Pada saat Indonesia memiliki pemimpin baru
(presiden) pada 2014 nanti, rasanya itulah momentum yang paling tepat untuk
merombak tatanan ekonomi nasional.
Tatanan
tersebut bisa berjalan apabila terdapat sistem, kebijakan, dan kelembagaan
yang terpadu sehingga koherensi menuju cita-cita konstitusi dapat terwujud.
Saat ini memang mendesak bagi DPR dan pemerintah untuk segera mendesain
Undang- Undang Sistem Ekonomi Nasional (UU SEN) sebagai payung dari seluruh
kegiatan ekonomi seperti UU penanaman modal, pertambangan, koperasi,
lembaga keuangan, industri, perdagangan.
Memang
konstitusi telah memberi rumusan umum tentang prinsip ekonomi tersebut,
tetapi akibat terlalu umum, sebagian prinsip itu harus dijabarkan dalam
bentuk UU yang lebih operasional. Ketiadaan UU SEN tersebut menyebabkan
banyak sekali UU terkait bidang ekonomi yang dianggap melanggar konstitusi
dan sebagian pasal-pasalnya telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Kerja Sama Ekonomi
Salah satu
kotak hitam yang belum diselesaikan hingga saat ini adalah menerjemahkan
Pasal 33 ayat 1 UUD 1945, yakni “perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar asas kekeluargaan”.Jika dilihat secara cermat, sebetulnya roh
pasal tersebut sangat radikal,yaitu tidak mengizinkan praktik persaingan
ekonomi atau kompetisi/competition (seperti yang diyakini sistem ekonomi
kapitalis), tetapi menghendaki sebuah kegiatan ekonomi yang mendorong
munculnya “kerja sama” ekonomi (co-operation).
Kerja sama ini
secara operasional mempertemukan tiga poros berikut: pekerja–pemilik usaha;
usaha kecil/menengah– besar; dan perusahaan– masyarakat. Dalam unit usaha
terkecil, misalnya perusahaan, antara pekerja dan pemilik bukanlah dua
entitas yang terpisah sehingga kerap terlibat dalam perselisihan, tetapi
keduanya merupakan satu kelompok yang menyatu, antara lain difasilitasi
kepemilikan saham yang besar oleh pekerja.
Model semacam
itu juga terjadi antara usaha kecil/menengah– besar dan perusahaan–
masyarakat di mana mereka dirancang untuk mendukung dan terkait (linkage) satu dengan yang lain
sehingga sifatnya bukan saling mematikan (predator). Dalam konteks yang lebih mikro, kerja sama ekonomi
itu tidak lain adalah manifestasi dari prinsip-prinsip koperasi. Koperasi
itu sebetulnya merupakan kumpulan gagasan/ide mengenai suatu organisasi
atau manajemen usaha ekonomi dan berisi prinsip-prinsip perjuangan ekonomi
sehingga wujudnya bisa bermacam-macam.
Prinsip itu
antara lain kegiatan ekonomi/usaha merupakan kumpulan orang (bukan modal),
kesetaraan suara, dan kesejahteraan bersama. Hakikat ekonomi itu sebetulnya
interaksi antarmanusia,bukan hubungan modal. Implikasinya, posisi tawar
tidak ditentukan oleh jumlah modal, tetapi relasi kebersamaan yang
dibingkai dalam kesejahteraan bersama.
Jika prinsip
ini dijalankan, kegiatan usaha itu tidak akan menimbulkan paradoks
pertumbuhan dan ketimpangan (seperti yang selama ini terjadi). Oleh karena
itu,penghayatan terhadap rumusan ekonomi kerakyatan sebenarnya bermula dari
orientasi usaha bersama tersebut. Usaha bersama itu tidak lain adalah
tindakan kolektif yang muaranya terpantul dalam efisiensi ekonomi, kohesi
sosial, dan posisi tawar yang sepadan antarpelaku ekonomi.
Selama ini
terdapat anggapan bahwa persaingan ekonomi selalu berujung pada efisiensi
ekonomi, padahal dalam kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan persaingan
ekonomi yang terlalu keras merangsang munculnya perilaku tidak patut demi
tujuan mematikan usaha lain, yang selanjutnya hal itu makin menjauhkan dari
prinsip efisiensi ekonomi, terlebih lagi menimbulkan residu friksi sosial.
Dalam tata
kelola seharihari, tiap usaha itu akan dibimbing nilai-nilai yang tersurat
dalam Pancasila,yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan,
dan keadilan sosial. Ini memang warisan nilai adiluhung yang sulit untuk dijalankan sehingga seluruh daya
mesti dikerahkan.
Aset Produktif
Bagaimana
operasionalisasi konsep ekonomi kerakyatan yang bersumber dari konstitusi
tersebut? Sekurangnya terdapat lima pilar yang tidak boleh ditanggalkan
agar konsep itu berjalan tegak di lapangan. Pertama, aset produktif harus
berada di tangan rakyat, bukan dikuasai segelintir pelaku ekonomi. Aset
produktif yang paling penting adalah tanah dan modal.
Harus diakui
saat ini aset produktif itu hanya dikuasai sedikit pelaku ekonomi (kakap)
sehingga ini menjadi objek yang harus segera dibenahi. Kedua, produksi dan
distribusi ekonomi di tangan rakyat (dengan spirit koperasi), kecuali untuk
sektor-sektor tertentu yang memerlukan penguasaan teknologi ataupun
kebutuhan modal yang besar. Ketiga, kebijakan permodalan yang mudah diakses
oleh rakyat dan murah.
Keempat,
penguatan organisasi ekonomi rakyat, baik dalam bidang produksi, distribusi,
pemasaran maupun yang lainnya. Kelima, struktur pasar yang memihak pelaku
ekonomi rakyat dengan jalan mengembangkan kerja sama usaha, bukan
persaingan usaha. Di luar itu, masalah krusial yang harus diurus dalam
pengelolaan perekonomian adalah aspek perdagangan.
Sektor ini
menempati sisi yang unik karena menjadi mediasi antara mereka yang
berproduksi dan melakukan konsumsi. Fakta yang ada, acap kali faktor
perdagangan ini menjadi sumber perputaran ekonomi sendiri sehingga membuat
rantai ekonomi menjadi panjang dan tidak efisien. Hal lainnya, liberalisasi
perdagangan betul-betul harus dipahami secara cermat.
Sekurangnya
terdapat lima pagar yang harus dijadikan rujukan: (a) kebebasan perdagangan
hanya bisa dibuka untuk sektor atau komoditas yang daya saingnya sudah
kuat; (b) hanya untuk komoditas yang berorientasi ekspor; (c) cuma untuk
komoditas input yang dipakai untuk bahan baku produksi di dalam negeri; (d)
hanya untuk produk yang tidak diproduksi di dalam negeri atau tidak punya
komoditas substitusi di pasar domestik; dan (e) hanya dalam rangka penguatan
kedaulatan pangan,energi,dan keuangan.
Terakhir,
seperti yang sudah disinggung di awal tulisan,pembagian dan pengaturan
usaha antarpelaku ekonomi merupakan hal niscaya yang harus dikerjakan. Di
dalam amanah Pasal 33 UUD 1945 setidaknya dibuat tiga jenis kegiatan
ekonomi yang harus diatur secara khusus, yakni sumberdaya alam, hajat hidup
orang banyak, dan sektor strategis.
Ketiga jenis
kegiatan ekonomi ini mesti dikuasai negara melalui operasi yang dijalankan
BUMN. Tugas terpenting dari amanah konstitusi ini adalah merumuskan jenis
usaha apa saja yang termasuk kategori SDA, hajat hidup orang banyak, dan
sektor strategis. Selebihnya, di luar kategori tersebut jenis usaha
dilakukan oleh koperasi/usaha kecil, usaha menengah, dan besar dalam
bingkai kerja sama ekonomi di atas. Meskipun usaha besar, spirit kumpulan
orang (bukan modal) harus menjadi pedoman sehingga keberadaannya tidak
menimbulkan ketimpangan pendapatan. Cita-cita inilah yang harus diwujudkan
generasi sekarang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar