Kamis, 07 Februari 2013

Cerdas Memilih Produk Investasi


Cerdas Memilih Produk Investasi
Susidarto  ;   Pemerhati dan Praktisis Bisnis Perbankan
SUARA KARYA, 06 Februari 2013


Fraud (kejahatan) di dunia keuangan tampaknya tidak pernah berakhir. Mulai dari penjahat kelas teri dengan tawaran investasi berskala jutaan rupiah hingga penjahat keuangan kelas kakap bernilai miliaran bahkan triliunan rupiah, masih saja gentayangan mencari mangsanya. Oleh sebab itu, kewaspadaan para calon investor dalam memilih produk investasi, sangat diperlukan, sehingga tidak akan terjebak dalam produk investasi bodong, atau pepesan kosong yang tidak jelas pengembalian hasil investasinya.
Terbaru adalah investasi gadai emas yang ditawarkan Virgin Gold Mining Corporation (VGMC) yang berkantor pusat di Panama. Menurut pemberitaan, banyak dana milik investor di daerah terkena 'ranjau' investasi abal-abal ini.

Nilai sementara investasi bodong ala VGMC ini mencapai Rp 500 miliar. Sebelumnya adalah investasi bodong Koperasi Langit Biru yang angkanya menyundul bilangan triliunan rupiah. Investasi abal-abal ini kalau didata dengan cermat, jumlahnya sangat banyak.

Spirit dan pelajaran yang mencuat di balik berbagai investasi bodong adalah bahwa para investor harus cerdas dalam memilih produk investasi. Masyarakat calon investor harus bijaksana, penuh kehati-hatian dalam membenamkan uangnya. Sekali keblinger, bisa-bisa dana yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun, amblas tanpa bekas.

Berbeda

Orang seringkali mencampuradukkan dan menyamaratakan antara menabung, investasi dan spekulasi. Padahal, ketiganya sangat berbeda. Menabung adalah melindungi nilai uang yang tidak dibelanjakan. Melindungi dalam konteks ini adalah mengamankan nilai uang dari 'perampok' ulung bernama inflasi. Dengan menabung, nilai uang Anda tidak akan tergerus inflasi, karena bunga riil (selisih antara bunga dan inflasi) yang diterimanya masih positif.

Menabung bisa dalam bentuk tabungan maupun deposito. Semuanya tersedia di bank dan masuk dalam skema penjaminan LPS hingga Rp 2 miliar per-nasabah.
Sedangkan investasi memiliki pengertian sebagai keputusan dan tindakan untuk mengambil risiko (risk) dengan mengalokasikan sejumlah uang untuk mengambil return yang lebih tinggi di masa mendatang. Jelas terlihat, dalam investasi ada dua faktor yang sangat penting, yakni risk and return. Postulat investasi menyatakan bahwa semakin besar return yang akan didapatkan, maka risiko yang muncul akan semakin besar. High risk, high return. No risk, no return.

Sementara spekulasi yang biasanya menyertai tindakan investasi adalah alokasi sejumlah uang dimana peluang untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang sangat tergantung pada susunan dan posisi yang diambil oleh partisipan lainnya.

Nah, dari pengertian di atas saja sudah sangat jelas terlihat bahwa menabung sangat berbeda dengan investasi. Produk simpanan bank selama ini hanya tabungan, dan deposito. Oleh sebab itu, para nasabah bank apabila ditawari produk di luar produk tersebut, maka patut menanyakan dan mengkritisi produk yang ditawarkan.

Dalam konteks ini, bank hanya bertindak sebagai agen pemasar atau sub-agen penjual seperti penjualan produk reksadana, ORI, bancassurance, obligasi ataupun produk non-bank lainnya.

Untuk itu, apabila nasabah ditawari produk investasi (produk nonbank), maka harus ekstra hati-hati. Yang pertama harus ditanyakan adalah apakah produk yang akan dibeli terdaftar resmi di Bappepam-LK (sekarang OJK).

Tak hanya itu, perlu pula ditanyakan kepada tenaga pemasar, apakah bank yang menjual memiliki izin resmi sebagai agen penjual dari OJK maupun Bank Indonesia (BI). Kedua izin di atas, harus dipunyai oleh bank sebagai agen/subagen penjual (Aperd) dan tenaga pemasarnya memiliki sertifikasi WAPERD.

Langkah kedua yang perlu ditempuh adalah meneliti kontrak atau surat perjanjian yang melandasi kontrak jual beli investasi. Kebanyakan para investor tidak memahami sama sekali surat perjanjian (kontrak) yang melandasi hubungan investasi. Hal ini harus didalami, termasuk pembagian (komposisi) portfolio dari produk yang akan dibelinya.
Hanya dengan cara semacam ini, si nasabah akan merasa tidak dikibuli (ditipu) bujuk rayu tenaga marketing bank, kendati mungkin sudah kenal baik sekalipun. Cek dan ricek perlu dilakukan sebelum membeli produk investasi.

'Teliti sebelum membeli' adalah kata kuncinya. Jangan pernah membeli kucing dalam karung, dalam arti belum memahami persis produk yang akan dibelinya.

Langkah ketiga, diluar produk yang dijual bank, maka yang perlu dicermati adalah jangan mudah terbujuk rayu hanya gara-gara produk yang akan dibelinya menawarkan imbal hasil (return) yang tinggi. Ingat bahwa high return, high risk. Untuk itu, karakter rakus dan instans, yakni ingin cepat kaya secara mendadak, harus bisa dihindari.

Hati boleh panas, namun kepala harus tetap dingin dalam arti tidak mudah terbawa dan terpancing emosi sesaat, yang hanya ingin mencari untung, namun mengabaikan rambu-rambu investasi. Tanyakah ke sebanyak mungkin investor lain yang sudah berpengalaman, sehingga tidak keblinger ke satu produk tertentu, namun berisiko tinggi.

Akhirnya, yang namanya investasi pasti mengandung risiko. Oleh sebab itu, para investor sebenarnya harus mempersiapkan diri untuk mengantisipasi risiko yang muncul.
Apa pun bentuk investasi Anda, entah di sektor finansial keuangan maupun sektor riil, pasti akan memunculkan risiko. Mindset dan paradigma sebagai investor harus mulai disiapkan.

Investasi yang sukses bukanlah investasi yang semata-mata mengejar return yang tinggi, namun investasi yang sesuai dengan profil, tujuan investasi dan toleransi risiko (risk appetite) investor.

Di sini, setiap investor akan sangat berbeda. Untuk itu, selamat berinvestasi dengan cerdas dan penuh kehati-hatian. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar