Gerakan
prodemokrasi mengguncang dunia Arab seiring terjadinya Arab Spring pada
awal 2011. Gelombang gerakan prodemokrasi ini menggelegar sebagai suatu
kekuatan raksasa yang tak terbendung dan secara masif-eksplosif melanda
negara-negara Arab.
Gerakan prodemokrasi mengguncang dunia Arab
seiring terjadinya Arab Spring pada awal 2011. Gelombang gerakan
prodemokrasi ini menggelegar sebagai suatu kekuatan raksasa yang tak
terbendung dan secara masif-eksplosif melanda negara- negara Arab.
Akibatnya, satu per satu rezim Arab yang otoriter tumbang. Rezim represif
Zainal Abidin ben Ali di Tunisia yang telah berkuasa selama 23 tahun runtuh
pada 14 Januari 2011.Rezim otoriter Hosni Mubarak yang telah bertahta di
kursi kepresidenan selama 30 tahun terjungkal pada 11 Februari 2011. Rezim
diktator Khadafi di Libya yang telah bercokol di tampuk pemerintahan selama
42 tahun tergusur pada 21 Agustus 2011. Hanya rezim represif Bashar al-
Assad di Suriah yang masih bertahan di tengah gempuran sengit pasukan
oposisi.
Perang Sipil
Pada 17 Juli 2000,Bashar al-Assad dilantik sebagai presiden menggantikan
Hafez al- Assad (sang ayah) yang berkuasa selama 29 tahun. Dinasti Assad
terus bertengger di negeri itu. Saat Bashar Assad hendak menggantikan
ayahnya, dia belum berumur 40 tahun. Menurut konstitusi, calon presiden
harus berumur 40 tahun. Segera parlemen merevisi konstitusi itu dan
menyesuaikannya dengan usia Assad.
Bashar Assad mulus menduduki kursi kepresidenan tanpa rintangan apa
pun.Pada Pemilu 2007, Assad terpilih kembali sebagai presiden untuk masa
jabatan tujuh tahun berikutnya. Di awal konflik, Assad bersedia memenuhi
tuntutan oposisi. Pertama, mencabut undang-undang keadaan darurat yang
telah diberlakukan selama 50 tahun. Kedua, membebaskan tidak kurang dari
200 tahanan yang sudah lama mendekam dalam penjara.
Ketiga, membubarkan Pengadilan Keamanan yang ditugasi untuk mengadili para
pembangkang. Keempat, membolehkan demonstrasi damai. Kelima, merombak
kabinetnya. Tapi kelompok oposisi tidak puas terhadap pelonggaran sikap
politik Assad. Akibatnya, konflik Assad versus oposisi menyeret pecahnya
perang saudara yang dibumbui sentimen sektarian. Rezim Assad yang berhaluan
ideologi Alawiyin (didukung Iran) berjibaku melawan kubu oposisi yang
berbasis paham Suni (disokong Arab Saudi).
Kubu oposisi menuntut Assad mundur dari kursi kepresidenan. Tapi Assad
bersikeras mempertahankan kekuasaannya demi mempertaruhkan gengsi dinasti
dan harga diri politiknya. Untuk mengefektifkan gerakan perlawanan, kubu
oposisi membentuk Koalisi Nasional (diketuai Muaz al-Khatib). Perang
saudara dengan menggunakan senjata berat terus berkecamuk dan sudah
berlangsung selama 23 bulan.
Diperkirakan sudah 90.000 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam perang
berkuah darah ini.Ribuan warga Suriah mengungsi. Dilaporkan setiap harinya
5.000 orang mengungsi dalam beberapa pekan terakhir ini. Amerika Serikat
(AS) dan negara-negara Barat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Suriah
karena dinilai telah melakukan “pembunuhan” terhadap rakyat sipil dalam jumlah
yang besar.
Akibat embargo ini, Suriah tidak dapat menjual minyaknya ke Uni Eropa
sehingga kehilangan pendapatan negara sebesar 2 miliar dolar AS. Prancis
mengusulkan agar Barat melakukan intervensi militer ke Suriah, tapi AS
tidak menyetujuinya. Rusia dan China juga menolak intervensi militer Barat
ke Suriah. Liga Arab mendepak Suriah dari keanggotaannya sehingga rezim
Damaskus semakin terisolasi. Seruan AS, negara-negara Uni Eropa, dan
beberapa negara Arab agar Assad mundur tidak digubris Assad.
Gempuran Pasukan Oposisi
Di tengah kecamuk perang saudara, beberapa petinggi militer dan polisi
Suriah (Letjen Abdul Aziz al-Shalal) membelot. Sudah lebih dari 2.000
tentara Suriah dilaporkan membelot ke Yordania. Dalam waktu yang sama, PM
Riad Farid Hijab juga membangkang dan membelot ke Yordania. Sementara itu,
AS dan Uni Eropa memperingatkan Assad untuk tidak menggunakan senjata kimia
melawan pasukan oposisi.
Situasi politik yang rentan di Suriah menebar konflik dengan Turki (negara
tetangganya). Merasa terancam dengan bara konflik yang terjadi di Suriah,
Turki meminta NATO menempatkan rudal patriot dan tentaranya di perbatasan
Suriah-Turki. Rusia, yang pada mulanya mendukung Assad, kini berubah sikap.
Rusia memastikan tidak akan memberikan suaka politik kepada Assad
seandainya dia terguling.
Tapi Assad boleh menarik napas lega karena Rusia masih mau memasok senjata
untuk memperkuat persenjataan tentaranya. Akibat perang sipil, Suriah
hancur secara sosial-ekonomi. Gedung, rumah, dan fasilitas umum luluh
lantak. Penggantian tujuh menteri yang ditugasi menangani bidang ekonomi
tak akan banyak membantu perbaikan ekonomi. Di tengah situasi eksplosif
ini, pesawat Israel menyerang sasaran yang diduga sebagai pusat riset
nuklir Suriah.Assad marah,tapi tidak berkutik melawan Israel.
Dalam pertempuran terakhir, pasukan oposisi berhasil menguasai bandara
strategis Aleppo. Kemudian pasukan oposisi merebut Dam Al- Thawra, dam
terbesar yang menjadi simbol industri paling bersejarah dalam empat dekade
kekuasaan rezim dinasti Assad.Tidak lama setelah itu, pasukan oposisi
(Tentara Pembebasan Suriah) menembakkan dua mortir ke sisi selatan tembok
Istana Tishreen (salah satu istana Assad). Asad dan rezimnya semakin
terancam. Di tengah gempuran sengit pasukan oposisi, Assad bergeming. Ia
bahkan mau maju dalam pertarungan Pilpres 2014.
Ia mengklaim, konflik yang terjadi di negaranya adalah konspirasi AS dan
kaum Zionis internasional, bukan perang antara tentara pemerintah dengan
kelompok Islamis atau Salafis.Assad bersumpah tidak akan meninggalkan
negaranya. Hidup atau mati, ia akan tetap bertahan di Suriah. Mampukah
Assad bertahan seperti Chavez di Venezuela dan Ahmadinejad di Iran atau ia
akan tumbang secara tragis seperti Ben Ali, Mubarak, dan Khadafi? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar