Setelah berada dalam kontroversi
nan panjang dan melelahkan, akhirnya Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi kompleks olahraga
terpadu di Hambalang.
Merujuk
pasal-pasal yang disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak
tanggung-tanggung, Anas terancam hukuman penjara seumur hidup. Melihat
optimisme yang ditampilkan selama ini, tidak terlalu berlebihan apabila
Anas terkejut dengan status hukum baru tersebut. Begitu optimistisnya, Anas
tidak ragu menyatakan dirinya siap digantung di Monas jika terbukti
terlibat dalam kasus korupsi Hambalang.
Karena itu,
sesaat setelah KPK mengumumkannya sebagai tersangka,banyak pihak
berseloroh: Monas bersiap menunggu Anas. Dalam posisi sebagai ketua umum
Partai Demokrat, yang paling ditunggu masyarakat adalah respons Anas
terhadap status hukum tersebut. Dalam keterangan kepada media sehari
setelah menjadi tersangka, Anas menyatakan: “Hari ini saya nyatakan bahwa ini baru halaman pertama.Masih banyak
halaman berikut yang akan kita buka dan baca.Ini bukan tutup buku,
melainkan pembukaan buku halaman pertama”. Apabila diletakkan dalam
konteks penegakan hukum dan kasus hukum yang dihadapi, bagaimana
menjelaskan kalimat bersayap Anas tersebut? Pertanyaan ini terasa begitu
penting karena kalimat bersayap Anas pasti tidak ditujukan ke alamat
tunggal.
Kebablasan
Sebagaimana
biasanya, Anas tidak pernah hadir dengan nada tinggi dan menggebu- gebu.
Dalam keterangan kepada media (23/2) di Kantor DPP Partai Demokrat, Anas
masih memperlihatkan sikap optimistis. Karena itu, begitu memberi respons
atas status hukum sebagai tersangka, Anas langsung mengatakan bahwa selama
ini ia tak pernah membayangkan akan menjadi tersangka. Berkali-kali Anas
bahkan menegaskan bahwa keterangan yang dikemukakan oleh Nazaruddin adalah
karangan belaka.
Sepertinya
optimisme dan bayangan Anas berubah setelah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) memberikan isyarat kepada KPK. Isyarat itu muncul dalam
jumpa pers SBY di Jeddah (5/2) yang meminta KPK segera menyelesaikan kasus
Hambalang yang menyeret kader Partai Demokrat, termasuk di dalamnya
Anas.Tambah lagi, begitu sampai di Tanah Air, SBY seperti memberi isyarat
tambahan agar Anas fokus menghadapi masalah hukum di KPK.
Kecurigaan Anas
sangat mungkin bertambah karena di tengah isyarat SBY itu tiba-tiba semua
pengurus Partai Demokrat diwajibkan menandatangani pakta integritas. Di
mana dalam pakta integritas dinyatakan, pengurus partai harus mengundurkan
diri apabila menjadi tersangka. Tambah lagi, entah dari mana sumbernya,
tiba-tiba beredar dokumen surat perintah penyidikan (sprindik) KPK atas
nama Anas di masyarakat.
Boleh jadi
dengan menggunakan teori konspirasi, bagi Anas,semua peristiwa tersebut
menjadi sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan. Dengan menempatkan sebagai
rangkaian peristiwa yang utuh, Anas seperti hendak menyampaikan bahwa
isyarat dari SBY yang menjadikan dirinya sebagai tersangka.Apalagi, tambah
Anas,dia merupakan figur yang tidak diharapkan menjadi ketua umum Partai
Demokrat dalam Kongres Bandung 2010.
Apabila dilihat
dari proses penegakan hukum yang sangat rawan masuk wilayah tafsir politik,
dalam posisi ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, amat tidak elok bagi SBY
mengeluarkan pernyataan agar KPK segera memastikan status hukum bagi Anas.
Karena itu, serangan Anas kepada SBY adalah sesuatu yang dapat dipahami.
Apalagi, pernyataan itu hadir setelah hasil survei yang menyatakan
elektabilitas Partai Demokrat merosot tajam.
Tidak hanya
itu, bila dilihat dalam posisi sebagai kepala negara dan kepala pemerintah,
pernyataan pers SBY di Jeddah tersebut juga tentu jauh dari elok.Dalam
agenda kunjungan kenegaraan itu tiba-tiba Presiden SBY hadir dengan memakai
jubah negara berupaya menyelesaikan krisis internal Partai Demokrat.
Bagaimanapun ketika menyampaikan jumpa pers yang memberikan isyarat ke KPK
tersebut, SBY sedang mempertontonkan kepada masyarakat kegagalan
memosisikan diri di antara sebagai presiden dan ketua Dewan Pembina Partai
Demokrat.
Dari etika
penyelenggaraan negara, kejadian ini merupakan kebablasan seorang presiden.
Kendati demikian, saya tidak percaya penetapan status hukum Anas sebagai
tersangka karena isyarat SBY. Sebagai sebuah proses hukum yang telah
berlangsung lama,sangat mungkin, tahapan peningkatan status Anas bertemu
dengan kegelisahan SBY sebagai ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Meskipun demikian, pernyataan SBY meminta KPK segera menuntaskan kasus
Hambalang jelas menimbulkan tafsir politik yang luas terhadap kerja keras
KPK dalam pemberantasan korupsi.
Halaman Pertama
Apa pun yang
dipikirkan sesungguhnya, penetapan sebagai tersangka tepat dikatakan
sebagai buku halaman pertama Anas. Apabila diletakkan dalam konteks
pemberantasan korupsi, kita menunggu terbukanya halamanhalaman berikutnya.
Dari sisi Anas, halaman berikutnya yang sedang ditunggu adalah upaya
mendudukan kasus ini secara benar dan terbuka. Dalam situasi seperti
sekarang, menjadi lebih baik bila keterangan Anas mampu membantu KPK
membuka kasus ini secara tuntas.
Banyak pihak
percaya, sejak kasus korupsi Hambalang mencuat ke permukaan, dalam posisi
sebagai ketua umum Partai Demokrat, Anas pasti sudah mendiskusikan dengan
banyak pihak. Karena itu, sebaiknya semua fakta yang diketahui disampaikan
ke KPK. Dengan cara itu, KPK memiliki informasi yang komprehensif dalam
melihat kasus ini. Dalam hal ini, paling tidak Anas bisa meniru langkah
keluarga Mallarangeng. Ketika Andi Alifian Mallarangeng ditetapkan sebagai
tersangka, mereka berupaya menjelaskan posisi Andi dan pihak lain yang
terkait dan berperan dalam kasus tersebut.
Apalagi, Anas
diyakini punya data terkait penyelewengan sejumlah kasus, termasuk dana
talangan Rp6,7 triliun untuk Bank Century. Apabila tekad tersebut benar
dilakukan, Anas tidak hanya membantu KPK, tetapi juga membantu menguak
misteri di balik skandal bailout Bank Century. Dalam konteks itu, bayangan
saya, halaman kedua buku Anas akan berisi penjelasan sistematis kasus
Hambalang. Tentu saja, penjelasan tersebut hanya terbatas sekitar fakta
yang diketahui Anas.
Sementara itu,
bagi KPK, status tersangka Anas hanya baru dapat ditempatkan sebagai
halaman pertama. Untuk itu, KPK harus bekerja keras agar segera membuka
halamanhalaman berikutnya. Paling tidak, langkah ini dilakukan untuk
membuktikan bahwa status tersangka Anas hasil dari sebuah proses hukum dan
jauh dari intervensi.
Banyak pihak
percaya, sekiranya mampu bergerak cepat, segala macam bentuk tuduhan yang
dialamatkan ke KPK akan rontok dengan sendirinya. Kini masyarakat sedang
menunggu terbukanya halamanhalaman berikutnya di balik status tersangka
Anas. Yang terpenting, status tersangka bukan akhir dari segalanya. Laksana
sumber bacaan, membaca buku tidak boleh berhenti di halaman pertama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar