WAWANCARA
Konsolidasi
Masih Belum Selesai
Joko Widodo ; Presiden
RI
|
KOMPAS,
30 Januari 2015
SELASA (27/1), sebenarnya, genap 100 hari pemerintahan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Meski demikian, Presiden
Jokowi tak mau menggunakan waktu itu sebagai ukuran untuk menilai kinerja.
Bagi keduanya, setelah dilantik MPR pada 20 Oktober 2014 hingga lima tahun
mendatang merupakan waktu penuh bekerja untuk rakyat.
Di tengah ketegangan politik akibat perseteruan Komisi
Pemberantasan Korupsi dan Polri menyusul pencalonan Komisaris Jenderal Budi
Gunawan sebagai calon Kepala Polri serta penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang
Widjojanto, Jokowi justru blusukan meninjau bakal kawasan ekonomi khusus Sei
Mangkei, Pelabuhan Kuala Tanjung, dan Inalum di Sumatera Utara.
Ditemui Kompas, Sabtu (24/1), di Kantor Kepresidenan,
Presiden tak ingin mandat yang diterimanya dinilai terbatas dalam waktu 100
hari. Alasannya, konsolidasi di kementerian dan daerah masih belum selesai. ”Konsolidasi organisasi kita, baik di
kementerian maupun daerah, masih berjalan,” kata Presiden.
Karena itu, Presiden secara bertahap mengumpulkan
gubernur, bupati, wali kota, serta pimpinan militer, kepolisian, dan
kejaksaan semua daerah. ”Kami
menjelaskan apa visi serta target yang ingin dicapai lima tahun mendatang,”
ujar Jokowi.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Presiden.
Sudah 100 hari bekerja. Apa yang
membedakan Pak Jokowi saat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta?
Sama saja. Dulu di Solo cakupannya kecil, juga DKI.
Sekarang presiden cakupannya besar. Dulu di Solo hanya 5 kecamatan dan di DKI
ada 5 kota. Sekarang ada 500 lebih kabupaten/kota dan 34 provinsi. Bedanya
itu, tapi manajemen sama saja.
Adakah yang berubah dari pola
kepemimpinan?
Tidak, ini bawaan dari kecil, dari bayi. Biasanya,
awal-awal seperti ini, ada masa orientasi, masa pengenalan, identifikasi
masalah, konsolidasi organisasi, perencanaan, dan pelaksanaan setelah
diputuskan. Karena memang itu yang paling penting.
Sekarang konsolidasi sudah
berakhir?
Belum.
Berapa lama?
Ini tergantung menterinya, tergantung masalah di
kementerian. Berdasarkan pengalaman, konsolidasi di wali kota dan gubernur,
paling tidak enam bulan untuk betul-betul mengerti persoalan.
Apakah menteri mampu menerapkan
visi-misi Presiden?
Banyak yang sudah bisa menerjemahkan, tetapi ada yang
belum. Jadi, inilah yang namanya konsolidasi organisasi. Kami dengan bupati
kemarin baru dua kali, rencana lima kali pertemuan. Kami kemarin hanya
mengumpulkan 100 orang dari sekitar 500 bupati karena kami ingin diskusi dari
hati ke hati dua arah sehingga masalah di daerah betul-betul tertampung,
teridentifikasi secara rinci agar keputusannya menjadi kebijakan yang
dibutuhkan di lapangan. Itulah mengapa kita banyak pergi ke lapangan.
Kadang-kadang yang dibaca hanya kunjungannya. Bukan itu, tapi tahu dan bisa
mengidentifikasi masalahnya.
Pada saatnya ada evaluasi terhadap
anggota kabinet?
Biasanya seperti itu, ada target jika bekerja. Ada
evaluasi, ada usaha memperbarui. Biasanya enam bulan baru kita lihat.
Konsentrasi kita nanti akan ke pangan, energi, dan infrastruktur. Khusus
pangan, kami identifikasi semuanya. Problemnya sudah kelihatan semua.
Distribusi benih dan pupuk yang terlambat serta irigasi yang rusak. Begitu juga
suplai air waduk. Sekarang tinggal merancang kapan dikirim. Problemnya hanya
distribusi karena benih dan pupuk harus dilelang. Lelang itu butuh waktu
45-65 hari. Saya pelajari masalahnya, ternyata ada di pengadaan dan jasa.
Itulah yang saya potong. Sekarang benih dan pupuk tak dilelang.
Apa yang dilakukan sepertinya
ideal, mulai dari perencanaan hingga kontrol berada di tangan Presiden,
termasuk blusukan, apakah memang seperti itu?
Kami terapkan manajemen perencanaan dan konsolidasi
organisasi yang terus berjalan. Manajemen kontrol kami siapkan. BPKP langsung
di bawah Presiden. Di situ ada 6.000 auditor untuk mengecek proyek sehingga
saya harapkan kualitas, jumlah, dan realisasi bisa diikuti tiap hari, minggu,
dan bulan. Begitu juga kalau ada proyek macet bisa ditangani. Inilah yang
akan terus kami lakukan, baik dengan menteri, kepala daerah, maupun dengan
rakyat. Karena apa pun kami perlu banyak mendengar dan baru kemudian
memutuskan. Enggak usah sok pinter.
Ada ruang fiskal tahun 2015 Rp 230
triliun. Apakah ada proyek masterpeace yang disiapkan?
Kalau dari Rp 230 triliun, kemarin, kami arahkan Rp 48
triliun ke BUMN, terutama yang berkaitan dengan infrastruktur. Termasuk PT
KAI dan infrastruktur di laut, udara, dan darat. Saya perintahkan tahun ini
penyertaan modal negara harus sudah dimulai. Untuk jalan tol Trans-Sumatera,
perkiraan saya Maret atau April bisa dimulai. Kami buat jalan itu lebar 100
meter. Di sebelah kiri ada transmisi listrik, tengahnya dua jalur tol.
Sebelah kanannya kereta api. Diharapkan 3-4 tahun selesai.
Bagaimana mengatasi proses hukum
yang kadang menjebak?
Memang, kalau kita lihat, yang menyulitkan kami kalau
tercantum di undang-undang, itu harus revisi di Dewan. Tapi, yang berhubungan
dengan perpres dan PP, kami sederhanakan agar tak menyulitkan pelaku
lapangan, baik dinas, kementerian, maupun badan. Jangan sampai payung hukum
tak jelas sehingga tafsir bisa bermacam-macam. Saya sampaikan kepada KPK,
Kejaksaan Agung, dan Polri agar ikut mendorong proses pengadaan berjalan.
Pelaksananya tidak takut menjadi pimpinan proyek dan tidak takut melakukan
proses pengadaan.
Ada spekulasi, Presiden di bawah
pengaruh pihak tertentu sehingga tidak otonom. Dalam kasus KPK-Polri,
sebetulnya apa yang terjadi?
Kalau saya minta pendapat seseorang, bukan berarti orang
itu memengaruhi saya. Sebab, tipikal saya memang mendengar banyak orang.
Dengan siapa pun-lah. Coba tanya ajudan (menunjuk ajudan dinasnya), sering
saya minta pendapat atau tidak? Betul, kan? Apalagi jika ada yang senior. Tapi,
keputusan akhir, kan, tetap di saya, mana yang masuk logika, mana yang masuk
kalkulasi, dan mana yang tidak. Kalau dibaca saya dipengaruhi, ya, silakan
melihat dan menafsirkan. Kalau rapat pun, saya lebih banyak mendengarkan
menteri daripada ngomong.
Di antara orang yang banyak
datang, siapa yang paling berpengaruh?
Biasa saja. Kalau urusannya politik, ya, tentu saya dengar
dengan yang berhubungan dengan politik. Kalau berhubungan dengan ekonomi,
masa saya tanya ke yang politik, kan, tidak ada logikanya.
Setelah 100 hari dilalui, Presiden
optimistis melihat masa depan bangsa?
Kalau ke lapangan, kelihatan semuanya. Masalahnya terang
benderang. Sekarang tinggal konsolidasi organisasi, terutama di birokrasi
agar mereka mengerti apa yang kita inginkan sehingga mereka beri dukungan
agar menjadi visi bersama.
Koalisi Merah Putih yang semula
bakal jadi hambatan di DPR ternyata mulus?
Kalau melihat kondisi politik seperti ini, saya kira DPR
mendukung. Saya sudah bicara dengan beliau-beliau. Komunikasi dengan pimpinan
DPR sangat baik.
Terkait perseteruan KPK versus
Polri, apa yang Presiden sarankan kepada pimpinan kedua lembaga itu untuk
mengakhiri kegaduhan politik?
Kemarin sudah saya sampaikan. Kan, sudah ada pertemuan di
Istana Bogor (menghela napas dan mengambil catatan). Saya sampaikan bahwa KPK
dan Polri harus bahu-membahu berantas korupsi. Kita lihat, dan banyak juga
yang melihat, secara institusi, kedewasaan kita belum sampai ke sana. Jadi,
menurut saya, kita harus beri ruang kepada KPK dan Polri untuk membuktikan
mereka bertindak benar dan tidak sok di atas hukum.
Itu akan memakan waktu. Apakah
situasinya akan dibiarkan seperti itu?
Kalau kita mengintervensi proses hukum, nanti diteriaki.
Sudah, kita sepakat saja, tegas dan menyatakan institusi KPK dan Polri harus
diselamatkan. Kita juga sepakat, KPK dan Polri harus bersih sehingga bisa
menjaga kewibawaan hukum. Polri, KPK, Kejagung, semuanya harus bisa berikan
cerminan itu. MA juga harus jaga kewibawaan institusi penegak hukum. KPK dan
Polri harus berani membuat itu terang benderang dan tuntas agar bacaan
masyarakat itu benar.
Posisi calon Kapolri apakah akan
tetap status quo?
Ada waktunya.
Presiden punya target waktu?
Tidak bisa saya sampaikan. Tetapi, agar prosesnya berjalan
dengan baik, jangan ada intervensi dari siapa pun, baik dari LSM, parpol,
pejabat, maupun dari saya sendiri.
Jadi, KPK dan Polri dibiarkan
selesaikan sendiri?
Tentu tidak, kalau sudah masuk kewenangan saya, pasti akan
saya pakai, dong. Tapi, kalau kita mengintervensi proses hukum, kan, itu
tidak bisa.
Proses hukum di kedua lembaga
sudah berjalan. Apakah anggota Polri diminta ikuti panggilan KPK agar
prosesnya cepat?
Itu proses hukum yang harus dijalani. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar