100 Hari
Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla
Senja
Kala Bulan Madu Jokowi-Netizen
Amir Sodikin ; Wartawan
Kompas
|
KOMPAS,
30 Januari 2015
DUKUNGAN dari media sosial menjadi salah satu kekuatan
Joko Widodo saat yang bersangkutan memenangi pemilihan Gubernur DKI Jakarta
pada 2012 dan saat Pemilu Presiden 2014. Pada saat sama, Jokowi diduga juga
meyakini kekuatan media sosial.
Kondisi ini membuat perkembangan percakapan tentang Jokowi
di media sosial menjadi salah satu bahan analisis menarik lembaga-lembaga
pemantau penganalisis media sosial, seperti Awesometrics.
Dari kantornya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan,
analis media sosial Awesometrics, Yustina Tantri, terus memelototi pergerakan
kurva yang merekam percakapan terkait Jokowi. Yustina memulai analisis sejak
tiga hari sebelum Jokowi dilantik sebagai presiden hingga kini.
Dengan menggunakan pustaka Awesometrics, belakangan ini
Yustina tertegun melihat pergerakan grafik percakapan yang dihimpun dari
ratusan media massa dan media sosial. Dia melihat, sesuatu yang besar sedang
terjadi.
Yustina melihat sentimen negatif terhadap Jokowi terus
meningkat di media sosial. Sentimen negatif ini mulai mendominasi sejak bulan
ketiga kepemimpinan Jokowi.
Lebih tepat lagi, kenaikan sentimen negatif dimulai 8
Januari 2015 dengan 2.784 percakapan, 10 Januari berlipat menjadi 4.868
percakapan, naik lagi pada 13 Januari sebanyak 6.911 percakapan, dan
tertinggi 15 Januari sebanyak 9.967 percakapan.
”Sentimen negatif meningkat tajam
pada 15 Januari karena ada kabar Jokowi akan melantik (Komisaris Jenderal)
Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, padahal dia sudah ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK pada 13 Januari,” kata Yustina.
Total selama 100 hari, sentimen negatif untuk Jokowi
mencapai 74.346 percakapan, sentimen positif 71.048 percakapan, dan 627.652
posisi netral. Padahal, pada 17 Oktober–18 November 2014, sentimen negatif
hanya 66.526 berbanding 155.212 sentimen positif, dengan sentimen netral 2
juta.
Pendiri Provetic, Iwan Setyawan, juga menemukan hasil serupa.
Dia juga menemukan, untuk pertama kali dalam tiga bulan terakhir sentimen
negatif Jokowi lebih tinggi daripada yang positif, pada 15 Januari lalu.
Sebelum memasuki 15 Januari, rata-rata dalam tiga bulan
terakhir sentimen positif selalu lebih tinggi daripada sentimen negatif,
berkisar 25 persen berbanding 17 persen.
Topik pembicaraan yang paling menyumbangkan sentimen
negatif selama bulan Januari 2015 adalah terkait Kepala Polri (22.497) dan
disusul topik bahan bakar minyak (8.088). ”Perbincangan Jokowi juga dikaitkan
dengan KPK (14.756) dan (Ketua Umum PDI-P) Megawati (6.782),” kata Iwan.
Penurunan sistematis
Penurunan sentimen positif Jokowi di media sosial
sebenarnya tak terjadi tiba-tiba. Jika dilihat selama tiga bulan pertama
pemerintahan Jokowi, penurunan reputasi dan popularitas Jokowi di mata
netizen akan terlihat terjadi secara sistematis. Kondisi ini sebenarnya
membahayakan Jokowi.
Yustina mencatat, selama tiga bulan pemerintahan,
percakapan total tentang Jokowi mencapai 4,1 juta dari berbagai kanal media.
Puncak percakapan pada 20 Oktober 2014 saat pelantikannya sebagai presiden,
menunjukkan harapan baru.
Jika dibagi dalam tiga bulan, pada bulan pertama jumlah
percakapan Jokowi tertinggi, mencapai 2,3 juta di berbagai kanal. Penghargaan
netizen terhadap Jokowi dengan sentimen positif sebenarnya mudah ditebak dan
Jokowi menyadari potensi ini.
Misalnya, kata Yustina, tiga hari jelang dilantik, Jokowi
mengunjungi Prabowo Subianto pada 17 Oktober 2014 saat ulang tahun Prabowo.
”Ini mengundang simpati, termasuk dari pendukung Prabowo dan berdampak
positif buat Jokowi. Favorabilitas (sentimen positif lebih tinggi dari
negatif) terhadap Jokowi saat itu meningkat di media sosial,” kata Yustina.
Antusiasme masih meningkat saat pelantikan menteri, 27
Oktober 2014. Namun, sentimen negatif tumbuh ketika dia tetap melantik
nama-nama yang mendapat rapor merah KPK.
Saat Jokowi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak,
17 November 2014, sentimen negatif menguat. Tagar bersentimen negatif mulai menjadi
topik tren Twitter, seperti #SalamGigitJari. ”Namun, sentimen masih netral
(51 persen), positifnya pun masih lebih tinggi, yakni 26 persen dari
negatifnya yang 22 persen,” kata Yustina.
Pada bulan kedua, periode 17 November hingga 17 Desember
2014, popularitas Jokowi turun hingga 50 persen dibandingkan dengan bulan
pertama. Percakapan tentang Jokowi hanya 1,1 juta di berbagai kanal.
Awesometrics mencatat, pada 21 November 2014 Jokowi mengangkat HM Prasetyo,
anggota DPR dari Partai Nasdem sebagai Jaksa Agung.
Pengangkatan Prasetyo memperburuk reputasi Jokowi. Aktivis
Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, dalam kicauannya di Twitter
menilai, pemilihan Prasetyo merupakan titipan partai sehingga kejaksaan rawan
diintervensi.
Itulah awal mengkristalnya kekesalan netizen terhadap
Jokowi. Tinggal menunggu momentum buruk, Jokowi bisa kehilangan kepercayaan
pada bulan berikutnya. Tepatnya bulan ketiga 17 Desember 2014-17 Januari
2015, popularitas Jokowi merosot tajam dengan jumlah percakapan hanya 773.046
dari berbagai kanal.
Kebijakan Jokowi yang memilih Budi Gunawan sebagai calon
Kepala Polri dianggap netizen sebagai pilihan sadar hingga semakin mengikis
reputasi dan sentimen positif atas dirinya di media sosial.
Netizen marah kepada Jokowi yang dilampiaskan dengan
gerakan #SaveKPK dan juga petisi daring di www.change.org/bebaskanbw.
”Dulu Jokowi adalah kita. Sekarang jika Jokowi tetap
melantik tersangka korupsi sebagai Kapolri, maka Jokowi adalah mereka,” kata
Denny JA dengan akun @dennyJA_World.
”Ini komitmen kita untuk menarik dukungan setelah pilpres
dan membentuk parlemen jalanan,” kata Marzuki Mohamad, pemilik akun
@killthedj yang dikutip akun @jejakpelamun. Penggiat media sosial Ulin
Yusron, Denny JA, dan Marzuki ”Kill the DJ” adalah beberapa contoh pendukung
Jokowi yang kini mengkritik keras Jokowi.
Abdee Negara, sukarelawan konser ”Salam 2 Jari”, bersama
rekan-rekannya memprotes Jokowi karena pengangkatan Budi Gunawan. Abdee juga
mengirimkan tagar #SaveKPK dari akun @AbdeeNegara. Namun, karena dia masih
sakit, gerakan memprotes situasi terakhir belum tampak signifikan dari
seorang Abdee ”Slank”.
Rekan Abdee, Melanie Subono, dengan akun @melaniesubono,
lebih dulu meluapkan kemarahan. ”Menanti seorang presiden bertindak sebagai
presiden. Penangkapan (Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Polri) ini
adalah upaya mendelegitimasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus Budi
Gunawan,” kata Melanie terkait penangkapan dan penetapan Bambang Widjojanto
sebagai tersangka pada Jumat (23/1) lalu.
Situasi politik saat ini mungkin jauh lebih rumit bagi
Jokowi. Namun, bagi para netizen, jauh lebih mudah mengidentifikasi siapa
lawan siapa kawan.
Saat pemilu presiden lalu ”Jokowi adalah Kita” menjadi
slogan amat terkenal. Kini, agaknya Jokowi perlu lebih tegas memilih antara
”mereka” dan ”kita”. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar