masih SD terkenal sebagai Tembagapura (padahal hanya bagian wilayah) tak hanya menghasilkan tembaga tapi ada yang menyebut juga penghasil emas terbesar di dunia, dan uranium. Kendati sebegitu besar tambang yang dikelola pihak asing, sumbangannya kepada kita tahun 2011 ”hanya” Rp 13,77 triliun. Padahal sumbangan cukai rokok pada tahun yang sama bisa Rp 62,759 triliun.

Sumbangan dari cukai rokok yang sekian kali lipat dibanding sektor pertambangan, cukup dilematis. Di satu sisi hasil cukai rokok tetap diharapkan naik tetapi di sisi lain kampanye antirokok begitu masifnya dilakukan. Sampai-sampai kemasan rokok sekarang ditambah gambar mengerikan.

Apakah dalam mengelola sumber daya alam, Indonesia tidak punya kemandirian, alias dihegemoni pihak lain. Jokowi harus berani menyoroti akar penyebab masalah ini karena jangan-jangan kita nanti hanya tetap mendapat pemasukan kecil, dan pemasukan besar dikantongi perorangan atau kelompok tertentu.

Dalam disiplin ilmu ekonomi kelembagaan, dikenal rent-seeking theory (teori perburuan rente). Teori ini kurang lebihnya menyatakan berbagai pihak mengadakan kerja sama untuk mencari keuntungan dari suatu kegiatan, yang ujung-ujungnya merugikan rakyat banyak. Repotnya yang bekerja sama itu adalah para penguasa yang sangat kuat.

Jadi Pengendali

Mafia penguasaan sumber daya alam Indonesia bukan saja di sektor pertambangan melainkan di sektor lain yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti sektor pangan dan pertanian. Kedelai Grobogan, yang kualitasnya terbaik di dunia, dulu pada masa Orba bisa swasembada, sekarang ini 80% digantikan kedelai transgenik dari AS. Padahal kedelai transgenik masih tanda tanya dalam hal pengaruhnya bagi kesehatan, terbukti di AS dipakai pakan ternak.

Komoditas pertanian lain pun tetap bermasalah, seperti beras yang katanya surplus tapi kita tetap mengimpor. Di berbagai daerah beberapa waktu lalu panen tebu, anehnya gula rafinasi impor membanjiri pasar. Akibatnya harga tebu anjlok drastis sehingga di berbagai daerah petani tebu rugi besar, bahkan tidak mau memanen.

Lewat Nawacita, Jokowo-JK berjanji konsisten dengan ajaran Bung Karno, yaitu Trisakti. Pengembalian kekayaan Indonesia yang begitu berlimpah-ruah tentu masuk ranah Trisakti. Ujian pertama adalah kenaikan harga BBM yang subsidinya begitu besar. Semasa era SBY, yang menaikkan harga BBM pasti ditentang oleh partai pendukung presiden.

Memang mustahil seluruh usaha sumber daya alam Indonesia dikelola bangsa kita mengingat pihak asing juga sudah berinvestasi cukup besar. Namun ke depan, paling tidak porsi untuk kita bisa lebih besar, dan eksploitasinya tidak remang-remang seperti sekarang. Bung Hatta mengatakan, dalam hal kerja sama pengelolaan sumber daya alam dengan luar negeri, putra-putri Indonesia dilibatkan dan perlu dilatih. Bila sudah mampu, bangsa kita mestinya jadi pengendali dan pengelola.

Presiden dan para pembantunya harus menjamin pemberlakuan hukum secara adil tanpa pandang bulu. Kalau sisi hukum tumpul untuk kalangan atas dan tajam untuk kalangan bawah, hasilnya akan merusak semuanya. Termasuk kepercayaan rakyat yang begitu besar kepada pemimpin baru. Pasalnya. pemimpin apalagi presiden, adalah cermin dan anutan bagi kalangan bawahan.

Selamat bekerja Jokowi, presiden harapan rakyat. Dengan anggota kabinet yang baru mestinya kekayaan alam kita yang melimpah-ruah bisa kembali dinikmati sebagian besar rakyat. Pertimbangkan kembali berbagai kebijakan pengelolaan sumber daya alam, terutama mengingat dalam waktu dekat akan menaikkan harga BBM dengan alasan beban defisit yang begitu besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar