Hari
Santri dan Falsafah Pancasila
Ibnu Djarir ; Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa
Tengah
|
SUARA
MERDEKA, 14 November 2014
BEBERAPA waktu lalu PBNU mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar
merealisasikan penetapan Hari Santri sebagai hari besar nasional. Usulan
tersebut berkait janji Jokowi pada kampanye pilpres. Sepintas, ide tersebut
menggembirakan umat Islam Indonesia karena keberadaan santri dan peranannya diakui
oleh pemerintah.
Namun ada juga suara-suara miring yang seolah mencemoohkan ide
tersebut. Istilah santri menunjuk komunitas pemeluk agama Islam. Bukankah
mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam? Bahkan jumlah umat Islam
Indonesia terbesar dibanding umat Islam di negara-negara lain.
Umat Islam Indonesia terdiri atas varian-varian, sebagaimana umat-umat
beragama lain. Pada zaman Belanda dibesar-besarkan perbedaan antara umat
Islam mutihan dan umat Islam abangan karena penjajah mempunyai taktik divide
et impera. Mutihan berasal dari Bahasa Arab muthiían, artinya orang yang
menaati (ajaran agamanya), sedangkan abangan dari kata abaían artinya orang
yang tidak menaati (ajaran agamanya).
Semenjak bangsa Indonesia memasuki masa kemerdekaan, perbedaan antara
keduanya itu makin lenyap. Dari segi politik, umat Islam sejak Pemilu 1957
memasuki berbagai partai politik. Tersebar di berbagai partai politik itu,
umat Islam tetap memelihara agamanya. Bahkan di partai mana pun mereka
berupaya menyalurkan aspirasi keislamannya.
Partai yang ternyata membawa manfaat bagi umat Islam tentu mempunyai
daya tarik terhadap mereka. Bila nanti benarbenar telah ditetapkan Hari
Santri sebagai hari besar nasional tentu rakyat akan menghargai semua pihak
yang memperjuangkannya. Pengertian suatu kata sering mengalami perubahan
makna sesuai dengan pemahaman masyarakat. Misalnya kata-kata hostes,
pengembang, dan pendekar.
Hostes semula artinya adalah nyonya rumah (hostess), tetapi sekarang
artinya wanita yang menerima, menjamu dan menghibur tamu-tamu di kelab malam,
bar, hotel, dan tempat hiburan lainnya. Pengembang artinya semula adalah
orang yang mengembangkan, sekarang artinya kontraktor perumahan.
Pendekar artinya semula adalah orang yang pandai pencak silat, tetapi
sekarang artinya pemimpim yang berani membela kaumnya atau pahlawan, seperti
dalam kalimat, ”Ibu kita Kartini pendekar bangsa”. Demikian juga halnya
dengan kata santri. Kata santri erat kaitannya dengan kata pesantren.
Semula memang santri bermakna orang-orang yang mempelajari agama Islam
di tempat tinggal khusus yang kemudian disebut pondok pesantren, karena
mereka mondok di situ. Pelajar di pondok pesantren itu tidak hanya
mempelajari ilmu agama Islam tetapi dididik oleh para kiai / ustadz untuk
mengamalkannya.
Maka pengertian santri menunjuk pada orang-orang yang memiliki ilmu
agama Islam dan mengamalkannya. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka lembaga pendidikan Islam tidak hanya pondok pesantren, tetapi
anak-anak bisa belajar agama Islam di madrasah, sekolah, hingga perguruan
tinggi.
Walhasil, orang-orang yang memiliki ilmu agama Islam dan mengamalkannya
tidak hanya alumni ponpes. Kenyataannya sekarang kata santri mempunyai makna
yang luas yaitu orang yang memiliki ilmu agama Islam dan mengamalkannya.
Sebagai contoh kita mendengar orang berkata, ”Kepala sekolah kita sekarang
santri, lo.
Dia menaruh perhatian besar untuk mendirikan mushala sekolah, agar
murid rajin beribadah”. Ada juga ucapan lain, ”Komandan kodim kita itu
santri, ia sering menjalankan Salat Jumat di masjid ini”. Kata santri dalam
kedua kalimat itu menunjuk pada orang-orang yang mengamalkan agama Islam,
meski belum tentu alumni pondok pesantren.
Lebih
Dihargai
Kalau Presiden Jokowi telah menetapkan Hari Santri menjadi hari besar
nasional, tentulah kepercayaan rakyat kepadanya makin besar dan sirnalah
kampanye hitam terhadapnya yang diembusembuskan orang menjelang pilpres.
Demikian pula alumni dan keluarga pondok pesantren serta umat Islam pada
umumnya merasa bangga karena merasa lebih dihargai keberadaan dan peranannya
dalam perjuangan bangsa melawan penjajah Belanda dan partisipasinya dalam
pembangunan.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, umat Islam Indonesia, bersama umat
beragama lain, dengan gigih berjuang melawan penjajah Belanda guna merebut
kemerdekaan Indonesia. Bukankah pahlawan-pahlawan Islam telah tercatat dengan
tinta emas dalam buku sejarah Indonesia? Penetapan Hari Santri tentu harus
mendapat dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu pokok-pokok pikiran yang mendasari penetapan hari besar
tersebut harus sesuai dengan falsafah Pancasila. Pokok-pokok pikiran tersebut
antara lain (1). Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia; (2). Semangat cinta bangsa dan Tanah Air serta antikolonialisme dan
imperialisme yang menjiwai para santri.
Kemudian, (3) Pendidikan keimanan dan ketakwaan serta karakter yang
mendasari pendidikan Islam. (4). Pola hidup sederhana dan mandiri yang
dibudayakan dalam kehidupan di ponpes. (5).Nilai-nilai positif yang mendasari
kehidupan para santri perlu dihidupkan dengan subur dan dikembangkan sebagai
bagian dari corak kepribadian bangsa Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar