ANGIN "tahun politik" meniup juga pada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pembahasan dan rencana
diberlakukannya Kurikulum 2013 pun "diramesi" (direka duga)
sebagai upaya penguasa mencari kucuran dana sebagai modal politik.
Tidak penting hasil rekaan penuh praduga itu dapat
dinalar atau tidak. Yang jelas, anggaran Kurikulum 2013 yang Rp 2,49
triliun itu lebih besar daripada kasus Hambalang, dilontarkan ke publik
sebagai bagian dari dana 2014.
Benarkah anggaran untuk penyiapan Kurikulum 2013 mencapai
Rp 2,49 triliun? Tulisan berikut ingin menjelaskan berkait dengan adanya
anggapan di masyarakat akan kemungkinan penyalahgunaan anggaran itu. Namun,
kewaspadaan publik itu juga patut dihargai agar mendorong penggunaan
anggaran lebih akuntabel.
Anggaran Melekat
Besarnya anggaran yang mencapai Rp 2,49 triliun untuk
Kurikulum 2013 memang benar adanya. Tapi, jangan dulu disimpulkan bahwa
anggaran sebesar itu datangnya tiba-tiba dan bakal bisa menjadi
"bancakan" orang-orang yang berkepentingan dengan Pemilu 2014.
Keliru jika kesimpulannya seperti itu. Sebab, sejatinya
anggaran sebesar itu terdiri atas anggaran melekat dan anggaran langsung.
Yakni, anggaran yang secara rutin diajukan oleh Kemendikbud berkait dengan
upaya meningkatkan kualitas dan pemerataan di bidang pendidikan. Artinya,
ada atau tidak ada Kurikulum 2013, anggaran itu tiap tahun diusulkan dalam
anggaran rutin Kemendikbud.
Masuk dalam kategori anggaran melekat ini, antara lain,
pengadaan buku dan pelatihan-pelatihan guru pada tiap satuan pendidikan.
Anggarannya pun bukan hanya melekat pada APBN yang dikelola oleh
Kemendikbud, tapi termasuk APBN yang disalurkan melalui DAK (dana alokasi
khusus) ke provinsi dan kabupaten/kota. Besarnya mencapai angka Rp 1,74
triliun, terdiri atas APBN Kemendikbud Rp 991,8 miliar dan DAK Rp 748,5 miliar.
Adapun anggaran langsung yang nilainya Rp 751,4 miliar
adalah anggaran murni yang diusulkan dan didedikasikan karena adanya
Kurikulum 2013. Peruntukannya, antara lain, penyiapan dokumen kurikulum;
penulisan dan pembuatan buku untuk siswa dan guru; uji publik dan
sosialisasi; pengadaan buku; pelatihan guru; serta monitoring dan evaluasi.
Gabungan antara anggaran yang melekat dan anggaran murni
yang diusulkan karena adanya Kurikulum 2013 itulah yang memunculkan angka
Rp 2,49 triliun. Sebuah angka yang fantastis jika dilihat semata hanya dari
jumlah dan nilai, tanpa mempertimbangkan jangkauan dan jumlah sasaran yang
hendak dilayani.
Upaya menjumlahkan nilai anggaran yang melekat dengan
anggaran langsung (anggaran murni), sehingga menjadi besar adalah bagian
dari transparansi dan akuntabilitas yang ingin dibangun dan dijalankan
jajaran Kemendikbud.
Sebenarnya jika pertimbangannya ingin aman dan tidak
mengundang polemik di masyarakat, Kemendikbud cukup menyebut angka Rp 751,4
miliar, nilai yang memang diusulkan dan diperuntukkan Kurikulum 2013. Tapi,
bukan itu yang dipilih. Sebab, memang faktanya anggaran yang telah melekat
itu pun akan diperuntukkan kesiapan implementasi kurikulum. Justru akan
menjadi pertanyaan besar ketika anggaran yang melekat itu, dengan adanya
Kurikulum 2013, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan kurikulum.
Penjumlahan dua jenis anggaran itu juga antara lain untuk
"mengawal" penggunaan anggaran yang sejak awal tahun anggaran
berada di daerah dalam bentuk DAK.
Harus diingat, berkait dengan implementasi Kurikulum
2013, pemerintah juga telah menjamin bahwa kebutuhan akan buku dan
pelatihan guru tidak boleh memberatkan peserta didik dan guru. Artinya,
semua disiapkan secara gratis, baik buku maupun bentuk pelatihan.
Penerimanya Besar
Harus juga diakui bahwa besarnya nilai anggaran itu
karena memang jangkauan dan jumlah sasaran yang hendak diberikan pelayanan
terhadap Kurikulum 2013 begitu besar.
Sebut contoh pengadaan buku teks siswa, pegangan guru,
dan dokumentasi kurikulum yang dianggarkan Rp 1,28 triliun. Besar dari sisi
nilai memang, tapi jumlah yang dihasilkannya pun besar, mencapai angka
lebih dari 62 juta eksemplar buku untuk siswa di jenjang SD, SMP, SMA, dan
SMK, serta 1,7 juta eksemplar buku panduan atau pegangan guru.
Demikian juga anggaran pelatihan guru sebesar Rp 1,09
triliun yang diperuntukkan 700 ribu lebih guru, kepala sekolah, dan
pengawas, dengan waktu pelatihan 3-5 hari pertemuan. Dari jumlah sasaran
yang sangat besar itulah, anggaran Rp 2,49 triliun menjadi kecil jika
dibagi dengan mereka yang akan menerima pelayanan.
Terlalu berprasangka kiranya jika melihat fakta-fakta
ini, kemudian masih ada masyarakat yang mencoba "ngramesi"
anggaran Kurikulum 2013 dan menyimpulkan bahwa besarnya anggaran untuk
kurikulum adalah bagian yang bakal menjadi "bancakan" orang-orang
untuk kepentingan Pemilu 2014. Naudzubillah mindzalik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar