Gebrakan
Houthi di Yaman
Ibnu Burdah ; Pemerhati
Timur Tengah dan Dunia Islam;
Dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
|
KOMPAS,
31 Januari 2015
DI tengah-tengah perhatian dunia yang tertuju kepada
perang terhadap NIIS di Irak dan Suriah, kelompok Syiah Houthi mencuri
perhatian. Mereka membuat gebrakan di ibu kota Yaman, Sana’a. Milisi
bersenjata mereka berhasil menguasai ibu kota, termasuk tempat-tempat
strategis negara itu dan wilayah yang luas di Yaman, tanpa ada perlawanan
berarti dari tentara Yaman.
Kelompok ini diklaim sejumlah sumber di Iran telah
menguasai 14 provinsi di seantero Yaman. Dengan situasi sekarang, tak
berlebihan jika beberapa televisi Timur Tengah membuat judul pemberitaan
menghebohkan sejak beberapa bulan lalu, seperti ”Yaman dalam Genggaman
Houthi”.
Yaman, yang dua tahun terakhir penuh optimistis dan dengan
bangga membangun konsolidasi nasional dengan menyelenggarakan dialog nasional
secara masif, tiba-tiba menghadapi ujian tak kalah hebat dari negara-negara
musim semi Arab yang lain. Selama ini, mereka berkeyakinan jalan sejarah
”musim semi” mereka akan jauh lebih baik dan damai dibandingkan negara Arab
yang lain. Bahkan, sebagian besar lapisan masyarakat Yaman menganggap negeri
itu akan jadi percontohan proses transisi menuju demokrasi bagi negara Arab
lain. Faktanya ternyata tidak demikian.
Unsur kudeta
Sejumlah analis Yaman menyebutkan, peristiwa ini merupakan
kudeta bersenjata dari kelompok sektarian. Houthi adalah kelompok Syiah yang
memiliki wilayah tradisional di utara Yaman, tepatnya di Sha’dah. Tak bisa
dimungkiri bahwa gerakan yang dilakukan Houthi beberapa waktu terakhir memang
tak ubahnya sebuah kudeta.
Mereka sejak tahun 2011 telah membangun pemerintahan yang
independen dari Yaman kendati mereka tidak menyebutnya sebagai negara
merdeka. Pemerintahan itu juga memiliki angkatan bersenjata sendiri yang
terpisah dari angkatan bersenjata Yaman. Pasukan inilah yang kini mengontrol
sebagian besar ibu kota Yaman, bahkan kota-kota yang lain.
Namun, mereka tak mengambil alih kekuasaan secara penuh
sebagaimana kudeta militer pada umumnya. Mereka tak mengambil alih kekuasaan
politik di Yaman. Mereka sadar, tak akan mudah minoritas itu memerintah
mayoritas yang Sunni. Namun, mereka sepertinya menginginkan peran sentral dalam
pemerintahan Yaman ke depan, tetapi secara tidak langsung.
Kelompok ini menyebut peristiwa ini dengan tsaurah, yaitu
kemenangan revolusi rakyat terhadap kekuasaan diktator sebagaimana
keberhasilan rakyat Yaman menjatuhkan Ali Abdullah Saleh, atau yang dilakukan
rakyat Mesir, Tunisia, dan Libya, untuk menjatuhkan Hosni Mubarak, Zaenal
Abidin bin Ali, dan Moammar Khadafy. Iran juga dengan bangga menyebutnya
sebagai kemenangan Revolusi Islam di negeri itu. Bagi negara itu, menguasai
Yaman, negeri halaman belakang Arab Saudi, musuh nomor satu mereka saat ini,
tentu dipandang sangat strategis dalam persaingan historis mereka di kawasan
ini.
Gerakan ”milisi” untuk menguasai ibu kota ini pada mulanya
didahului oleh gerakan protes rakyat dalam skala luas dengan tuntutan utama
pencabutan kebijakan yang menarik subsidi BBM. Gerakan protes ini membawa
sejumlah korban meninggal dan luka akibat represi aparat keamanan Yaman dan
perlawanan mereka.
Namun, pada kenyataannya, celupan sektarian begitu kuat
dalam rangkaian peristiwa itu. Mereka yang melakukan protes besar-besaran
adalah orang-orang Houthi atau pendukung mereka terutama dari Sha’dah. Milisi
yang kini menguasai Yaman itu juga adalah tentara Houthi.
Bagaimanapun, peristiwa itu lebih tepat disebut sebagai
gerakan rakyat Houthi daripada gerakan rakyat Yaman. Masyarakat Yaman di luar
kelompok itu diperkirakan sedikit sekali yang terlibat. Padahal, gerakan
kelompok itu, setidaknya secara verbal, menyuarakan agenda-agenda nasional
rakyat Yaman, termasuk agenda dialog nasional yang diselenggarakan secara
masif sejak jatuhnya Presiden Ali Abdullah Saleh.
Lebih berperan
Setelah peristiwa ini, kelompok Houthi kemungkinan besar
berperan penting dalam pemerintahan Yaman mendatang. Mereka tak mungkin
diabaikan seperti terjadi selama ini. Sebab, mereka memegang kontrol keamanan
di wilayah yang sangat luas, terutama di ibu kota.
Sementara musuh utama mereka, yaitu kelompok ”Wahabi”
dukungan Arab Saudi dan kelompok tentara dan kabilah Ali Muhsin al-Ahmar,
kemungkinan akan terpinggirkan dalam kancah politik nasional Yaman. Tak
tertutup kemungkinan kelompok- kelompok itu akan jadi sasaran kelompok
”penguasa baru” ini.
Gerakan Wahabi di Yaman memiliki jaringan begitu luas,
terutama dalam penguasaan masjid dan lembaga-lembaga pendidikan agama. Mereka
begitu membenci kaum Syiah. Kita berharap, aksi balas dendam tak dilakukan
kelompok ini kendati aksi saling balas, terutama pembunuhan keluarga pemimpin
kedua kubu, sudah sering terjadi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar