Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhirnya menetapkan
Anas Urbaningrum (AU) sebagai tersangka. Ketua HMI periode 1997-1999 itu
disangka terlibat dalam penerimaan gratifikasi sejumlah proyek. Sebagai
konsekuensi dari pakta integritas yang sudah ditandatanganinya, AU kemudian
mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD).
Terlepas dari proses pemulihan yang masih berjalan di
internal PD, ada hal menarik yang bisa dipetik dari karut-marut di partai
berlambang bintang Mercy ini, terutama terkait dengan figur sentral AU.
Sulit disangkal bahwa AU telah berhasil merepresentasikan sebuah kapasitas
tertentu. Kapasitas sebagai politisi karier yang matang secara
emosionalitas. Hal itu terlihat sejak dirinya dikait-kaitkan dengan proyek
koruptif Hambalang sampai dengan penetapannya sebagai tersangka.
Nama AU mulai disebut-sebut oleh Nazaruddin pada
Agustus 2011. Saat itu Nazaruddin sedang dalam pelarian. AU juga dikatakan
sebagai Ketua Besar oleh Mindo Rosalina (MR). MR ketika itu sebagai saksi
dalam persidangan Nazaruddin di pertengahan Januari 2012. Selanjutnya,
dalam persidangan Nazaruddin pada akhir Februari 2012, nama AU juga kembali
disebut. AU dikatakan menerima gratifikasi mobil dan sejumlah uang. Terkait
dengan keterlibatannya itu, AU hanya memberikan komentar datar. Dia tidak
tahu-menahu tentang proyek Hambalang.
Hal ini berbeda dengan kebanyakan pejabat publik, yang
lantas emosional dan berkomentar kontra-produktif. Sering kali bahkan
disertai ancaman hendak menggugat balik atas pencemaran nama baik. AU
terlihat sangat cool. Tidak
meledak-ledak, nyaris tampak innocent,
sehingga publik sempat ragu-ragu akan kebenaran keterlibatannya. Terlebih
lagi dengan penegasannya yang sangat meyakinkan pada awal Maret 2012. AU
dengan emosi yang terkendali membantah semua tuduhan itu. Bahkan dia siap
digantung di Monas jika memang terbukti korupsi.
Sikap AU yang terkontrol dan tetap santun ini terus
berlanjut, termasuk ketika Ignatius Mulyono (IM) sudah menyatakan bahwa
AU-lah yang memerintahkannya mengurus sertifikat tanah Hambalang. AU dengan
terkendali dan sangat tenang kembali memberikan jawaban taktis. Dia secara
tegas menyatakan tidak pernah memerintahkan IM. Tudingan bahwa uang hasil
praktek rasuah sebagian digunakannya untuk memenangi kongres PD pada 2010
juga ditepisnya dengan santun. Di detik-detik genting terkait dengan
posisinya setelah pengambilalihan kendali PD oleh Majelis Tinggi (8
Februari), dia bahkan masih tetap tenang. Tidak overprotective dan konfrontatif bahkan kepada pihak-pihak yang
jelas-jelas berseberangan dengannya. AU kentara sekali mencoba masih
bersikap positif.
Sikap-sikapnya yang positif itu tentu dilandasi oleh
pemikiran-pemikirannya yang juga positif. Sebagai contoh, hal itu terlihat
dalam pidatonya ketika maju dalam bursa Ketua Umum PD. Saat itu AU
menyampaikan bahwa kongres bukan sebuah arena pertarungan untuk memenangi
pertandingan. Kongres adalah sebuah momen kompetisi damai di antara para
saudara. Pernyataannya itu didasarkan pada keyakinan bahwa semua kandidat
pemimpin PD adalah kader terbaik.
Deklarasinya itu di satu sisi sangat simpatik bahkan
bagi para pendukung kandidat lawan. Di sisi yang lain sangat politis karena
tidak ingin ada friksi lebar. Bagi kandidat Ketua Umum PD, friksi yang
lebar hanya akan menambah beban energi konsolidasi pasca-kongres. Pemikiran
positif AU yang lain adalah tekadnya untuk menginstitusionalkan PD sebagai
pengejawantahan tokoh sentral, yaitu SBY. PD hendak dibawa menjadi sebuah
organisasi yang modern. Bukan hanya sebatas fans club SBY seperti sinyalemen yang selama ini beredar.
AU juga mempunyai misi untuk menstabilkan internal PD.
Implementasinya adalah dalam kaderisasi yang berkualitas dan sistemik;
pendelegasian wewenang melalui struktur partai yang terukur; serta
membangun integritas, kecerdasan, dan kerendahan hati. Di samping itu juga
mengupayakan pengelolaan logistik yang kuat dan akuntabel bagi operasional
PD.
Untuk itu, AU hendak membebaskan PD dari polusi politik
uang, dan lebih mengedepankan budaya demokrasi daripada patronisme dan
asal-usul primordial. Pemikiran-pemikirannya terbukti dijalankannya tanpa
banyak retorika. Sesuai dengan konsep-konsep berpolitiknya, yang merupakan
pengejawantahan revolusi sunyi, banyak strategi yang lebih bisa dijalankan
melalui lobi-lobi daripada publikasi.
Hal inilah yang agaknya belum banyak disadari oleh para
politikus, bahkan di kalangan PD sendiri. Terbukti, AU berhasil membangun
kekuatan lobi di struktural PD dari DPD dan-terutama-DPC. Konsep berpolitik
AU itu merupakan sebuah hasil pendewasaan diri yang luar biasa.
Jarang-setidaknya dari semua tertuduh koruptor sampai saat ini-ada yang
bisa bersikap setenang dan seterkontrol AU.
Secara positif, karakter ini layak dimiliki
oleh umumnya setiap pemimpin karena bisa menenteramkan bawahan, terlepas
dari beban berat apa pun yang sedang bergejolak di dalam dirinya. Sungguh
sebuah manajemen perasaan yang telah mengendap. Namun, jika pada akhirnya
nanti AU terbukti melakukan korupsi, ceritanya akan menjadi lain. Sebab,
kemampuan ini hanya layak dibandingkan dengan para pemimpin besar
keluarga-keluarga mafia. Mafioso sejati tidak akan membiarkan lawan
mengetahui perasaan dan pikirannya. Sebuah garis tipis yang mendekati
pribadi berhati dingin. Karakter ini juga dekat dengan para psikopat.
Mengerikan sekali membayangkan elite negeri ini adalah serigala berbulu domba.
Sadis di balik senyum simpatik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar