Pemprioritasan
Pendidikan Antikorupsi
M Saifuddin Alia ; Mantan Pemred Majalah Edukasi UIN Walisongo Semarang
dan Majalah El Qudsy Qudsiyyah Menara Kudus, Tinggal di Putatsari Grobogan
|
SUARA
MERDEKA, 14 November 2014
Pendeklarasian pemuda antikorupsi oleh Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS) se-Solo Raya (SM, 29/10/14) setidaknya dapat kita maknai dua hal.
Pertama; deklarasi itu sejatinya sebagai peringatan terhadap dunia pendidikan
yang saat ini seolah-olah telah melupakan pentingnya pendidikan antikorupsi
di sekolah. Gaung dan semangat menanamkan jiwa antikorupsi pada generasi muda
di sekolah kian hari justru semakin redup.
Bahkan diskusi-diskusi perihal pendidikan antikorupsi pun sekarang
nyaris tak lagi terdengar. Padahal mengimplentasikan pendidikan antikorupsi
di sekolah menjadi keniscayaan yang tak bisa ditawar.
Tentu dengan satu tujuan utama untuk menyelamatkan generasi muda bangsa
dari praktik ataupun budaya korupsi. Kedua; deklarasi itu dapat menjadi pesan
terhadap penentu kebijakan pendidikan. Yakni, pesan betapa penting dan
mendesaknya untuk benar-benar merealisasikan pendidikan antikorupsi secara
sungguh-sungguh dalam pemerintahan sekarang.
Apabila dalam lima tahun pemerintah mampu melaksanakan, hasilnya dapat
kita nikmati bersama. Tidak sedikit generasi muda bangsa yang sekarang
memegang jabatan strategis baik itu di eksekutif, legislatif maupun
yudikatif, ’’mahir’’ berkorupsi.
Apabila keadaan ini berjalan terus tanpa ada upaya mencegah dan
menanggulangi, sampai kapan pun budaya korupsi tak akan musnah. Pemangku
kepentingan pendidikan harus bertindak cepat menyelamatkan generasi muda dari
praktik korupsi. Sebagai langkah praksisnya upaya menanamkan dan membangun
spirit antikorupsi siswa, hendaknya menjadi tanggung jawab semua guru mata
pelajaran.
Dalam konteks ini, seluruh guru mempunyai tanggung jawab menanamkan
jiwa antikorupsi pada siswa. Meminjam istilah Azyumardi Azra, penanaman jiwa
antikorupsi menggunakan pendekatan integratif. Pada tataran aplikasi bisa
terintegrasi ke dalam sejumlah mata pelajaran.
Namun pada tataran formal, lebih baik dan lebih efektif bila penanaman
jiwa antikorupsi pada siswa itu menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran
PKn dan Pendidikan Agama. Walaupun semua guru memiliki tanggung jawab sama,
leading sector- nya guru dua mapel itu, Materi tentang kantiorupsi harus
dimasukkan dan dibahas tuntas lewat dua mata pelajaran tersebut.
Contoh konkretnya, materi Pendidikan Agama secara khusus ada yang
membahas hukum korupsi secara lengkap. Semisal, bahasan dalam pandangan haram
karena termasuk kategori mencuri, dalam hal ini uang negara yang notabene
uang rakyat.
Memberi
Contoh
Supaya proses penanaman jiwa antikorupsi pada siswa tersebut berjalan
baik dan efektif maka seluruh lingkungan pendidikan hendaknya terlebih dahulu
terbebas dari praktik korupsi. Korupsi sekecil apa pun jangan sampai terjadi
di lingkungan pendidikan.
Dalam hal ini, kepala sekolah dan jajarannya wajib bersih dari korupsi.
Keterbebasan dari korupsi juga harus melingkupi elemen yang terkait semisal
komite sekolah, yayasan, dewan pendidikan, penilik sekolah, dan jajaran pada
Kemdikbud. Kemenyeluruhan itu menjadi sebuah keniscayaan bila benar-benar
ingin memerangi korupsi melalui jalur pendidikan. Dunia pendidikan harus bisa
memberikan contoh nyata.
Sebagai wahana latihan bagi siswa maka menjadi keharusan bagi tiap
sekolah untuk mendukung keberadaan kantin antikorupsi. Formatnya adalah
kantin kejujuran, dalam arti tidak ada orang yang perlu menghitung
pembayaran. Guru atau siswa yang membeli makanan/ minuman di kantn, melayani
pembayarannya sendiri.
Andai perlu uang kembalian, guru atau siswa bisa menghitung dan
mengambil sendiri dari kotak kasir. Hidu
matinya kantin kejujuran yang berspirit antikorupsi bergantung pada kejujuran
pembeli, terutama siswa. Bila bisa berjalan dengan baik, itu bisa menjadi
indikator bahwa siswa benar-benar telah memahami jiwa antikorupsi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar