Khalayak ramai dan institusi menggunakan pakta integritas tanpa
mendalami makna dan konsekuensinya. Akibatnya, pakta integritas hanya jadi
jargon penanda janji itikad baik. Tanpa makna, bahkan melenceng jadi
komoditas politik pencitraan.
Terungkapnya berbagai skandal korupsi pucuk elite beberapa parpol
bagaikan petir menyambar. Kredibilitas parpol hancur di mata publik.
Skandal membuat partai menjilat ludah sendiri. Janji kampanye antikorupsi
hanya politik pencitraan. Yang terjadi, bangunan legitimasi politik untuk
melanggengkan korupsi, memperkaya diri dan perusahaan kroni. Pakta
integritas kemudian muncul belakangan.
Konsep Pakta Integritas
Pakta integritas secara konsep bukanlah alat pertobatan dan cuci
dosa. Sebaliknya, ia instrumen pencegahan tindak kejahatan publik, mengikat
individu atau institusi untuk berintegritas.
Sejak didengungkan pada pertengahan 1990-an oleh Transparency
International, lewat konsep island of integrity, pakta integritas menjadi
instrumen yang mengawali perubahan di banyak institusi pemerintahan,
terutama dalam melawan suap terhadap pejabat publik. Secara institusi,
instrumen ini digunakan untuk mengurangi ongkos bisnis dalam proses
privatisasi, perizinan, dan pengadaan barang dan jasa.
Pakta integritas mensyaratkan setidaknya tiga elemen dasar. Pertama,
adanya kesepakatan dan pernyataan integritas oleh pejabat publik. Kedua,
adanya pengakuan publik dan terbuka. Ketiga, adanya sanksi dan arbitrase
sebagai konsekuensi dan resolusi konflik. Pakta integritas awalnya
digunakan untuk mempermudah infiltrasi bisnis di awal fase globalisasi
kapital. Perkembangan selanjutnya kemudian diadopsi dengan sebuah
pendekatan perubahan sistem dengan tajuk integritas sistem.
Integritas sistem memiliki ranah lebih luas dengan dua aras perubahan
(Hubert, Six, 2008). Pertama, pengondisian di ranah institusi menyangkut
pengakuan nilai, perubahan kebijakan, kontrol, dan sanksi. Di ranah luar
institusi, sistem integritas mensyaratkan adanya institusi pengawasan
independen dan kebebasan media mengontrol integritas sistem. Selain itu,
perlu pengondisian di masyarakat dalam bentuk pendidikan integritas untuk
melawan sikap permisif publik atas korupsi atau tindakan tak berintegritas.
Pendidikan di masyarakat, menurut Hubert, penting dalam bentuk penciptaan
pemicu dari pengungkapan skandal publik yang jadi ranah lembaga pemantau
korupsi.
Ijtihad ”Pakta Integritas” yang oleh beberapa partai politik
sebenarnya inisiatif yang baik meski masih terlihat cacat konsep.
Pertama, pakta untuk politisi dibuat di akhir masa jabatan politik.
Sangat terlambat, terutama jika dilihat dari statuta dan janji politik
partai-partai inisiator yang mengusung isu anti- korupsi sebagai tema
kampanye utama. Seharusnya, pakta ini dibuat di awal sebagai instrumen
pencegahan di ranah etika politisi dengan sanksi administratif yang tegas
dan berat.
Kedua, pakta integritas dibuat sebatas pernyataan tanpa perikatan
aturan internal partai. Seharusnya, komitmen etik sebagai tindak lanjut
pelaksanaan pakta integritas dilakukan dengan dasar aturan internal partai
jelas. Misalnya, jika terjadi pelanggaran etik, bagaimana mekanismenya?
Apakah dibawa ke sidang etik partai atau langsung mundur dengan sebuah
pernyataan publik?
Ketiga, perikatan integritas seorang politisi hanya kepada majelis
partai atau konstituen partai, atau kepada publik secara luas. Apakah
dimungkinkan konstituen atau publik partai melaporkan peristiwa pelanggaran
etik? Atau, semata karena penilaian petinggi partai? Apakah pakta
integritas ini berlaku publik atau cukup di wilayah partai yang masih
setengah privat setengah publik? Jika berlaku publik, instrumen ini dapat
digunakan publik untuk menagih janji integritas, terutama jika terjadi
peristiwa pelanggaran integritas.
Keempat, cakupan ranah integritas. Dalam konteks etik, perikatan pakta
integritas untuk politisi seharusnya tidak hanya berkaitan dengan korupsi.
Juga mengatur persoalan kinerja dan tanggung jawab publik seorang politisi
terkait fungsi dan tanggung jawabnya di ranah publik. Jika seorang politisi
ingkar janji atau tak pernah ikut sidang di parlemen atau melakukan
kebohongan kepada konstituen, seharusnya bisa dipermasalahkan lewat pakta
integritas ini.
Salah Kaprah
Salah kaprah di dalam penggunaan pakta integritas akan menimbulkan
kebingungan publik, terutama ketika mengukur komitmen nilai-nilai
integritas yang dianut parpol. Jika diterapkan secara salah dan
setengah-setengah, pakta integritas ini akan memunculkan konflik nilai dan
tidak konsisten. Pada titik ini, publik akan menganggap pakta integritas
hanya dibuat untuk kepentingan elite semata, jadi pemanis muka dan alat
cuci dosa.
Tujuan substansial dari lahirnya konsep integritas sistem adalah
untuk meningkatkan kepercayaan publik. Untuk mencapai hal ini, partai
politik harus jadi partai terbuka, baik terkait prestasi maupun dosa-dosa.
Tidak mungkin ada pengampunan dosa jika tidak ada pengakuan dosa terlebih
dahulu. Elite partai harusnya sadar, integritas adalah satu kata dan
perbuatan, bukan penyepakatan kebohongan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar