Membangun
Kota yang Menguntungkan Si Miskin
Axel vanTrotsenburg ; Wakil
Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik
|
KOMPAS,
28 Januari 2015
SETIAP menit, puluhan penduduk di Asia Timur pindah dari
desa ke kota.
Perpindahan penduduk besar-besaran ini telah menciptakan
kota-kota terbesar di dunia, seperti Tokyo, Shanghai, Jakarta, Seoul, dan
Manila, serta ratusan wilayah perkotaan berskala menengah dan kecil.
Transformasi ini berdampak pada setiap aspek kehidupan bagi semua pihak, mulai
dari akses terhadap air bersih hingga keberadaan kereta api cepat yang pada
setiap hari kerja mengangkut jutaan penduduk keluar dan masuk kota.
Mereka pindah ke kota untuk mencari pekerjaan dan
kehidupan yang lebih baik. Namun, urbanisasi memiliki risiko yang dapat
memperpanjang pemiskinan dan membatasi kesempatan untuk meningkatkan prospek
masa depan. Begitu kota dibangun, bentuk dan pola penggunaan lahan terbakukan
selama beberapa generasi. Melaksanakan pembangunan kota secara benar sejak
awal dapat mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang bisa menyedot biaya
besar kelak demi memperbaiki kesalahan itu.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan para
perancang kebijakan untuk memahami tren-tren besar yang saling terkait dan
menyertai pertumbuhan perkotaan. Untuk memahaminya, dibutuhkan pemantauan dan
pelacakan masalah-masalah kompleks, termasuk migrasi, tenaga kerja,
kesempatan kerja, pendapatan, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan
prasarana umum (public infrastructure).
Seperangkat data dapat menjadi alat yang sangat berguna
dalam pemantauan ini, dan ini merupakan fokus laporan baru Bank Dunia,
berjudul East Asia’s Changing Urban
Landscape: Measuring a Decade of Spatial Growth. Data diperoleh dengan
menggunakan tampilan satelit dan pemetaan geospasial di kawasan perkotaan
dalam dekade pertama pada abad ke-21.
Menggunakan definisi wilayah perkotaan sebagai wilayah
dengan minimal 100.000 penduduk, laporan ini menggunakan data pembanding
dalam skala internasional guna mengukur perluasan 869 kota dan hubungannya
dengan perkembangan-perkembangan utama di bidang sosial dan ekonomi.
Laporan ini tidak berfokus hanya pada megacities, tetapi
juga pada pusat perkotaan lain. Misalnya, Indonesia memiliki dua kota lain
dengan jumlah penduduk 5 juta-10 juta orang, yaitu Bandung dan Surabaya.
Indonesia juga memiliki 18 kota berpenduduk 1 juta-5 juta orang, 27 kota
dengan jumlah penduduk 500.000-1 juta orang, dan 29 kota berpenduduk
100.000-500.000 orang menurut data 2010. Perkembangan di perkotaan itu penting
diamati guna mendapatkan gambaran dan pemahaman komprehensif.
Perspektif baru urbanisasi
Temuan laporan ini memberikan perspektif baru mengenai
urbanisasi, yaitu hampir 200 juta penduduk pindah ke daerah perkotaan di Asia
Timur dari tahun 2000 hingga 2010. Angka ini sama dengan jumlah penduduk
negara terbesar keenam di dunia. Eropa butuh lebih dari 50 tahun untuk
mencapai angka pertumbuhan yang sama. Wilayah Pearl River Delta di Tiongkok
telah melampaui Tokyo sebagai wilayah perkotaan terbesar di dunia dalam hal
luas dan jumlah penduduk. Wilayah itu kini lebih dari dua kali luas Shanghai,
empat kali lebih besar daripada Jakarta, dan lima kali luas Manila.
Output ekonomi per kapita meningkat seiring naiknya
persentase jumlah penduduk yang menetap dalam kota. Hal ini menunjukkan
adanya kaitan langsung antara urbanisasi dan pertumbuhan pendapatan.
Kurang dari 1 persen dari total wilayah di Asia Timur yang
berubah menjadi kota (hampir sama dengan luas negara Kamboja) dan hanya 36
persen dari jumlah penduduk adalah masyarakat perkotaan. Artinya, fenomena
perluasan wilayah perkotaan akan terus berlanjut.
Wilayah-wilayah perkotaan di Asia Timur 1,5 kali lebih
padat dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepadatan di dunia dan akan
semakin padat—dari 5.400 penduduk per kilometer persegi pada 2000 menjadi
5.800 per kilometer persegi pada 2010. Kepadatan penduduk di wilayah
perkotaan di Indonesia—diukur dari total jumlah penduduk perkotaan dibagi
total luas lahan perkotaan—merupakan salah satu yang terpadat di Asia Timur.
Laporan ini juga mengemukakan tantangan yang dihadapi
urbanisasi di Asia Timur. Hampir 350 wilayah perkotaan telah berkembang
melampaui batas administratifnya sehingga memecah belah manajemen dan sumber
pendapatan mereka. Dalam beberapa kasus, beberapa kota bahkan sudah bergabung
menjadi satu entitas, sementara pengaturan administrasinya masih diatur
secara terpisah. Jakarta adalah contoh utama dari fragmentasi metropolitan.
Luas Jakarta melintasi 12 pemerintah kota atau kabupaten di provinsi yang
mencakup Jakarta Raya, Banten, dan Jawa Barat.
Ketika urbanisasi di kawasan ini banyak digerakkan oleh
kekuatan pasar, adalah para pembuat kebijakan di tingkat nasional dan daerah
yang harus berperan dalam memastikan urbanisasi tersebut berlangsung secara
inklusif dan berkelanjutan.
Bank Dunia merilis data pembanding ini agar pemerintah,
pemimpin wilayah perkotaan, serta peneliti di Asia Timur dan di tempat lain
dapat memperoleh gambaran yang lebih baik tentang tren terbaru. Ini juga
untuk memastikan bahwa transformasi demografi, sosial, dan politik di wilayah
perkotaan yang tak terbendung dapat membantu mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan bersama. Laporan ini memberikan cara baru untuk
memantau dalam hal apa saja urbanisasi berlangsung secara benar dan salah
sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Beberapa pendekatan terbaik dalam membentuk kebijakan
mencakup penyediaan akses ke lahan dan pembangunan yang terencana sehingga
urbanisasi berlangsung secara efisien. Kemudian, memastikan wilayah dengan
tingkat kepadatan tinggi berada di lokasi tepat dan direncanakan agar
tercipta lingkungan yang layak huni, menangani sistem perkotaan dengan
mengkoordinasikan layanan perkotaan di seluruh kota dan pemerintah, serta
memastikan urbanisasi memberikan peluang ekonomi yang inklusif, termasuk
untuk penduduk migran baru.
Data
urbanisasi baru ini adalah alat untuk membantu penyusunan kebijakan dalam
membangun wilayah perkotaan secara lebih baik bagi jutaan penduduk, kota yang
memberi lebih banyak pekerjaan dan kesempatan bagi semua orang. Data ini juga
dapat membantu pembuat kebijakan di luar Asia Timur untuk belajar dari
pengalaman di kawasan ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar