KECELAKAAN mobil listrik Tuxuci yang sedang dikendarai
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan di lereng Gunung Lawu,
Magetan, pada Sabtu (5/1) lalu masih menjadi perbincangan hangat di
masyarakat. Terlepas dari kontroversi di seputar kecelakaan tersebut, salah
satu hal yang menarik berkaitan dalam hal ini ialah dugaan pencurian
teknologi yang sempat disangkakan oleh pembuatnya, meski kemudian dibantah
oleh Menteri Dahlan Iskan.
‘Pencurian teknologi’, entah itu mobil listrik ataupun invensi lainnya,
sering dihubungkan orang dengan hak kekayaan intelektual (HKI). Tulisan ini
merupakan elaborasi terhadap isu tersebut, terutama paten yang berkaitan
erat dengan pengembangan mobil listrik sebagai salah satu teknologi yang
diharapkan menjadi solusi alternatif untuk mengatasi persoalan makin
terbatasnya sumber daya energi di dalam negeri.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) urgensi pentingnya mengelaborasi aspek
HKI, khususnya paten dalam pengembangan mobil listrik. Pertama, kata kunci
dalam pembahasan mobil listrik ialah teknologi. Dalam perspektif HKI yang
diakui dan berlaku secara internasional, invensi yang berkaitan dengan
teknologi dilindungi dengan sistem paten.
Pengakuan atas invensi suatu teknologi harus dilakukan dengan
mendaftarkan patennya di instansi yang berwenang sebagai dasar pemberian
hak eksklusif oleh negara kepada inventornya untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuannya kepada pihak
lain untuk melaksanakannya.
Dalam kaitan ini, teknologi (termasuk mobil listrik)
dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu pertama, teknologi yang
dilindungi dengan sistem paten, dan yang kedua, menyangkut keahlian (skill) dan keterampilan (technical know how) (Muchlinski,
2007).
Mengacu pada pembagian tersebut, `pencurian teknologi' seperti diduga
oleh pembuat mobil listrik kepada tim bentukan Menteri Dahlan Iskan lebih
mungkin pada pencurian dalam konteks yang terakhir, yaitu technical know how, bukan pada
teknologi yang telah dilindungi dengan sistem paten.
Mencuri Teknologi
Modus pencurian dengan mempelajari keunggulan teknologi seperti ini
banyak dilakukan oleh inventor di nega ra berkembang terhadap teknologi
negara maju. Dalam hal ini, `pencuri' teknologi juga harus memiliki
keahlian yang hampir setara dengan pemilik teknologi sebenarnya. Beberapa
negara yang kemu dian berhasil maju di bidang teknologi melakukan `pencuri
an teknologi' melalui apa yang disebut dengan politik teknologi mengejar
ketertinggalan (catch up).
Hal ini seperti `halal' untuk dilakukan karena dalam praktiknya
nyaris tidak ada proses alih teknologi, terutama dari negara maju ke negara
berkembang yang dilakukan secara sukarela. Teknologi harus direbut atau
dalam ungkapan yang lebih langsung dicuri Jepang, misalnya, pernah
meramaikan dunia dengan resep curi teknologi (Achmad Zen Umar Purba, 2011).
Demikian juga China dan Korea yang kini sebagian produk teknologinya
berhasil mendominasi pasar dunia, termasuk Indonesia. Lewat cara itu pula,
negara-negara tersebut berhasil mencatatkan diri dalam jajaran 10 besar
pemohon pendaftaran paten, termasuk di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual (Ditjen HKI) Indonesia. Dalam beberapa bidang tertentu, mereka
bahkan berhasil mengalahkan negara maju yang teknologinya `dicuri',
termasuk dalam komponen teknologi mobil listrik yang kini didominasi oleh
paten Jepang dan China.
Sayangnya modus itu tidak berhasil dipraktikkan oleh Indonesia.
Alhasil, sampai saat ini, pertumbuhan paten yang berkaitan dengan teknologi
ini berlangsung relatif lamban, sehingga pendaftaran paten domestik
Indonesia masih tergolong rendah, bahkan jika dibandingkan dengan
negaranegara ASEAN sekalipun.
Berbasis Riset
Kedua, sebagai teknologi masa depan, pengembangan mobil listrik juga
harus berbasis pada kegiatan riset yang harus dikembangkan secara memadai,
terarah, dan berkelanjutan. Dalam skala riset, suatu teknologi sejatinya
tidak berhenti pada prototipe saja, tetapi harus sampai pada pendaftaran
paten, sebelum kemudian diproduksi/dikomersialkan atau masuk skala industri.
Secara teknologi, sistem mobil listrik terdiri dari tiga bagian
besar, yaitu sistem kendali, penyimpanan energi, dan motor/power inverter.
Tentu saja tidak harus semua komponen utama dalam mobil listrik ini
dikuasai. Oleh karena itu, peneliti/perekayasa mobil listrik dalam negeri
harus berhitung secara cermat, potensi dan kemampuan SDM yang dimiliki
untuk memilih komponen mana yang harus di l akukan riset mendalam hingga
memperoleh paten, dan komponen/teknologi mana yang mesti diimpor.
Berdasarkan data yang dimiliki penulis, belum terdapat pendaftaran
paten yang signifikan dilakukan oleh lembaga riset termasuk perguruan
tinggi berkaitan dengan teknologi mobil listrik ini. Dari penelusuran
secara terbatas di Ditjen HKI, penulis hanya menemukan satu pendaftaran
paten Marmut Listrik LIPI (Marlip) yang diajukan oleh LIPI.
Realitas itu tentu saja membuat risau, mengingat telah banyak lembaga
riset dan perguruan tinggi yang melakukan kegiatan riset dan pengembangan
mobil listrik. Dalam catatan penulis, setidaknya ada dua lembaga riset
besar yakni LIPI dan BPPT yang relatif sudah lama mengerjakan kegiatan
riset di bidang ini. Di lingkungan perguruan tinggi, tercatat empat
perguruan tinggi besar Indonesia yakni ITB, UI, ITS, dan UGM yang juga
melakukan kegiatan serupa. Tak ketinggalan juga badan usaha seperti PT
Pindad dan PT Inka, termasuk beberapa badan usaha perorangan.
Tercatat ada tiga orang inventor domestik yang mendaftarkan invensi
yang berkaitan dengan bidang itu ke Ditjen HKI. Meskipun seperti halnya di
lembaga riset di atas, paten tersebut belum diaplikasikan atau tidak
berkaitan secara langsung dengan mobil-mobil listrik yang ada atau pernah
diperkenalkan kepada masyarakat.
Ketiga, pentingnya mengedepankan paten dalam pengembangan mobil
listrik juga erat kaitannya dengan aspek kemandirian bangsa.
Kepemilikan paten ini
penting untuk membangun kebanggaan karena sejatinya ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan bagian dari harkat dan martabat bangsa. Hal itu
sekaligus untuk menepis anggapan bahwa mobil listrik yang dikembangkan
hanya sekadar teknologi `rakitan'. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar