100 Hari
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla
Pekerjaan
Raksasa Kedaulatan Energi
Aris Prasetyo dan Ferry
Santoso ;
Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
30 Januari 2015
LISTRIK menjadi
salah satu persoalan serius di masa mendatang. Diperkirakan, dua atau tiga
tahun lagi akan terjadi krisis listrik, terutama pada sistem
Jawa-Madura-Bali. Pasokan listrik diperlukan sekitar 6.000 megawatt (MW)
sampai 7.000 MW per tahun. Namun, hanya separuhnya yang bisa disediakan.
Alhasil, ketersediaan tenaga listrik menjadi syarat mutlak untuk menyerap
investasi di dalam negeri dan menjadi penggerak ekonomi nasional.
Presiden Joko Widodo lantas membuat gebrakan yang bagi
sebagian orang terasa agak mustahil, yaitu membangun pembangkit listrik
35.000 MW dalam kurun 2015-2019. Wajar jika ada yang pesimistis lantaran
pemerintahan sebelum ini membangun 10.000 MW saja molor dan kemajuannya baru
75 persen.
Terhadap penilaian pesimistis itu, dalam wawancara khusus
dengan harian Kompas, Joko Widodo mengungkapkan, target besar itu dikerjakan
bersama-sama, baik PT PLN (Persero) maupun swasta. PT PLN diharapkan dapat
menangani pembangunan pembangkit 10.000 MW dan swasta sebesar 25.000 MW.
Jokowi mengatakan, pembangunan pembangkit selama ini kerap
gagal atau berlarut-larut karena proses perizinan yang panjang dan negosiasi
harga jual listrik. Karena itu, pemerintah berencana menetapkan harga saat
negosiasi harga jual listrik, antara investor, PT PLN, atau perusahaan
pemasok bahan bakar pembangkit, termasuk PT PGN, saat membangun pembangkit
listrik.
Jika investor tak sepakat dengan harga jual, pemerintah
dapat mencari investor lain yang lebih mampu secara finansial dan teknologi.
Perminyakan juga menjadi perhatian serius pemerintah.
Pemerintah melalui perusahaan negara PT Pertamina (Persero) menginisiasi
program pengembangan kilang Refinery
Development Master Plan (RDMP) Program. Menggandeng tiga perusahaan asal
Tiongkok, Jepang, dan Arab Saudi, lima kilang milik Pertamina akan dinaikkan
kapasitas produksinya dari 820.000 barrel per hari (bph) menjadi 1,6 juta
bph. Nilai investasi dalam program itu 25 miliar dollar AS.
Kendati masih sebatas penandatanganan nota kesepahaman
pada 10 Desember 2014, upaya itu patut diapresiasi. Terakhir kali, kilang
minyak dibangun pada 1995. Bahkan, sebagian kilang dibangun pada 1922. Usia
kilang yang tua dirasa kurang produktif dan tidak banyak menghasilkan variasi
produk turunan minyak mentah dan harganya lebih mahal 104-109 persen dari
harga Mean of Platts Singapore
(MOPS).
Di sektor mineral dan batubara, pemerintah masih harus
melaksanakan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Enam hal penting sebagai amanat UU itu adalah negosiasi ulang
terhadap pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B).
Keenam hal itu adalah luas wilayah pertambangan,
kelanjutan operasi, pemanfaatan barang dan jasa di dalam negeri, pembangunan
fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), penerimaan negara, serta kewajiban divestasi. Keenam
hal yang mesti dipatuhi perusahaan pemegang KK dan PKP2B untuk meningkatkan
nilai tambah bahan tambang di dalam negeri. Dari proses negosiasi ulang itu,
baru 87 KK dan PKP2B yang sepakat.
Pemerintah telah memangkas subsidi BBM pada 18 November
2014. Namun, kebijakan itu kurang dibarengi analisis penurunan harga minyak
dunia. Sampai akhir tahun 2014, harga minyak terus merosot di bawah 70 dollar
AS per barrel sehingga memaksa pemerintah menurunkan harga bensin dan solar
pada 1 Januari 2015.
Sejak harga BBM dinaikkan November tahun lalu, harga
kebutuhan pokok turut terkatrol. Saat harga BBM diturunkan pemerintah sampai
dua kali selama bulan Januari 2015, harga kebutuhan pokok enggan turun.
Jadikan pelajaran
Soal listrik, pemerintah sebaiknya belajar dari pengalaman
lalu. Ada sedikit harapan saat pemerintah melakukan uji tuntas terhadap
kontraktor swasta yang ingin terlibat yang dilakukan lembaga independen
terhadap kemampuan teknis dan finansial.
Perizinan dipermudah lewat sistem satu pintu di Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Untuk mempermulus koordinasi lintas
sektoral sampai tingkat kementerian, pemerintah menyiapkan peraturan presiden
tentang tim percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW. Menteri Koordinator
Perekonomian dan Menteri Koordinator Kemaritiman duduk sebagai pengarah,
sedangkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai ketua pelaksana
harian.
Untuk pembebasan lahan, pemerintah didukung UU Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Rakyat tinggal membuktikan saja apakah segala terobosan itu jitu benar
digunakan untuk mewujudkan program listrik 35.000 MW dalam waktu lima tahun.
Pemerintah juga mulai menertibkan perizinan pertambangan.
Seluruh izin usaha pertambangan (IUP) wajib berstatus clear and clean (CNC),
yaitu izin tidak tumpang tindih dan sesuai ketentuan. Melalui status CNC,
data cadangan bahan tambang dapat diketahui dan ini akan meningkatkan
pembayaran penerimaan negara bukan pajak.
Dari 10.918 IUP, baru 6.041 IUP bersertifikat CNC.
Pemerintah memperingatkan akan mencabut IUP perusahaan yang tidak
bersertifikat.
Cadangan energi dalam negeri terbilang rawan. Cadangan
operasional BBM hanya mencukupi kebutuhan 18 hari. Pemerintah punya target
menaikkan cadangan BBM minimal 30 hari. Hanya saja, realisasi rencana itu
masih jauh panggang dari api.
Dewan Energi Nasional merekomendasikan agar pemerintah
memanfaatkan momentum jatuhnya harga minyak untuk menimbun sebanyak-banyaknya
untuk kebutuhan di dalam negeri. Sayangnya, momentum ini tak bisa diambil
lantaran belum siapnya kilang penyimpanan dalam negeri.
Tantangan lain, terus mengembangkan energi baru dan
terbarukan di tengah anjloknya harga minyak dunia. Begitu juga program
konversi BBM ke gas harus tetap digalakkan. Kedua program itu belum tampak di
dalam rencana kerja Kabinet Kerja.
Umur kerja kabinet 100 hari memang belum bisa jadi ukuran
kinerja sebenarnya. Yang penting, negara tetap menunjukkan kedaulatan sesuai
amanat Pasal 33 UUD 1945, yaitu ”Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”. Bukan kepentingan kelompok apalagi segelintir orang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar