Revitalisasi
Perbenihan Basis Kedaulatan Pangan
MT Felix Sitorus ; S3
Sosiologi Perdesaan dari IPB;
Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB
|
MEDIA
INDONESIA, 29 Januari 2015
UNTUK mencapai kedaulatan pangan
2018, Kementerian Pertanian (Kementan) memprioritaskan rehabilitasi jaringan
irigasi dan pencetakan sawah baru dalam pembangunan pertanian 2015-2019.
Seluruh jatah realokasi subsidi BBM (Rp15 miliar) untuk sektor pertanian,
misalnya, diperuntukkan rehabilitasi jaringan irigasi tahun ini.
Kebijakan Kementan itu dari satu
sisi pantas diapresiasi. Kerusakan jaringan irigasi sudah sangat luas (3 juta
ha sawah) sehingga rehabilitasi sangat mendesak. Pencetakan sawah baru juga
perlu, untuk menutup defisit neraca lahan pertanian akibat konversi lahan.
Namun, Kementan juga harus dikritik. Sebab, dengan memprioritaskan irigasi
dan pencetakan sawah berarti mengabaikan masalah terpenting, yaitu
keterbelakangan perbenihan. Kalau tak diatasi, kemungkinan besar kedaulatan
pangan tak tercapai pada 2018.
Harga mati
Bagi Presiden Jokowi, pencapaian
kedaulatan pangan dalam tiga tahun ialah harga mati.Itu berarti per Januari
2018, tingkat konsumsi per kapita tiap tahun, yakni beras, jagung, dan
kedelai secara berturut-turut harus mencapai minimal 139 kg, 83 kg, dan 10 kg
per kapita.Volume impor beras, jagung, dan kedelai harus mencapai angka nol.
Pada tahun itu, saat jumlah penduduk 265 juta (BPS, 2013), untuk mencapai
taraf swasembada saja, produksi pangan domestik harus mencapai 36,8 juta ton
beras, 22 juta ton jagung, dan 2,6 juta ton kedelai.
Namun, target pemerintah
pada 2018 ialah kedaulatan pangan, bukan sekadar swasembada. Untuk itu,
diperlukan surplus minimal 10% sehingga kebutuhan produksi pangan minimal
40,5 juta ton beras (setara 78 juta ton padi/GKP), 24,2 juta ton jagung, dan
2,9 ton kedelai.
Produksi pangan nasional 2014
masih jauh di bawah target 2018. Padi baru 70,6 juta ton (luas panen 13,8
juta ha, produktivitas 5,1 ton/ ha), jagung 19,1 juta ton (luas panen 3,9
juta ha, produktivitas 4,9 ton/ha), dan kedelai 0,9 juta ton (luas panen 0,6
juta ha, produktivitas 1,5 ton/ha). Berarti, pada 2018 produksi domestik
harus menutup defisit 7,4 juta ton padi (10,5%), 5.1 juta ton jagung
(21,1%),
dan 2 juta ton kedelai (222,2%).
Jika perbenihan business as usual, tak ada jaminan
kedaulatan pangan tercapai 2018.Sebagai contoh, ambil target produksi beras,
2015-2017 Kementan akan membenahi jaringan irigasi 3 juta ha sawah. Jika
target itu tercapai, diperkirakan terjadi peningkatan produktivitas 3% atau
0,15 ton/ha pada luas an 3 juta ha sehingga diperoleh tambahan padi 0,45 juta
ton tiap musim atau 0,9 juta ton tiap tahun.
Kementan juga menargetkan
pencetakan sawah 3 juta ha. Jika target itu tercapai dengan realisasi tanam
50% (angka moderat) atau 1,5 juta ha, dengan produktivitas rata-rata 2 ton/ha
(sawah baru) diperoleh tambahan padi 3 juta ton tiap musim atau 6 juta ton
tiap tahun. Jadi, pembenahan irigasi dan pencetakan sawah akan menghasilkan
tambahan 6,8 juta ton padi atau kurang 0,5 juta ton dari target.
Artinya, swasembada beras mungkin
tercapai, tetapi tidak untuk kedaulatan. Target tambahan produksi jagung dan
kedelai lebih berat. Kalau mengandalkan perluasan tanam semata, diperlukan
tambahan luas tanam jagung 1 juta ha dan kedelai 1,3 juta ha. Masalahnya,
jagung dan kedelai diusahakan di sawah juga sehingga berisiko pengurangan
luas tanam padi 2,3 juta ha. Hal itu mengancam swasembada beras, target
swasembada jagung dan kedelai akan dikorbankan.
Revitalisasi perbenihan
Risiko gagal kedaulatan pangan
dapat diatasi melalui revitalisasi perbenihan. Intinya, peningkatan mutu dan
ketersediaan benih unggul. Sebab, penentu utama peningkatan produktivitas
pangan bukanlah irigasi ataupun pupuk, melainkan kinerja benih. Benih adalah
cetak-biru pertanian (Sadjad,1993). Kemajuan pertanian ditentukan potensi
benih, sedangkan faktor lain menyejajarkan diri dengannya. Semakin unggul
benih, semakin unggul pertanian dan sebaliknya.
Itu sebabnya FAO merekomendasikan
pengutamaan revitalisasi perbenihan untuk peningkatan produksi pangan. Ini
terkait kendala global berupa kelangkaan air (kendala irigasi), keterbatasan
lahan (konversi ke nonpangan), keterbatasan sumber daya tak terbarukan (bahan
pupuk kimia), dan perubahan iklim global (ketidakpastian usaha).Oleh karena
itu, perlu diciptakan benih unggul produktivitas tinggi, umur pendek, hemat
pupuk (kimia) yang tahan cekaman biotik atau abiotik.
Tak banyak gunanya investasi
irigasi dan cetak sawah kalau kinerja perbenihan masih rendah. Masalah dasar
perbenihan ini harus segera diatasi melalui revitalisasi, yakni rendahnya
mutu dan ketersediaan benih. Rendahnya ketersediaan benih unggul (be-sertifikat)
ialah masalah kronis. Kebutuhan benih padi nasional misalnya diperkirakan 350
ribu ton per tahun. Namun, ketersediaan benih besertifikat hanya sekitar 150
ribu ton (43%). Itu pun mutunya belum tentu sesuai klaim sertifikasi.
Kementan disarankan merevisi
kebijakan dengan memprioritaskan revitalisasi perbenihan ketimbang khususnya
pencetakan sawah. Inovasi benih unggul dapat menyubstitusi tambahan areal.
Pada 2018, target 78 juta ton padi bisa dicapai pada luas panen 13,8 juta ha
jika produktivitas benih 5,65 ton/ ha. Target 24,2 juta ton jagung bisa
dicapai pada luas 3,9 juta ha jika produktivitas benih 6,2 ton/ha. Target 2,9
juta ton kedelai bisa dicapai pada luasan 1 juta ha (tambah 0,4 juta ha) jika
produktivitas benih 2,9 ton/ha.
Langkah revitalisasi perbenihan
yang harus ditempuh, yakni pertama, pengalihan anggaran pencetakan 3juta ha
sawah (Rp30 triliun, Rp10 juta/ha) untuk investasi perbenihan tanaman pangan.
Kedua, peningkatan produktivitas riset dengan fokus penciptaan varietas benih
pangan produktivitas tinggi, umur pendek, serta tahan cekaman biotik (hama
atau penyakit utama) dan abiotik (kekeringan, kebanjiran, dan salinasi),
khususnya varietas hibrida tropis (padi/ jagung). Ketiga, peningkatan
investasi dan reinventing industri
perbenihan nasionalis (BUMN) guna meningkatkan kapasitas produksi dan
kualitas benih yang dihasilkan. Keempat, pembentukan jaringan industri benih
skala kecil berbasis desa (kemitraan BUMN) untuk mendukung keterjaminan mutu
dan jumlah benih bagi petani pangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar