Membaca
Tren Harga Minyak
Pri Agung Rakhmanto ; Dosen
FTKE Universitas Trisakti;
Pendiri ReforMiner Institute
|
KOMPAS,
27 Januari 2015
PENURUNAN harga minyak mentah dunia sudah berlangsung
sejak enam bulan terakhir. Apakah hal itu akan terus berlangsung, berhenti,
atau kemudian harga kembali naik, itu semua menjadi pertanyaan para pelaku
ekonomi.
Sebagian analis memproyeksikan harga akan kembali naik
dalam waktu dekat karena berpandangan bahwa penurunan ini didominasi oleh
faktor nonfundamental, seperti aksi spekulasi, sehingga sifatnya hanya
sementara. Sebagian lainnya berpandangan penurunan harga saat ini disebabkan
oleh faktor fundamental di mana dunia mengalami kelebihan pasokan sehingga
diproyeksikan dalam 2-5 tahun ke depan harga masih tetap akan rendah.
Saya termasuk yang
berpandangan bahwa penurunan harga saat ini belum akan berakhir dan
memproyeksikan bahwa pembalikan harga akan terjadi secara perlahan, tidak
naik secara drastis dan segera. Dengan asumsi tanpa ada kejadian luar biasa seperti
perang, dalam rentang 1-3 tahun ke depan harga akan bergerak berada dalam
kisaran 50-70 dollar AS per barrel.
Ada beberapa faktor utama yang mendasari proyeksi ini.
Pertama, dalam hal fundamental keseimbangan pasokan-permintaan secara fisik,
dunia saat ini dan dalam 1-3 tahun ke depan masih akan mengalami kelebihan
pasokan minyak.
Rata-rata pertumbuhan permintaan minyak per tahun hanya di
kisaran 1,2 juta barrel per hari (bph), sementara pertumbuhan
pasokan—terlebih dengan adanya tambahan produksi signifikan dari shale oil
dan shale gas AS—akan mendekati 2 juta bph. Ini belum ditambah dengan pasokan
dari spare capacity OPEC yang setiap tahun mencapai 4-5 juta bph. Tanpa
faktor spekulasi, pergerakan harga minyak yang didasarkan atas keseimbangan pasokan-permintaan
secara fisik sebenarnya tidak akan terlalu bergejolak.
Kedua, pergerakan harga yang terjadi sebagai fenomena yang
lebih banyak dipengaruhi oleh aksi spekulasi yang berkorelasi dengan
penguatan dan pelemahan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang lainnya.
Kenaikan harga secara drastis terjadi pada periode 2007-2008 (dari 60 dollar
AS hingga menyentuh 140 dollar AS per barrel), lalu kemudian turun drastis
hingga di bawah 60 dollar AS per barrel pada awal 2009, lalu kembali naik
secara stabil dan terus-menerus hingga Juni 2014 (bertahan di kisaran 100
dollar AS per barrel) dan kemudian kembali turun drastis hingga saat ini
menyentuh 47 dollar AS per barrel.
Pada periode itu, terdapat korelasi dan kecenderungan yang
cukup kuat bahwa ketika nilai tukar dollar AS menguat, harga minyak turun dan
sebaliknya. Minyak dan dollar AS telah menjadi instrumen spekulasi yang
membuat harga menjadi tidak selalu mencerminkan keseimbangan
pasokan-permintaan secara fisik.
Lebih stabil
Ketiga, berdasarkan beberapa indikator utama yang ada,
kecenderungan nilai tukar dollar AS dalam 1-3 tahun ke depan kemungkinan akan
cenderung menguat dan lebih stabil. Ekonomi AS diproyeksikan banyak kalangan
akan tumbuh dalam rentang 2-3 persen, dengan tingkat inflasi hanya 1,5-2,0
persen dan angka pengangguran 4,9-5,3 persen. Angka-angka tersebut
mengindikasikan kondisi ekonomi AS yang jauh lebih baik dan lebih stabil
dibandingkan periode 2009-2014. Defisit neraca perdagangan AS terhadap PDB
diperkirakan juga akan terus menurun. Nilai tukar dollar AS yang lebih
prospektif, secara relatif akan lebih menarik peluang spekulan untuk bermain
di pasar uang (dollar AS), dibandingkan di pasar komoditas (minyak) yang
secara fundamental tengah mengalami kelebihan pasokan.
Keempat, pertumbuhan
ekonomi Tiongkok dalam 1-3 tahun ke depan, sebagai negara yang memiliki
pertumbuhan permintaan minyak paling tinggi, akan mengalami pelambatan.
Surplus neraca perdagangan Tiongkok terhadap PDB kecenderungannya juga akan
terus mengecil. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat akan menurunkan
pertumbuhan permintaan minyak dunia. Sementara penurunan surplus neraca
perdagangan akan berkorelasi terhadap pelemahan nilai tukar yuan terhadap
dollar AS. Kedua hal ini cenderung memiliki dampak menurunkan harga minyak.
Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor di
atas, saya memproyeksikan pergerakan harga minyak dalam 1-3 tahun ke depan
akan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor fundamental keseimbangan
pasokan-permintaan dan bukan oleh aksi spekulasi. Dengan asumsi tidak ada
gejolak ekonomi atau kejadian luar biasa, pergerakan harga tampaknya akan
lebih mungkin untuk tidak berfluktuasi secara tajam dalam waktu singkat.
Harga akan cenderung bergerak lebih stabil, dengan tren kenaikan terbatas
yang menuju pada tingkat keseimbangan baru yang memberi ”kenyamanan” baik
bagi para produsen utamanya, seperti Arab Saudi, AS, Rusia, dan negara OPEC
lainnya, maupun bagi para konsumen utamanya, seperti Tiongkok, India, Jepang,
negara Eropa barat dan AS sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar