Senin, 17 November 2014

Pemprioritasan Pendidikan Antikorupsi

                    Pemprioritasan Pendidikan Antikorupsi

M Saifuddin Alia  ;   Mantan Pemred Majalah Edukasi UIN Walisongo Semarang dan Majalah El Qudsy Qudsiyyah Menara Kudus, Tinggal di Putatsari Grobogan
SUARA MERDEKA,  14 November 2014

                                                                                                                       


Pendeklarasian pemuda antikorupsi oleh Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) se-Solo Raya (SM, 29/10/14) setidaknya dapat kita maknai dua hal.

Pertama; deklarasi itu sejatinya sebagai peringatan terhadap dunia pendidikan yang saat ini seolah-olah telah melupakan pentingnya pendidikan antikorupsi di sekolah. Gaung dan semangat menanamkan jiwa antikorupsi pada generasi muda di sekolah kian hari justru semakin redup.

Bahkan diskusi-diskusi perihal pendidikan antikorupsi pun sekarang nyaris tak lagi terdengar. Padahal mengimplentasikan pendidikan antikorupsi di sekolah menjadi keniscayaan yang tak bisa ditawar.

Tentu dengan satu tujuan utama untuk menyelamatkan generasi muda bangsa dari praktik ataupun budaya korupsi. Kedua; deklarasi itu dapat menjadi pesan terhadap penentu kebijakan pendidikan. Yakni, pesan betapa penting dan mendesaknya untuk benar-benar merealisasikan pendidikan antikorupsi secara sungguh-sungguh dalam pemerintahan sekarang.

Apabila dalam lima tahun pemerintah mampu melaksanakan, hasilnya dapat kita nikmati bersama. Tidak sedikit generasi muda bangsa yang sekarang memegang jabatan strategis baik itu di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, ’’mahir’’ berkorupsi.

Apabila keadaan ini berjalan terus tanpa ada upaya mencegah dan menanggulangi, sampai kapan pun budaya korupsi tak akan musnah. Pemangku kepentingan pendidikan harus bertindak cepat menyelamatkan generasi muda dari praktik korupsi. Sebagai langkah praksisnya upaya menanamkan dan membangun spirit antikorupsi siswa, hendaknya menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.

Dalam konteks ini, seluruh guru mempunyai tanggung jawab menanamkan jiwa antikorupsi pada siswa. Meminjam istilah Azyumardi Azra, penanaman jiwa antikorupsi menggunakan pendekatan integratif. Pada tataran aplikasi bisa terintegrasi ke dalam sejumlah mata pelajaran.

Namun pada tataran formal, lebih baik dan lebih efektif bila penanaman jiwa antikorupsi pada siswa itu menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran PKn dan Pendidikan Agama. Walaupun semua guru memiliki tanggung jawab sama, leading sector- nya guru dua mapel itu, Materi tentang kantiorupsi harus dimasukkan dan dibahas tuntas lewat dua mata pelajaran tersebut.

Contoh konkretnya, materi Pendidikan Agama secara khusus ada yang membahas hukum korupsi secara lengkap. Semisal, bahasan dalam pandangan haram karena termasuk kategori mencuri, dalam hal ini uang negara yang notabene uang rakyat.

Memberi Contoh

Supaya proses penanaman jiwa antikorupsi pada siswa tersebut berjalan baik dan efektif maka seluruh lingkungan pendidikan hendaknya terlebih dahulu terbebas dari praktik korupsi. Korupsi sekecil apa pun jangan sampai terjadi di lingkungan pendidikan.

Dalam hal ini, kepala sekolah dan jajarannya wajib bersih dari korupsi. Keterbebasan dari korupsi juga harus melingkupi elemen yang terkait semisal komite sekolah, yayasan, dewan pendidikan, penilik sekolah, dan jajaran pada Kemdikbud. Kemenyeluruhan itu menjadi sebuah keniscayaan bila benar-benar ingin memerangi korupsi melalui jalur pendidikan. Dunia pendidikan harus bisa memberikan contoh nyata.

Sebagai wahana latihan bagi siswa maka menjadi keharusan bagi tiap sekolah untuk mendukung keberadaan kantin antikorupsi. Formatnya adalah kantin kejujuran, dalam arti tidak ada orang yang perlu menghitung pembayaran. Guru atau siswa yang membeli makanan/ minuman di kantn, melayani pembayarannya sendiri.

Andai perlu uang kembalian, guru atau siswa bisa menghitung dan mengambil sendiri dari kotak kasir. Hidu matinya kantin kejujuran yang berspirit antikorupsi bergantung pada kejujuran pembeli, terutama siswa. Bila bisa berjalan dengan baik, itu bisa menjadi indikator bahwa siswa benar-benar telah memahami jiwa antikorupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar