Pertobatan
Moral dan Etis Penegak Hukum
Sugeng Teguh Santoso ; Wakil
Ketua Umum Perhimpunan Advokad Indonesia (peradi); Ketua Yayasan Satu
Keadilan
|
DETIKNEWS,
26 Januari 2015
Drama hukum menegangkan bumi nusantara telah digelar
nyata, bukan fiksi tapi realita. Sikap maryarakat
nyata terbelah, tidak seperti Cicak vs Buaya jilid 1 yang sangat
terang menderang seluruh komponen bangsa mendukung dibalik KPK.
Pada perseteruan kali ini, ketika Bambang Wijayanto ,
Wakil Ketua KPK ditangkap oleh penyidik Polri pada Jumat pagi, tanggal 23
januari 2015, memang menjadi berita mengejutkn buat masyarakat.
Penjelasan Kadiv Hums Polri Irjen Ronny F Sompie menjawab
cepat tanda tanya masyarakat, ada dugaan tindak pidana, masyarakat yang
terhenyak menjadi bimbang memihak, akan tetapi buat para aktivis hukum,
penjelasan tersebut tetap tidak bisa menghapus kesan dugaan Bareskrim bermain
kasar dalam drama hukum ini.
Dukungan masyarakat tidak segera menjadi masif, mungkin
karena waktu penggalangan opini yang belum panjang, akan tetapi menurut
penulis, bisa diduga ada rasa jengah juga pada masyarakat, ketika KPK
menetapkan status tersangka pada Komjen Pol Budi Gunawan, calon Kapolri satu
satunya yang diajukan oleh Presiden Jokowi kepada DPR RI untuk uji kelayakan.
Penetapan KPK terhadap Budi Gunawan, apapun
penjelasan KPK tetap menimbulkan tanya dan dugaan, KPK bermain politik. Hal
itulah yg membuat masyarakat gamang untuk mendukung ketika timbul serangan
kasar oleh bareskrim kepada BW.
Penetapan status tersangka kepada Budi Gunawan adalah
dalam hitungn hari sebelum namanya sebagai calon Kapolri yang diajukan
presiden, menjalani uji kelayakan di DPR. Apapun penjelasan KPK bahwa status
tersangkanya itu telah melalui proses panjang penyelidikan rekening gendut,
masyarakat mempertanyakannnya, apalagi
dimainkan isue lain di media sosial dan elekronik gambar mesra Ketua KPK
Abraham Samad dengan Putri Indonesia, serta isue tindakan tidak etis Abraham
Samad dengan syahwat politiknya menjadi Calon Wakil Presiden di tengah
menjabat sebagai Ketua KPK.
Dukungan
terhadap Bambang Widjojanto yang ditangkap pada hari Jumat lalu memang muncul
dari para aktivis hukum dan aktivis antikorupsi dan gerakan prodemokrasi, kelas
menengah yang memahami konstelasi hukum dan politik dalam
kerangka menback up agar KPK
sebagai institusi yang masih dinilai terdepan menindak kasus-kasus korupsi.
Dukungan
timbul karena tindakan Bareskrim Polri diduga menyalah gunakan wewenangnya, dengan
beberapaa catatan sebagai berikut:
Pertama,
Bambang Widjojanto ditangkap pada saat mengantar anaknya ke sekolah, diborgol
didepan anaknya, diintimidasi dengan kata-kata kasar di dalam mobil yang
membawa ke Bareskrim Polri.
Tindakan ini
tidak patut, karena Bambang Widjojanto adalah pejabat negara yang tentu akan
patuh hukum kalau perintah penangkapan tersebut didasari surat perintah.
Pernyataan keras juga disampaikan oleh mantan Wakapolri Komjen Pol
(Purnawirawan) Oegroseno.
Kedua, proses
penangkapan ini diduga kuat melanggar prosedur dan hukum acara, karena
penangkapan (seharusnya?) dilakukan pada
tersangka yang telah dipanggil secara patut sebanyak dua kali, tetapi tidak
memenuhi perintah hukum tersebut tanpa alasan yang sah, dan juga penangkapan
bisa dilakukan bila sesaat pelaku sedang melakukan tindak pidana langsung
tangkap tangan (OTT). Bambang
Widjojanto belum pernah dipanggil untuk diminta keterangan baik sebagai saksi
maupun sebagai Tersangka.
Ketiga,
Bambang Widjojanto dikenakan status Tersangka dengan sangkaan menyuruh
memberikan keterangan palsu pada saksi dalam persidangan di Mahkamah
Konstitusi tahun 2010. Pada saat itu status Bambang adalah advokat.
Terkait
dengan statusnya sebagai advokat, maka secara material penyidik harus
mempertimbangkan bahwa dalm statusnya
sebagai advokat waktu itu ia memiliki imunitas hukum, kekebalan hukum, tidak
dapat dituntut pidana maupun perdata dalam menjalankn profesi dengan itikad
baik.
Sehingga sebagaiaman diatur dalam Pasal 15 dan 16 UU 18
tahun 2003 tentang Advokat. Bambang Widjojanto tidak serta merta dapat
dikenakan status Tersangka dikaitkan dengan tindakannya menjalankan profesi
advokat, apalagi seketika dilakukan penangkapan sebelum dipanggil untuk
diperiksa.
Bagaimana
untuk menguji apakah Bambang Widjojanto melakukan profesi dengan etis dan
beritikad baik waktu itu? Siapa yang berhak menilai? Penilaian tersebut ada
pada Dewan Kehormatan Profesi.
Jadi harus
dilakukan dulu penilaian oleh Majelis Kehormatan Profesi untuk menguji
tindakan Bambang Widjojanto waktu itu sesuai standar etika atau tidak. Kalau
saat ini Bambang Widjojanto dalam posisi sebagai Wakil Ketua KPK yang sedang
cuti sebagai advokat, maka dalam proses penyidikan Bareskrim yang menjadi
wewenangnya, penyidik Bareskrim wajib meminta keterangan seorang ahli tentang
profesi advokat.
Dipastikan
penyidik belum memnita keterangan ahli
tetang profesi advokat, karena saat penangkapan itu, Perhimpunan Advokat
Indonesia (PERADI) sebagai organisasi advokat yang bewenang untuk itu belum
mendapatkan permintaan untuk menghadirkan ahli oleh penyidik.
Bagi penulis
terlihat sekali ada upaya sistimatis dari pihak
pihak tertentu untuk melumpuhkan KPK. Dengan penetapan status
Tersangka bagi Bambang Widjojanto, maka ia sesuai dengan Pasal 32 UU KPK, ia
akan diberhentikan sementara oleh Presiden dan tidak dapat menjalankan
tugasnya.
Sementara itu
sudah ada upaya terbaru dari pihak lain dengan menggunakan instrumen hukum
untuk kembali menjerat komisioner KPK yang lain yaitu Adnan Pandu Praja,
dengan tuduhan merampas saham perusahaan?
Suatu tuduhan
yang agak aneh, karena pengambil aliha sahan
tidak mungkin akan terjadi bila pihak pemilik saham tidak bersedia melepaskan
sahamnya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Bila Adnan
juga dikenakan status Tersangka, sesuatu yang potensial tinggi, karena
pelaporan pidana tersebut pada Bareskrim yang saat ini terlihat kasat mata
menyerang pimpinn KPK. Kalau Adnan harus diberhentikan sementara juga bila
statusnya tersangka. Komisioner tersisa tinggal Abraham Samad dan Zulkarnain.
Samad juga
terancam diberhentikan bila terbukti ia pernah berhubungan dengan partai PDIP
untuk minta posisi cawapres demi memenuhi hasrat politik yang dilakukan pada
saat menjabat sebagai Ketua KPK.
Sesuatu yang
tidak etis, maka hanya akan tersisa komisioner seorang, yaitu Zullkarnain. Maka secara hukum KPK lumpuh, inilah
kekhawatiran semua pihak yang berkehendak baik bagi negeri ini. Lembaga yang
sudah bisa menunjukkan kinerjanya menindak korupsi lumpuh.
Pimpinan KPK
harus memahami, mereka bekerja benar 100 persen saja membuat banyak pihak
geram dan mengkertakkan gigi untuk menyerang balik, bahkan membubarkan. Indikasi
tersebut terang benderang dari pernyataan sebagaian politisi DPR yang bicara
akan membubarkan KPK, yang bisa saja itu bertaut dengan kepentingan para
terpidana korupsi yang jadi "korban" KPK dan juga tertaut dengan
berbagai pihak lain di negara ini yang punya kuasa, apalagi bila pimpinan KPK
bertindak dengan dibungkus main politik, bertindak tidak etis, maka semakin
besar pembenaran untuk menutup institusi tersebut dengan berbagai cara yaitu,
dengan melumpuhkan para komisionernya. Melalui isntrumen
hukum, dan atau melalui proses legislasi dengan merubah UU KPK .
Dalam
perseteruan Cicak vs Buaya jilid satu, di mana penulis terlibat aktif dalam
pusaran kasus tersebut yang berujung happy
ending buat KPK.
Maka saat ini dalam drama hukum teranyar, yang belum
ketahuan akhir dari pembabakan drama hukum ini, diperlukan
suatu sikap instropeksi buat pimpinan KPK, pimpinan Polri bahkan Presiden
sebagai Kepala Negara untuk melakukan pertobatan moral dan etis atas kelakuan
sebagai pejabat tinggi negara, agar dalam melaksanakan tugas tidak
tergelincir pada pengambilan keputusan keputusan salah, yang memiliki
implikasi berantai buruknya.
Mengakhiri
tulisan ini, perlu saya sampaikan bahwa terdapat situasi yang kritis dan
mendesak, bahwa kelembagaan KPK terancam lumpuh, maka perlu kelembagaan ini
diselamatkan. Posisi penyelamatan ini ada pada pimpinan Polri dan Presiden.
Presiden
diharapkan sebagai kepala negara, memberikan arahan tegas dalam penydidikan perkara terhadap Bambang Widjojanto
dan Adnan Pandu Praja dilakukan secara profesional dan objective, penyidikan langsung di
bawah Kapolri buat pimpinan KPK, menjadi
pelajaran berharga, jangan bermain politik dalam menjalankan wewenangnya.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar