Pelemahan
KPK
Amzulian Rifai ; Dekan
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
|
KORAN
SINDO, 28 Januari 2015
Bangsa Indonesia sepakat bahwa institusi hukum di
Indonesia harus kuat dan berwibawa, termasuk Polri dan KPK. Karena itu, kita
mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang membentuk tim independen dalam
menyikapi kisruh KPK dan Polri.
Modal dasar tim independen ini karena berisikan tujuh
orang yang memiliki rekam jejak baik dan tepercaya yang dimotori oleh
Profesor Jimly Asshiddiqie. Melalui tim independen ini diharapkan ada solusi
tuntas dari permasalahan pelik ini dengan mempertimbangkan suara publik. Kita
meyakini kenegarawanan semua anggota tim. Namun, hal yang juga mesti disadari
bahwa publik semakin merasa baik secara kebetulan atau memang diskenariokan,
upaya pelemahan terhadap KPK itu semakin nyata.
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa kondisi sekarang
mengganggu misi pemberantasan korupsi di negeri ini. Sejak awal penetapan
calon Kapolri sebagai tersangka,13 Januari 2015, saya sudah “ngeringeri
sedap” sekaligus khawatir akan terjadi apa-apa dengan KPK. Bayangkan saja,
sosok luar biasa sekaliber Komjen BG yang bakal memimpin institusi tertinggi
Polri, terjegal oleh KPK yang dalam kondisi normal hanya beranggotakan lima
orang. Status itu disandang hanya sehari menjelang tes kelayakan di DPR.
Jangankan Komjen BG, publik juga tersentak dengan
peristiwa yang mungkin pertama kali di dunia calon kepala polisi negara
berstatus tersangka. Hancur sudah reputasi Komjen BG yang sudah dibangun
sejak lama, sosok perwira Polri yang dinilai brilian. Logika manusia biasa,
pastilah akan ada perlawanan baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Perlawanan itu dapat oleh yang bersangkutan ataupun dilakukanpara
pendukungnyade-ngan berbagai cara yang terkadang tidak terkira.
Serangan terhadap KPK
Mungkin hanya kebetulan saja, namun faktanya sejak
penetapan status tersangka terhadap calon “orang nomor satu” di Polri,
episode teror terhadap KPK dimulai. Babak pertama beredar foto mesra Abraham
Samad dengan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira. Pelemahan terhadap KPK
terjadi ketika sidang paripurna DPR, menyetujui penundaan pemilihan pemimpin
KPK pengganti Busyro Muqoddas.
Pemilihan akan dilakukan bersamaan dengan penggantian
empat komisioner KPK lain pada akhir 2015. Putusan ini memengaruhi kinerja
KPK karena pimpinan tinggal empat orang saja dalam keadaan yang rentan.
Serangan berikutnya ketika diajukannya gugatan praperadilan penetapan
tersangka Budi Gunawan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hal ini dilanjutkan dengan melaporkan pimpinan KPK ke
Kejaksaan Agung karena menilai penetapan tersangka Budi tidak sah lantaran
tidak ditandatangani seluruh pimpinan yang bersifat kolektif itu. Bukan itu
saja, pimpinan KPK dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Mereka dituding
membocorkan rahasia negara, berupa hasil penelusuran PPATK terhadap rekening
Budi dan keluarganya, serta mencemarkan nama baik.
Publik juga
dikagetkan dengan langkah Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
yang melakukan jumpa pers dan membeberkan bahwa ada dendam pribadi Abraham
Samad terhadap Budi Gunawan. “Yang
menggagalkan saya jadi cawapres adalah Pak Budi Gunawan. Ada saya dan ada
saksi di situ,” ujar Hasto menirukan ucapan Samad.
Sulit untuk
tidak menyatakan tindakan ini sebagai serangan terhadap KPK. Luar biasa
implikasinya terhadap KPK ketika Bambang Widjojanto ditangkap oleh Bareskrim
dengan cara di borgol oleh belasan polisi setelah mengantarkan anaknya ke
sekolah. Memang akhirnya Bambang Widjojanto ditangguhkan penahanannya Sabtu
(24/1) dini hari, namun tetap berstatus sebagai tersangka.
Tidak
berhenti di situ, serangan terbaru kepada KPK dengan cara mengkriminalisasi
para komisioner lain. Setelah BW ternyata tiga komisioner tersisa, yaitu
Adnan Pandu Praja, Abraham Samad, dan Zulkarnaen juga dilaporkan ke Bareskrim
Polri. Abraham Samad, misalnya, dilaporkan karena diduga melanggar Pasal
36danPasal65Undang-Undang KPK. Adnan Pandu Praja dituduh memalsukan surat
notaris dan penghilangan saham PT Desy Timber.
Alternatif Solusi
Seperti
biasa, dalam banyak kejadian di negeri ini terhadap persoalan ruwet semacam
gesekan KPK dan Polri ini, ada saja yang ngeles, berargumentasi, atau malah
saling melempar bola panas. Prosesnya seperti “berputar-putar” bagai tak
berujung, tak berkesudahan.
Jika nanti
rakyat bersatu langsung diberi label “ikut-ikutan saja” atau malah dianggap
rakyat yang tidak jelas. Padahal, rakyat hanya ingin isu pokok pemberantasan
korupsi tidak boleh melenceng. Memang kini problemnya sudah sedemikian
runyam. Seandainya saja pengisian jabatan publik, apalagi sekaliber kepala
Polri, secara konsisten dilakukan secara transparan dan akuntabel, pastilah
kejadian semacam ini bisa terhindarkan.
Sudah benar
dan publik berharap banyak di saat penunjukanpara menteriKabinetKerja dengan
melibatkan PPATK dan KPK. Ada yang berpandangan, salah satu alternatif solusi
yang patut dipertimbangkan adalah Presiden mencalonkan kepala Polri baru.
Polri jelas institusi yang sangat diperlukan selama negara ini ada. Hajat
hidup orang banyak bukan hanya soal pemberantasan korupsi semata, juga
terkait dengan keamanan dan ketertiban masyarakat yang juga parah kondisinya.
Solusi apa
pun yang diambil harus juga dengan semangat tidak untuk menjatuhkan institusi
Polri yang sangat ditentukan siapa pimpinan tertingginya. Persoalan bertambah
pelik jika tetap dipaksakan untuk melantik Komjen BG dalam kondisi yang
sangat tidak menguntungkannya dan institusi Polri. Memang ada yang
menyayangkan jika sampai BW mengundurkan diri dari KPK.
Walaupun bagi
paham legalistik, kemunduran BW justru dalam rangka mematuhi undangundang.
Pasal 32 (2) menyatakan bahwa pimpinan KPK diberhentikan sementara dari
jabatannya dikarenakan menjadi tersangka tindak pidana kejahatan.
Dalam Pasal
32 (3) UU KPK ditegaskan bahwa pemberhentian sementara itu ditetapkan oleh
Presiden Republik Indonesia. Apapun solusi yang diambil, mestinya kita semua
menyadari bahwa musuh bersama bangsa ini adalah korupsi, bukan malah Polri
dan KPK terus bersengketa beserta masing-masing pengikutnya.
Mestinya kita
tidak menjadi lengah karena isunya cenderung beralih dari pemberantasan
korupsi menjadi sengketa antardua lembaga. Bangsa ini harus fokus dengan
esensi masalah, bukan malah menghabiskan energi sia-sia terhadap isu yang
sengaja dialihkan. Perlawanan para koruptor menjadi sempurna setelah
pelemahan terhadap KPK semakin nyata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar