Selasa, 06 Januari 2015

Catatan Tahun 2014 dan Harapan 2015

Catatan Tahun 2014 dan Harapan 2015

Bambang Soesatyo  ;  Sekretaris Fraksi Partai Golkar; Anggota Komisi III DPR RI
KORAN SINDO,  05 Januari 2015

                                                                                                                       


Presiden Joko Widodo telah menetapkan sejumlah program dan target pembangunan tahun 2015 yang terdengar merdu dan ambisius. Pertanyaannya, mungkinkah realisasi program-program itu bisa berjalan mulus kalau pemerintah terus memainkan lakon harmoni semu dengan DPR? Tahun 2015 belum tentu produktif karena suhu politik diperkirakan lebih panas. Tahun politik 2014 memang telah berakhir. Karenanya, semua komponenmasyarakat Indonesia seharusnya mulai fokus membangun diri, komunitas dan lingkungannya.

Sayangnya, tahun politik 2014 belum bisa dikatakan telah berakhir. Tahun politik itu ternyata menyisakan masalah. Penanda utamanya adalah belum harmonisnya hubungan eksekutif-legislatif. Kalauadaklaimbahwahubungan pemerintah-DPR baik-baik saja, itu klaim tentang harmoni yang semu.

Siapa saja pasti masih ingat dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang larangan sementara bagi para menteri untuk menghadiri undangan rapat kerja dengan DPR. Kiranya, esensi larangan itu sudah sangat memperjelas sikap dasar pemerintah yang belum mau membangun sinergi dengan DPR. Padahal, sinergi pemerintah- DPR merupakan sebuah keniscayaan. Tak boleh diingkari demi alasan apa pun.

Menjadi dosa konstitusional jika pemerintah-DPR tidak bersinergi. Pihak yang menolak bersinergi akan langsung didakwa dengan tuduhan melanggar konstitusi Hingga akhir 2014, semua pihak bisa melihat bahwa sinergi pemerintah-DPR belum tulus. Hubungan kedua lembaga tinggi negara ini masih diwarnai saling curiga. Bahkan, saling percaya belum terbangun sama sekali.

Kendati mendapat dukungan solid Koalisi Indonesia Hebat (KIH), Presiden Jokowi terkesan belum merasa aman jika mayoritas kekuatan di DPR digenggam Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengambil posisi sebagai mitra kritis. KMP bahkan dituding akan menjegal pemerintahan Presiden Jokowi -Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Rasa tidak aman yang menyelimuti presiden itu tercermin dari sikap dan keputusan pemerintah terhadap kisruh Partai Golkar, dan juga PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Cara atau strategi pemerintah membiarkan kedua partai politik ini terperangkap dalam kepengurusan ganda memperlihatkan betapa pemerintah sangat berkepentingan untuk menggoyahkan soliditas KMP.

Ketelanjangan interes itu sudah tak bisa lagi ditutup-tutupi oleh apa pun. Gerilya politik para pendukung Jokowi dilanjutkan pascapelantikan presiden. PPP kisruh dan terbelah, begitu pun Partai Golkar. Sebagian elemen kekuatan di dua partai ini ingin bergabung dalam koalisi parpol pendukung Jokowi, sementara elemen kekuatan lainnya bertahan untuk menjadi mitra yang kritis.

Memang, di permukaan, yang tampak adalah perebutan kepemimpinan partai. Tetapi, sesungguhnya, kisruh di tubuh dua partai ini terjadi karena kerja kotor oknum penguasa yang memecah belah kesolidan partai dengan kekuasaan dan imingiming jabatan. Bagaimana pemerintah menunggangi kisruh PPP dan Golkar bahkan ditunjukan dengan terang-terangan.

Dalam kasus Partai Golkar misalnya, kecenderungan pemerintah untuk memihak pada salah satu kubu dinyatakan secara terbuka dengan pernyataan resmi. Sudah barang tentu, perilaku tidak etis yang dipertontonkan pemerintah itu bukannya menyelesaikan masalah, tetapi justru mengeskalasi persoalan.

Stagnasi Pemerintahan

Sebesar apakah persoalan itu tereskalasi akan dilihat publik setidaknya sepanjang paruh pertama 2015. Artinya, bisa dipastikan bahwa sikap saling curiga antara pemerintah dan DPR akan berlanjut di tahun 2015. Rumitnya PPP dan Golkar menyelesaikan masalah internal mereka akan memberi dampak signifikan terhadap DPR dan dampak signifikan itu belum tentu bersifat positif.

Bisa saja yang muncul lebih banyak dampak negatifnya. Bukan tidak mungkin DPR akan terbelah lagi sebagai akibat dari penyelesaian akhir kisruh PPP dan Golkar yang tidakmemuaskansemuaelemen di tubuh dua partai itu serta anggota KMP lainnya. Jadi, kalau sebelumnya KIH bermanuver membelah DPR, giliran KMP dan elemen-elemen lain di tubuh PPP dan Golkar yang akan bermanuver membelah DPR. Kalau perkiraan ini menjadi kenyataan, pemerintahan Jokowi-JK juga akan terkena dampak negatifnya.

Mungkin, Jokowi akan menerbitkan lagi surat berisi instruksi melarang para menteri menghadiri rapat kerja dengan DPR. Jadi, bukan hanya suhu politik yang berpotensi makin panas, tetapi persoalan pun menjadi semakin rumit dan berlarut-larut. Dalam suasana serbatidak kondusif seperti itu, mungkinkah APBN-P 2015 yang akan diajukan pemerintah akan dibahas dan disetujui DPR tepat pada waktunya? Patut diragukan.

Kalau persetujuan APBN-P 2015 tertunda, pemerintahan Jokowi-JK bisa mengalami stagnasi. Karena itu, 2015 belum tentu lebih baik dari tahun 2014. Bisa dipastikan bahwa harmoni semu yang coba dilakoni Presiden Jokowi saat ini pada gilirannya akan memengaruhi pencapaian target-target presiden.

Seperti diketahui, untuk 2015, pemerintah benar-benar fokus pada sektor infrastruktur. Sudah dipastikan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum danPerumahanRakyat, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perhubungan akan berupaya merealisasi programprogram besar nan strategis. Dalam mempersiapkan APBN-2015, pemerintah lebih terfokus pada kerja-kerja besar di tiga kementerian itu.

Untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah berencana membangun jaringan kereta api (KA) trans-Sumatera, trans-Kalimantan, dan trans-Sulawesi. Di tiga pulau besar ini, pembangunannya direalisasi sekitar Februari atau Maret 2015. Untuk jaringan KA trans-Papua, studi kelayakan sedang dibuat dan pembangunannya diharapkan bisa dimulai pada paruh kedua 2015.

Selain rel KA dan ruas jalan tol, pemerintahan Jokowi juga berambisi merealisasi pembangunan infrastruktur energi pada 2015. Di antaranya pembangkit listrik, kilang minyak, dan jaringan pipa gas di sejumlah kota. Pembangunan infrastruktur di sektor maritim pun mulai direalisasi. Hal itu ditandai dengan pembangunan dan pengembangan puluhan pelabuhan untuk menopang program tol laut.

Untuk mewujudkan target swasembada pangan dalam tiga tahun mendatang, akan dibangun 49 waduk dalam lima tahun. Untuk 2015, sebanyak 13 waduk akan dimulai pembangunannya dengan anggaran sekitar Rp9 triliun. Kemampuan desa membangun pun dieskalasi. Anggarannya dialokasikan Rp20 triliun dari sebelumnya Rp11 triliun. Per desa diproyeksikan menerima sekitar Rp750 juta pada 2015, sementara alokasi anggaran untuk perlindungan sosial mencapai Rp50 triliun.

Untuk membiayai program-program besar dan strategis itu, sebagian anggaran berasal dari program pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Berkat turunnya harga minyak dan menaikkan harga BBM bersubsidi, ruang fiskal pemerintah bertambah sekitar Rp230 triliun. Kalau semua target program tahun 2015 berjalan mulus, target pertumbuhan ekonomi 7% dalam tiga tahun ke depan bisa diwujudkan.

Jokowi boleh punya ambisi dan rencana. Tapi konstitusi mengamanatkan bahwa pemerintah tidak boleh jalan sendiri. Untuk membiayai ambisi dan rencananya, pemerintah butuh persetujuan DPR. Maka mulus atau tidak mulusnya realisasi program-program pembangunan itu sangat bergantung pada setinggi apakah derajat harmoni pemerintah dan DPR. Untuk itu kita perlu mengingatkan agar ambisi tersebut tidak kandas di tengah jalan.

Pertama, sangat urgen bagi Jokowi untuk menunjukkan respek kepada DPR. Kedua, jangan usil mencampuri masalah internal partai politik. Ketiga, batasi segala bentuk politik balas budi kepada para bandar atau sponsor dan para pendukung saat pilpres yang dapat merugikan rakyat. Keempat, kendati telah beberapa kali ingkar janji seperti janji koalisi dan kabinet ramping, menteri dan Jaksa Agung non-parpol, kali ini kita berharap Jokowi menepati janjinya untuk tidak merebut jabatan ketua umum PDIP pada Kongres PDIP mendatang.

Kelima, hentikan segala bentuk intervensi dan campur tangan ke partai politik lawan. Karena langkah tersebut bisa menjadi blunder politik yang membahayakan kelangsungan pemerintahan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar