Catatan
Tahun 2014 dan Harapan 2015
Bambang Soesatyo ; Sekretaris Fraksi Partai Golkar; Anggota Komisi III DPR RI
|
KORAN
SINDO, 05 Januari 2015
Presiden Joko
Widodo telah menetapkan sejumlah program dan target pembangunan tahun 2015
yang terdengar merdu dan ambisius. Pertanyaannya, mungkinkah realisasi
program-program itu bisa berjalan mulus kalau pemerintah terus memainkan
lakon harmoni semu dengan DPR? Tahun 2015 belum tentu produktif karena suhu
politik diperkirakan lebih panas. Tahun politik 2014 memang telah berakhir.
Karenanya, semua komponenmasyarakat Indonesia seharusnya mulai fokus
membangun diri, komunitas dan lingkungannya.
Sayangnya, tahun
politik 2014 belum bisa dikatakan telah berakhir. Tahun politik itu ternyata
menyisakan masalah. Penanda utamanya adalah belum harmonisnya hubungan
eksekutif-legislatif. Kalauadaklaimbahwahubungan pemerintah-DPR baik-baik
saja, itu klaim tentang harmoni yang semu.
Siapa saja
pasti masih ingat dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang
larangan sementara bagi para menteri untuk menghadiri undangan rapat kerja
dengan DPR. Kiranya, esensi larangan itu sudah sangat memperjelas sikap dasar
pemerintah yang belum mau membangun sinergi dengan DPR. Padahal, sinergi
pemerintah- DPR merupakan sebuah keniscayaan. Tak boleh diingkari demi alasan
apa pun.
Menjadi dosa konstitusional
jika pemerintah-DPR tidak bersinergi. Pihak yang menolak bersinergi akan
langsung didakwa dengan tuduhan melanggar konstitusi Hingga akhir 2014, semua
pihak bisa melihat bahwa sinergi pemerintah-DPR belum tulus. Hubungan kedua
lembaga tinggi negara ini masih diwarnai saling curiga. Bahkan, saling
percaya belum terbangun sama sekali.
Kendati
mendapat dukungan solid Koalisi Indonesia Hebat (KIH), Presiden Jokowi
terkesan belum merasa aman jika mayoritas kekuatan di DPR digenggam Koalisi
Merah Putih (KMP) yang mengambil posisi sebagai mitra kritis. KMP bahkan
dituding akan menjegal pemerintahan Presiden Jokowi -Wakil Presiden Jusuf
Kalla (JK).
Rasa tidak
aman yang menyelimuti presiden itu tercermin dari sikap dan keputusan
pemerintah terhadap kisruh Partai Golkar, dan juga PPP (Partai Persatuan
Pembangunan). Cara atau strategi pemerintah membiarkan kedua partai politik
ini terperangkap dalam kepengurusan ganda memperlihatkan betapa pemerintah
sangat berkepentingan untuk menggoyahkan soliditas KMP.
Ketelanjangan
interes itu sudah tak bisa lagi ditutup-tutupi oleh apa pun. Gerilya politik
para pendukung Jokowi dilanjutkan pascapelantikan presiden. PPP kisruh dan
terbelah, begitu pun Partai Golkar. Sebagian elemen kekuatan di dua partai
ini ingin bergabung dalam koalisi parpol pendukung Jokowi, sementara elemen
kekuatan lainnya bertahan untuk menjadi mitra yang kritis.
Memang, di
permukaan, yang tampak adalah perebutan kepemimpinan partai. Tetapi,
sesungguhnya, kisruh di tubuh dua partai ini terjadi karena kerja kotor oknum
penguasa yang memecah belah kesolidan partai dengan kekuasaan dan imingiming
jabatan. Bagaimana pemerintah menunggangi kisruh PPP dan Golkar bahkan
ditunjukan dengan terang-terangan.
Dalam kasus
Partai Golkar misalnya, kecenderungan pemerintah untuk memihak pada salah
satu kubu dinyatakan secara terbuka dengan pernyataan resmi. Sudah barang
tentu, perilaku tidak etis yang dipertontonkan pemerintah itu bukannya
menyelesaikan masalah, tetapi justru mengeskalasi persoalan.
Stagnasi Pemerintahan
Sebesar
apakah persoalan itu tereskalasi akan dilihat publik setidaknya sepanjang
paruh pertama 2015. Artinya, bisa dipastikan bahwa sikap saling curiga antara
pemerintah dan DPR akan berlanjut di tahun 2015. Rumitnya PPP dan Golkar
menyelesaikan masalah internal mereka akan memberi dampak signifikan terhadap
DPR dan dampak signifikan itu belum tentu bersifat positif.
Bisa saja
yang muncul lebih banyak dampak negatifnya. Bukan tidak mungkin DPR akan
terbelah lagi sebagai akibat dari penyelesaian akhir kisruh PPP dan Golkar
yang tidakmemuaskansemuaelemen di tubuh dua partai itu serta anggota KMP
lainnya. Jadi, kalau sebelumnya KIH bermanuver membelah DPR, giliran KMP dan
elemen-elemen lain di tubuh PPP dan Golkar yang akan bermanuver membelah DPR.
Kalau perkiraan ini menjadi kenyataan, pemerintahan Jokowi-JK juga akan
terkena dampak negatifnya.
Mungkin,
Jokowi akan menerbitkan lagi surat berisi instruksi melarang para menteri
menghadiri rapat kerja dengan DPR. Jadi, bukan hanya suhu politik yang
berpotensi makin panas, tetapi persoalan pun menjadi semakin rumit dan berlarut-larut.
Dalam suasana serbatidak kondusif seperti itu, mungkinkah APBN-P 2015 yang
akan diajukan pemerintah akan dibahas dan disetujui DPR tepat pada waktunya?
Patut diragukan.
Kalau
persetujuan APBN-P 2015 tertunda, pemerintahan Jokowi-JK bisa mengalami
stagnasi. Karena itu, 2015 belum tentu lebih baik dari tahun 2014. Bisa
dipastikan bahwa harmoni semu yang coba dilakoni Presiden Jokowi saat ini
pada gilirannya akan memengaruhi pencapaian target-target presiden.
Seperti
diketahui, untuk 2015, pemerintah benar-benar fokus pada sektor
infrastruktur. Sudah dipastikan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum
danPerumahanRakyat, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perhubungan akan
berupaya merealisasi programprogram besar nan strategis. Dalam mempersiapkan
APBN-2015, pemerintah lebih terfokus pada kerja-kerja besar di tiga
kementerian itu.
Untuk
pembangunan infrastruktur, pemerintah berencana membangun jaringan kereta api
(KA) trans-Sumatera, trans-Kalimantan, dan trans-Sulawesi. Di tiga pulau
besar ini, pembangunannya direalisasi sekitar Februari atau Maret 2015. Untuk
jaringan KA trans-Papua, studi kelayakan sedang dibuat dan pembangunannya
diharapkan bisa dimulai pada paruh kedua 2015.
Selain rel KA
dan ruas jalan tol, pemerintahan Jokowi juga berambisi merealisasi
pembangunan infrastruktur energi pada 2015. Di antaranya pembangkit listrik,
kilang minyak, dan jaringan pipa gas di sejumlah kota. Pembangunan
infrastruktur di sektor maritim pun mulai direalisasi. Hal itu ditandai
dengan pembangunan dan pengembangan puluhan pelabuhan untuk menopang program
tol laut.
Untuk
mewujudkan target swasembada pangan dalam tiga tahun mendatang, akan dibangun
49 waduk dalam lima tahun. Untuk 2015, sebanyak 13 waduk akan dimulai
pembangunannya dengan anggaran sekitar Rp9 triliun. Kemampuan desa membangun
pun dieskalasi. Anggarannya dialokasikan Rp20 triliun dari sebelumnya Rp11
triliun. Per desa diproyeksikan menerima sekitar Rp750 juta pada 2015, sementara
alokasi anggaran untuk perlindungan sosial mencapai Rp50 triliun.
Untuk
membiayai program-program besar dan strategis itu, sebagian anggaran berasal
dari program pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Berkat
turunnya harga minyak dan menaikkan harga BBM bersubsidi, ruang fiskal
pemerintah bertambah sekitar Rp230 triliun. Kalau semua target program tahun
2015 berjalan mulus, target pertumbuhan ekonomi 7% dalam tiga tahun ke depan
bisa diwujudkan.
Jokowi boleh
punya ambisi dan rencana. Tapi konstitusi mengamanatkan bahwa pemerintah
tidak boleh jalan sendiri. Untuk membiayai ambisi dan rencananya, pemerintah
butuh persetujuan DPR. Maka mulus atau tidak mulusnya realisasi
program-program pembangunan itu sangat bergantung pada setinggi apakah
derajat harmoni pemerintah dan DPR. Untuk itu kita perlu mengingatkan agar
ambisi tersebut tidak kandas di tengah jalan.
Pertama,
sangat urgen bagi Jokowi untuk menunjukkan respek kepada DPR. Kedua, jangan
usil mencampuri masalah internal partai politik. Ketiga, batasi segala bentuk
politik balas budi kepada para bandar atau sponsor dan para pendukung saat
pilpres yang dapat merugikan rakyat. Keempat, kendati telah beberapa kali
ingkar janji seperti janji koalisi dan kabinet ramping, menteri dan Jaksa
Agung non-parpol, kali ini kita berharap Jokowi menepati janjinya untuk tidak
merebut jabatan ketua umum PDIP pada Kongres PDIP mendatang.
Kelima,
hentikan segala bentuk intervensi dan campur tangan ke partai politik lawan.
Karena langkah tersebut bisa menjadi blunder politik yang membahayakan
kelangsungan pemerintahan itu sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar