Senin, 04 Februari 2013

Loyalitas dari “Basement” Plaza UOB


Loyalitas dari “Basement” Plaza UOB
Hardani Widhiastuti ;   Dekan Fakultas Psikologi Universitas Semarang (USM)
SUARA MERDEKA, 04 Februari 2013



"Realitasnya, tak semua pimpinan memahami, peduli, dan peka sehingga mereka banyak menjumpai tuntutan"

ADA empat karyawan terjebak genangan di basement Plaza UOB Jalan Jenderal Soediman Jakarta ketika banjir masuk ke lantai bawah tanah gedung perkantoran itu; dua orang meninggal dunia, dan dua lainnya bisa dievakuasi. Tak banyak orang memperhatikan tentang bagaimana karyawan yang begitu bertanggung jawab terhadap pekerjaan hingga berani menempuh risiko, bertahan di tempat itu, bahkan ketika air mulai menggenangi lantai kerjanya.
Sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu berinspirasi bahwa ada orang tidak berkeahlian dan tak memiliki kompetensi khusus tapi punya loyalitas yang baik. Bagaimana karyawan yang berkeahlian dan berkompetensi khusus bisa menunjukkan loyalitas yang lebih baik?
Tak usah melihat contoh yang jauh karena tak sedikit karyawan sejumlah kantor di Plaza UOB yang justru cepat menyelamatkan diri tatkala banjir mulai datang, kendati ia bekerja di lantai atas, atau bukan lantai yang terkena banjir. Melihat fakta itu, kita bisa mengupas dari aspek loyalitas dan ketidakloyalitasan.
Salah satu faktor penyebab ketidakloyalitasan karyawan adalah ketidakpuasan yang bisa dipicu oleh beberapa hal, antara lain ketidakcocokan dengan pimpinan, ketidaknyamanan  kerja/ lingkungan kerja, keminiman upah/ fasilitas, atau yang bersifat psikologis seperti tidak ada penghargaan atas prestasi dan sebagainya.
Nitisemito menyatakan sebenarnya ketidakloyalitasan karyawan dapat dihindari apabila pimpinan/ pemilik perusahaan peka memperhatikan indikasi-indikasi yang terlihat dari sikap kerja karyawan. Pimpinan bisa mendeteksi dari perilaku karyawan, semisal kemenurunan produktivitas, peningkatan angka absensi, tingkat perpindahan yang tinggi, kegelisahan, dan sebagainya. Bila pimpinan peka bisa melihat indikasi itu dan ia segera mengambil langkah maka persoalan itu cepat teratasi.
Makna Loyalitas
Realitasnya, tidak semua pimpinan memahami, peduli, dan peka sehingga mereka banyak menjumpai tuntutan. Tuntutan yang merupakan perwujudan ketidakpuasan, pada tahap tertentu menumbuhkan keberanian melangkah lebih jauh semisal mogok kerja atau bekerja asal-asalan.
Aspek loyalitas juga berkait tingkat kematangan karyawan. Kategori usia yang berbeda akan menunjukkan aksentuasi loyalitas yang berbeda pula. Karyawan berusia di atas 50 tahun cenderung menunjukkan loyalitas tinggi. Hal itu berbeda dari karyawan yang berusia 30-40 tahun yang lebih menunjukkan loyalitas pada diri sendiri.
Hal ini harus dipahami karena mereka masih memiliki dorongan kuat untuk memantapkan keberadaan, bahkan bila perlu berpindah dari satu organisasi (perusahaan) ke organisasi lain, atau dari satu profesi ke profesi lain. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa karyawan berusia muda belum banyak menyerap makna loyalitas, memiliki kecenderungan yang mengarah pada gaya hidup santai, bahkan bila memungkinkan disertai hura-hura.
Karyawan merupakan aset terbesar suatu organisasi/ perusahaan. Karena itu atasan atau pimpinan perusahaan khawatir bila harus kehilangan karyawan, terutama mereka yang dianggap berkualitas. Karena itu pula pimpinan atau pemilik perusahaan selalu berusaha supaya karyawan itu betah bekerja pada perusahaan tersebut.
Gaya kepemimpinan merupakan salah satu eleman atau unsur penting yang dapat mendorong karyawan loyal terhadap perusahaan. Pola kepemimpinan yang baik, sebagai buah dari hasil kebijakan yang diterapkan dalam unit kerja, akan menghasilkan kenyamanan bagi orang-orang yang ia pimpin.
Ada pendapat mengenai pengertian kepuasan kerja, sebagaimana hasil penelitian Herzberg. Disebutkan faktor yang mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kemajuan. Pendapat lain menyatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana karyawan memandang pekerjaan mereka. Perasaan tersebut merupakan sikap umum seseorang terhadap pekerjaan, yang didasarkan atas penilaian terhadap aspek pekerjaan.
Loyalitas juga merupakan ukuran untuk melihat apakah seorang karyawan memiliki komitmen kuat atau tidak terhadap organisasi/ perusahaan. Komitmen adalah suatu keadaan yang membuat karyawan memihak pada suatu organisasi/ perusahaan, yang berarti setuju dengan aturan yang ditetapkan, nilai-nilai, tujuan, dan kepentingan organisasi, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Dari beberapa pemikiran, baik mengacu teori maupun hasil penelitian, kita perlu memperhatikan kepentingan dua arah demi keterwujudan tujuan organisasi, yaitu dengan mengakomodasi kepentingan karyawan sekaligus kepentingan organisasi. Kesadaran bahwa loyalitas tak selamanya langka, perlu dihayati oleh karyawan hingga sampai tataran pimpinan.
Kesadaran akan muncul, betapa loyalitas menjadi dan amat bergantung pada seringnya karyawan menghitung apa dan seberapa yang didapat dalam jangka pendek, sementara di sisi lain mereka telah berjuang, berpikir, dan menjalankan tugas organisasi/perusahaan. Bagi karyawan yang smart, tentu memiliki terjemahan tersendiri atas keahlian dan loyalitas sehingga loyalitas itu tidak bersifat kaku. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar