Fraud (kejahatan) di dunia keuangan tampaknya tidak
pernah berakhir. Mulai dari penjahat kelas teri dengan tawaran investasi berskala
jutaan rupiah hingga penjahat keuangan kelas kakap bernilai miliaran bahkan
triliunan rupiah, masih saja gentayangan mencari mangsanya. Oleh sebab itu,
kewaspadaan para calon investor dalam memilih produk investasi, sangat
diperlukan, sehingga tidak akan terjebak dalam produk investasi bodong,
atau pepesan kosong yang tidak jelas pengembalian hasil investasinya.
Terbaru adalah investasi gadai emas yang ditawarkan Virgin Gold Mining Corporation
(VGMC) yang berkantor pusat di Panama. Menurut pemberitaan, banyak dana
milik investor di daerah terkena 'ranjau' investasi abal-abal ini.
Nilai sementara investasi bodong ala VGMC ini mencapai
Rp 500 miliar. Sebelumnya adalah investasi bodong Koperasi Langit Biru yang
angkanya menyundul bilangan triliunan rupiah. Investasi abal-abal ini kalau
didata dengan cermat, jumlahnya sangat banyak.
Spirit dan pelajaran yang mencuat di balik berbagai
investasi bodong adalah bahwa para investor harus cerdas dalam memilih
produk investasi. Masyarakat calon investor harus bijaksana, penuh
kehati-hatian dalam membenamkan uangnya. Sekali keblinger, bisa-bisa dana
yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun, amblas tanpa bekas.
Berbeda
Orang seringkali mencampuradukkan dan menyamaratakan
antara menabung, investasi dan spekulasi. Padahal, ketiganya sangat
berbeda. Menabung adalah melindungi nilai uang yang tidak dibelanjakan.
Melindungi dalam konteks ini adalah mengamankan nilai uang dari 'perampok'
ulung bernama inflasi. Dengan menabung, nilai uang Anda tidak akan tergerus
inflasi, karena bunga riil (selisih antara bunga dan inflasi) yang
diterimanya masih positif.
Menabung bisa dalam bentuk tabungan maupun deposito.
Semuanya tersedia di bank dan masuk dalam skema penjaminan LPS hingga Rp 2
miliar per-nasabah.
Sedangkan investasi memiliki pengertian sebagai
keputusan dan tindakan untuk mengambil risiko (risk) dengan mengalokasikan sejumlah uang untuk mengambil
return yang lebih tinggi di masa mendatang. Jelas terlihat, dalam investasi
ada dua faktor yang sangat penting, yakni risk and return. Postulat
investasi menyatakan bahwa semakin besar return yang akan didapatkan, maka
risiko yang muncul akan semakin besar. High
risk, high return. No risk, no return.
Sementara spekulasi yang biasanya menyertai tindakan
investasi adalah alokasi sejumlah uang dimana peluang untuk mendapatkan
keuntungan dalam jangka panjang sangat tergantung pada susunan dan posisi
yang diambil oleh partisipan lainnya.
Nah, dari pengertian di atas saja sudah sangat jelas
terlihat bahwa menabung sangat berbeda dengan investasi. Produk simpanan
bank selama ini hanya tabungan, dan deposito. Oleh sebab itu, para nasabah
bank apabila ditawari produk di luar produk tersebut, maka patut menanyakan
dan mengkritisi produk yang ditawarkan.
Dalam konteks ini, bank hanya bertindak sebagai agen
pemasar atau sub-agen penjual seperti penjualan produk reksadana, ORI,
bancassurance, obligasi ataupun produk non-bank lainnya.
Untuk itu, apabila nasabah ditawari produk investasi
(produk nonbank), maka harus ekstra hati-hati. Yang pertama harus
ditanyakan adalah apakah produk yang akan dibeli terdaftar resmi di
Bappepam-LK (sekarang OJK).
Tak hanya itu, perlu pula ditanyakan kepada tenaga
pemasar, apakah bank yang menjual memiliki izin resmi sebagai agen penjual
dari OJK maupun Bank Indonesia (BI). Kedua izin di atas, harus dipunyai
oleh bank sebagai agen/subagen penjual (Aperd) dan tenaga pemasarnya
memiliki sertifikasi WAPERD.
Langkah kedua yang perlu ditempuh adalah meneliti
kontrak atau surat perjanjian yang melandasi kontrak jual beli investasi.
Kebanyakan para investor tidak memahami sama sekali surat perjanjian
(kontrak) yang melandasi hubungan investasi. Hal ini harus didalami,
termasuk pembagian (komposisi) portfolio dari produk yang akan dibelinya.
Hanya dengan cara semacam ini, si nasabah akan merasa
tidak dikibuli (ditipu) bujuk rayu tenaga marketing bank, kendati mungkin
sudah kenal baik sekalipun. Cek dan ricek perlu dilakukan sebelum membeli
produk investasi.
'Teliti sebelum membeli' adalah kata kuncinya. Jangan
pernah membeli kucing dalam karung, dalam arti belum memahami persis produk
yang akan dibelinya.
Langkah ketiga, diluar produk yang dijual bank, maka
yang perlu dicermati adalah jangan mudah terbujuk rayu hanya gara-gara
produk yang akan dibelinya menawarkan imbal hasil (return) yang tinggi. Ingat bahwa high return, high risk. Untuk
itu, karakter rakus dan instans, yakni ingin cepat kaya secara mendadak,
harus bisa dihindari.
Hati boleh panas, namun kepala harus tetap dingin dalam
arti tidak mudah terbawa dan terpancing emosi sesaat, yang hanya ingin
mencari untung, namun mengabaikan rambu-rambu investasi. Tanyakah ke
sebanyak mungkin investor lain yang sudah berpengalaman, sehingga tidak
keblinger ke satu produk tertentu, namun berisiko tinggi.
Akhirnya, yang namanya investasi pasti mengandung
risiko. Oleh sebab itu, para investor sebenarnya harus mempersiapkan diri
untuk mengantisipasi risiko yang muncul.
Apa pun bentuk investasi Anda, entah di sektor finansial
keuangan maupun sektor riil, pasti akan memunculkan risiko. Mindset dan
paradigma sebagai investor harus mulai disiapkan.
Investasi yang sukses bukanlah investasi yang
semata-mata mengejar return yang tinggi, namun investasi yang sesuai dengan
profil, tujuan investasi dan toleransi risiko (risk appetite) investor.
Di sini, setiap investor akan sangat berbeda. Untuk itu,
selamat berinvestasi dengan cerdas dan penuh kehati-hatian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar