Awal 2013 sarat heboh, tapi juga
menyesakkan. Dua nama besar dari panggung politik nasional harus menjalani
proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selama Januari– Februari 2013 ruang publik silih berganti dijejali oleh
serangkaian letupan peristiwa politik yang dipicu langkah penegak hukum
melanjutkan perang terhadap korupsi. Kinerja KPK patut diapresiasi dan
didukung. Dalam konteks penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, apa yang
terjadi sepanjang Januari–Februari 2013 cukup produktif.
Namun, dalam konteks ekonomi rakyat kebanyakan, dua bulan yang sarat heboh
itu sama sekali tidak menyelesaikan persoalan mereka.Ketika para ahli hukum
dan politisi menggelar debat tentang politik dan pemberantasan korupsi,
jutaan ibu rumah tangga sedang berkeluh kesah karena harga aneka kebutuhan pokok
terus merangkak naik.
Harga daging bahkan sudah sulit dijangkau keluarga kebanyakan. Nyaris tak
ada elite yang peduli dengan kecenderungan itu. Barulah ketika terungkap
praktik suap dalam impor daging sapi, persoalan ekonomi rakyat mulai
mendapatkan sedikit perhatian. Beberapa kalangan mulai mencari tahu sebab
musabab tingginya harga daging sapi. Dari upaya itu, muncullah dugaan ada
praktik kartel dalam pelaksanaan impor daging sapi.
Pada Juli 2012 warga kebanyakan juga dibuat gelisah akibat kelangkaan dan
tingginya harga kedelai.Belakangan diketahui bahwa kelangkaan itu
disebabkan ulah kartel. Harga kedelai yang begitu mahal saat itu
menyebabkan produsen tahu-tempe mogok produksi. Berarti, dalam rentang
waktu sekitar enam bulan terakhir sudah dua kali rakyat kebanyakan
teraniaya; oleh kartel kedelai dan oleh kartel daging sapi.
Persoalan yang nyaris sama akan berulang ketika masyarakat mulai melakukan
persiapan menyongsong hari raya keagamaan, khususnya menjelang dan selama
bulan suci Ramadan hingga Lebaran. Harga aneka kebutuhan pokok akan
melonjak dengan lompatan yang seringkali sangat tidak wajar.Untuk membangun
pengertian masyarakat, regulator atau institusi pemerintah akan muncul
dengan beragam alasan. Padahal, di balik semua itu terkandung kepentingan
oknum regulator dan para pengusaha anggota kartel.
Selama ini praktik dan peran kartel di balik pengelolaan aneka kebutuhan
pokok rakyat lolos dari perhatian penegak hukum. Padahal, kartel terbentuk
karena oknum pemerintah atau regulator berperilaku korup.Selalu ada kartel
untuk setiap komoditas kebutuhan rakyat. Ada kartel beras, kartel gula, kartel
daging, kartel migas, hingga kartel kedelai.
Bekerja sama dengan oknum di kementerian, anggota kartel dalam praktiknya
sering menunggangi masalah ketidakseimbangan permintaan dan penawaran.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran itu bahkan tak jarang
merupakan hasil rekayasa kartel dengan oknum kementerian.?
Melindungi Rakyat
Praktik kartel di Indonesia terbilang marak karena sistem hukum yang
berlaku sekarang belum mampu menangkal praktik ini. Kelompok yang terbukti
mempraktikkan kartel hanya didenda maksimal Rp25 miliar, sementara
keuntungan yang diperoleh sudah mencapai ratusan miliar bahkan triliunan
rupiah. Walaupun sulit dicegah, pemerintah dan institusi penegak hukum
selayaknya all out mengeliminasi
praktik kartel dalam pengelolaan aneka kebutuhan pokok rakyat.
Setelah kedelai dan kini persoalan daging sapi, entah gejolak harga apa
lagi yang akan terjadi pada waktu mendatang. Namun, bisa dipastikan bahwa
gejolak harga kebutuhan pokok akan terjadi jelang Ramadhan. Padahal, hampir
semua komoditas kebutuhan pokok rakyat berada dalam kendali pemerintah. Artinya,
pemerintah yang paling tahu tentang keseimbangan antara permintaan dan penawaran
atas semua komoditas kebutuhan pokok rakyat.
Untuk menutupi kekurangan produksi di dalam negeri, pemerintah pula yang
paling paham kapan waktunya merealisasikan impor komoditas tertentu dan
besaran volume impornya. Dengan demikian, kemampuan pemerintah mencegah
praktik kartel dalam mengelola keseimbangan antara permintaan dan penawaran
komoditas kebutuhan pokok rakyat sangat memadai alias tidak sulit-sulit
amat.
Persoalannya, adakah moral untuk peduli pada kepentingan dan kenyamanan
rakyat kebanyakan? Mengeliminasi praktik kartel adalah tindakan nyata
melindungi rakyat sebagai konsumen. Masyarakat sudah berkalikali dihadapkan
pada gejolak harga aneka kebutuhan pokok yang biasanya didahului dengan
kasus kelangkaan komoditas tertentu.
Kini sudah tercium ada praktik kartel di balik serangkaian gejolak harga
itu. Belajar dari serangkaian pengalaman buruk itu, cukup alasan bagi KPK
untuk menyelidiki peran oknum pemerintah yang membuka akses bagi
keterlibatan kartel dalam pengelolaan kebutuhan pokok rakyat. Kementerian
Perdagangan sebagai regulator tata niaga impor harus terbuka untuk bekerja
sama dengan KPK. Bagaimanapun pemberian kuasa impor kedelai kepada
segelintir orang misalnya tidak bisa dilepaskan dari peran oknum
pemerintah.
Kepada siapa saja izin impor kedelai diberikan hanya ditentukan oleh
pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan. Padahal dalam kasus
kelangkaan kedelai ini pada Juli 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) sempat mengeluarkan ancaman dan perintah kepada penegak hukum untuk
menindak praktik kartel dalam impor kedelai. Namun, penyelidikan terhadap
praktik kartel dalam impor kedelai tampaknya tak pernah dilakukan karena
isu tentang kartel kedelai lenyap begitu saja hingga kini.
Karena itu, menjadi langkah yang sangat strategis jika KPK mulai mendalami
dan membongkar praktik kartel dalam pengelolaan aneka kebutuhan pokok
rakyat. Terkuaknya kasus dugaan suap dalam pembagian jatah kuota impor
daging sapi seharusnya dijadikan momentum sekaligus entry point bagi KPK untuk mulai membongkar praktik kartel yang
“dipelihara” oleh beberapa kementerian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar