KEKALAHAN quick
count pasangan yang diusung Partai Demokrat (PD), Dede
Yusuf-Lex Laksamana, dalam pemilihan gubernur (pigub) Jawa Barat sedikit
banyak memperlihatkan bahwa partai ini memang sedang layu. Sebelumnya,
kekalahan serupa terjadi di pilgub DKI. Selain dua daerah tersebut, Jawa
Timur, yang sedang menyongsong pilgub 2013, merupakan daerah penting dalam
barometer politik nasional (dalam pemilu 2009, PD urutan pertama di Jatim
mengungguli PDIP dan PKB, Red).
Analogi dalam
istilah militer, ketika suatu wilayah sedang dalam keadaan terancam, status
darurat perlu diberlakukan untuk segera diambil tindakan-tindakan cepat
untuk menyelamatkannya. Begitu juga untuk PD menghadapi pilgub Jatim tahun
ini.
Sangat kentara
PD di Jatim sedang melemah. Di antara semua kabupaten/kota di Jawa Timur,
hanya di Pacitan PD mampu memenangi dukungan dalam pilkada. Selebihnya,
partai ini hanya mampu membonceng partai lain sebagai pasangan wakil
bupati/wali kota, yakni di Blitar, Malang, dan Lamongan.
Padahal,
pilkada dan pilgub merupakan momentum konsolidasi partai politik untuk
barometer nasional. Di sisi lain, Jatim tidak dapat diabaikan sebagai salah
satu episentrum. Ibarat gempa, episentrum itu nanti turut menentukan besar
kecilnya jangkauan gempa yang terjadi.
Namun, kondisi
PD yang hanya mampu menguasai sedikit kabupaten/kota di Jatim itu agak
terselamatkan manakala melihat calon yang diusung dalam pilgub masih
menempatkan pasangan incumbent Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa).
Setidaknya pasangan ini telah memiliki start yang lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan pasangan lain karena masyarakat Jatim tentu sudah
mengenal sosok keduanya sebagai gubernur dan wakil gubernur berikut
sejumlah prestasi yang ditorehkan.
Ketokohan
memang lebih penting selain menggantungkan kepada mesin partai sebagaimana
terjadi di pilgub Jabar. Calon PKS (Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar) menang
dalam hitung cepat di tengah serudukan kasus sapi yang menimpa Lutfi Hasan
Ishaaq semasa menjadi presiden PKS.
Pertanyaan
menggelitik berikutnya untuk PD adalah, apakah pasangan itu dapat menjamin
stabilitas dukungan dalam pilgub Jatim di tengah kondisi PD yang sedang
ditempa bertubi-tubi prahara. Saat pilgub sebelumnya, kondisi PD relatif
bagus jika dibandingkan dengan saat ini setidaknya terlihat dari jajaran
pengurus -baik pusat maupun daerah- yang terkonsolidasi dengan rapi. Dalam
kondisi partai yang prima, pasangan Karsa dapat dengan leluasa melakukan
konsolidasi internal maupun eksternal untuk meraih dukungan pemilih.
Akan tetapi,
dalam kondisi partai yang prima sekalipun, pasangan Karsa masih kesulitan
memenangi raihan suara secara mutlak. Pilgub Jatim 2008 berlangsung dalam
dua putaran ditambah satu kali pemilihan ulang di beberapa tempat di Madura
setelah sengketa pilgub di Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, PD tidak bisa
mengabaikan begitu saja pentingnya konsolidasi internal maupun eksternal
menghadapi pilgup walaupun tetap mengusung incumbent.
Langkah Darurat Internal
Setali tiga
uang, pekerjaan rumah yang tidak main-main beratnya menghadang PD menjelang
pilgub Jatim. Pekerjaan rumah dimaksud ialah mengonsolidasikan kondisi
internal PD sembari merangkul dukungan-dukungan dari luar. Kondisi internal
itu tidak dapat dilepaskan dari kondusivitas kepengurusan di tingkat pusat
yang belakangan sedang ditempa tsunami politik. Konflik internal di
kepengurusan pusat itu tentu sedikit banyak berpengaruh terhadap
kepengurusan partai di level Jatim atau sekurang-kurangnya bagi citra PD di
mata masyarakat pendukungnya.
Tidak berhenti
di situ. Kondisi internal PD di Jawa Timur juga sedang mengalami prahara
politik. Hal itu terjadi pada pemecatan dua orang kader PD yang sedang
menjabat Ketua DRPD Surabaya Wishnu Wardhana dan Ketua Badan Kehormatan
DPRD Surabaya Agus Santoso yang kini masih alot. Sebagaimana ungkapan
populer bahwa perang saudara lebih berdarah daripada perang biasa,
pemecatan dua orang kader PD tersebut hingga kini belum menemukan titik
solusi.
Dua sosok itu
masih ngotot bahwa posisinya sebagai kader PD
maupun sebagai wakil rakyat Kota Surabaya tidak bisa digoyahkan oleh induk
partai. Lebih jauh, pemecatan dua orang tersebut bahkan melebar kepada
pernyataan-pernyataan kontraproduktif sebagai ungkapan kekecewaan dari
keduanya terhadap Ketua DPD PD Jatim Soekarwo yang tidak lain adalah calon
gubernur incumbent yang diusung PD.
Melihat kondisi
internal yang serbasulit tersebut, langkah darurat internal kiranya
diperlukan. Konflik internal, baik di level pusat maupun daerah, hendaknya
secepatnya diselesaikan dengan tegas dan terukur. Hal itu terkait dengan
pertimbangan waktu yang mendekati pilgub Jatim, bahkan lebih jauh lagi
Pemilu 2014.
Kalaupun di
level pusat masih kesulitan mencari solusi, setidaknya konflik tersebut
tidak melebar ke daerah. Konflik yang berlarut-larut jelas akan menguras
tenaga dan biaya yang seharusnya lebih difokuskan untuk menyambut
perhelatan pilgub.
Jangan sampai
terjadi, alih-alih mempersiapkan secara matang pertarungan di pilgub,
jajaran pengurus PD malah kehabisan energi untuk menyelesaikan konflik
internal. Sementara calon-calon yang lain sedang bergerilya mengonsolidasikan
diri untuk mengambil alih kursi Jatim 1. Alhasil, masyarakat Jatim akan
terus mengawasi calon-calon maupun partai-partai yang nanti bertempur dalam
Pigub Jawa Timur 2013. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar