MEA
2015, Perlukah Kita Khawatirkan?
Ngurah Swajaya ; Wakil
Tetap RI untuk ASEAN (2010-2013)
|
MEDIA
INDONESIA, 30 Januari 2015
KURANG dari 360 hari lagi,
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) resmi dibentuk sebagai salah satu pilar
masyarakat ASEAN. Meskipun pemahaman masyarakat di seluruh negara anggota,
tanpa kecuali, masih minim seperti hasil survei Sekretariat ASEAN 2012,
tetapi jadwal pembentukannya masih tetap pada akhir 2015. Pembentukan
Masyarakat ASEAN merupakan suatu proses yang terus dilanjutkan setelah 2015.
Khususnya realisasi program aksi yang tertunda.
Persiapan pembentukan MEA tidak
hanya memunculkan kekhawatiran, tetapi juga menumbuhkan ekspektasi dan
memotivasi percepatan peningkatan daya saing. Beberapa tahun menjelang MEA,
khususnya setelah berlakunya Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) bagi
enam anggota, termasuk Indonesia, 1 Januari 2010, perdagangan antar-ASEAN
2012 masih 25% (US$602 miliar) dari total perdagangan ke seluruh dunia.Nilai
investasi antarnegara ASEAN 2012 sekitar 18,1% (US$20,6 miliar) dari total
nilai investasi. Menjelang pembentukan MEA, tujuan investasi asing yang
paling menarik dan terus berkembang ialah ASEAN. Sementara Indonesia menjadi
penerima terbesar kedua setelah Singapura.
Meskipun indikator makro cukup
baik, ASEAN masih rentan dampak resesi ekonomi di luar kawasan. Contoh
terakhir, yakni mata uang seluruh anggota ASEAN mengalami depresiasi terhadap
dolar AS akibat rencana Bank Federal AS mengurangi paket stimulus dan
meningkatkan suku bunga.
Pemahaman
Skeptisisme di dalam ASEAN umumnya
akibat kurangnya pemahaman mengenai Masyarakat ASEAN, khususnya MEA.Mulai
dari interaksi langsung dengan masyarakat, pelaku usaha, hingga pejabat
pemerintah di pusat dan daerah, sebagian besar tidak memahami bahwa MEA hanya
salah satu dari dua pilar Masyarakat ASEAN. Dengan menjadikan ASEAN kawasan
aman, damai, dan stabil, serta mampu secara kolektif mengatasi isu bidang
sosial dan budaya, seperti bencana alam dan penyebaran penyakit menular,
merupakan tujuan pilar politik-keamanan dan sosial budaya.
Pemahaman bahwa MEA hanya
perdagangan barang dan akan membuka pasar Indonesia yang paling besar tidak
tepat karena MEA mencakup empat pilar, yakni pasar tunggal, basis produksi
kompetitif, pengembangan usaha kecil dan menengah (UMKM), serta integrasi ke
dalam perekonomian dunia.Faktanya, berlakunya AFTA sejak 1 Januari 2010 tidak
membanjiri pasar Indonesia, bahkan sebaliknya menjadikan produk andalan
ekspor Indonesia, seperti farmasi dan produk industri lainnya justru berjaya
di beberapa negara ASEAN.
Paradigma yang harus diubah ialah pasar tunggal
ASEAN yang besarnya hampir tiga kali lipat pasar Indonesia sehingga peluang
ini harus dimanfaatkan dan Indonesia seharusnya tidak hanya menjadi tuan
rumah di negeri sendiri, tetapi juga di seluruh kawasan ASEAN.
Terkait daya saing yang masih
lemah, Davos Economic Forum
menunjukkan konsistensi peningkatan daya saing dari peringkat 38 (2012-2013)
menjadi 34 (2014-2015). Pada 2012, Indonesia masuk peringkat ke-4 dunia,
menjadi negara tujuan investasi paling menarik investasi setelah Tiongkok,
AS, dan India.
Polemik yang berkembang mengenai sulitnya perbankan Indonesia
beroperasi di negara lain, seperti perbankan Malaysia dan Singapura di
Indonesia tanpa disertai pemahaman bahwa masuknya perbankan asing ke
Indonesia akibat liberalisasi sepihak untuk menarik modal yang sangat
dibutuhkan dengan dimungkinkannya kepemilikan modal asing secara mayoritas di
perbankan Indonesia. Liberalisasi sektor keuangan ASEAN baru akan dimulai
2020.
Peningkatan kesiapan
Kegiatan sosialisasi, termasuk
melalui iklan televisi dan media sosial merupakan prioritas di samping pening
katan daya saing dan kualitas kelembagaan serta sumber daya manusia. Langkah
Lembaga Administrasi Negara (LAN) mewajibkan peserta Sespim mengangkat ketiga
pilar ASEAN sebagai tema wajib penyusunan kajian kelompok dan upaya Kemenlu
mendorong dibentuknya Pusat Studi Kajian ASEAN di 20 perguruan tinggi di
seluruh Indonesia.
Poros Maritim Indonesia, termasuk
percepatan pembangunan infrastruktur tol laut, energi, jalan raya, serta
pelabuhan udara merupakan langkah prioritas. Pelayanan administrasi satu atap
di tingkat pusat dan daerah, transparansi proses perizinan yang murah dan
efisien, realisasi ASEAN Single Window,
diplomasi ekonomi, serta mewujudkan konektivitas maritim dalam kerangka
konektivitas ASEAN, khususnya jaringan pelayaran jarak dekat dan roll on roll off merupakan langkah-langkah
konkret menyongsong MEA 2015.
Keunggulan utama Indonesia yang
sering tidak dimanfaatkan sebagai daya saing yang paling kuat ialah demokrasi
dan good governance yang
dilaksanakan sangat progresif. KPK satu-satunya lembaga antikorupsi di ASEAN
dengan 100% tingkat persekusi terhadap setiap kasus korupsi.
Kekhawatiran dapat dimanfaatkan
sebagai energi positif untuk mendorong percepatan peningkatan daya saing
dengan pembenahan dan penyederhanaan proses perizinan, profesionalisme, dan
transparansi birokrasi, serta langkah-langkah progresif lainnya untuk
mendorong investasi, pembangunan, dan pemerataan. Peningkatan daya saing
memerlukan sinergitas atau Indonesia
incorporated untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, serta
sangat krusial untuk persiapan pembentukan MEA dan mencegah Indonesia ke
dalam perangkap negara berpendapatan menengah atau middle income trap. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar