Kamis, 07 Februari 2013

Antisipasi Pemetaan Risiko Konflik


Antisipasi Pemetaan Risiko Konflik
Langgeng Purnomo  ;   Kapolres Grobogan
SUARA MERDEKA, 05 Februari 2013


"Terkait perkembangan politik global, tak jarang memosisikan Polri harus berhadapan dengan kelompok tertentu"

TIAP institusi mencerminkan implementasi dan transformasi dari nilai-nilai anggota di dalamnya. Layaknya satu kesatuan tubuh, berbagai organ tubuh pada hakikatnya tidak bisa dipecah-pecah atau dipisah-pisah. Hakikat itu terletak pada kesatuan tidak pada per bagian atau per organ. Karena itu janganlah melihat seseorang hanya pada tangan, kepala, atau kaki, tapi harus secara  keseluruhan.

Begitu pula dengan  suatu institusi kekuatan, tak hanya bertumpu pada per bagian atau per organ tapi pada kesatuan semua organ. Dalam konteks itu, Polri harus bisa tampil sebagai institusi yang solid mengingat tantangan dan tugas pada masa mendatang pasti lebih berat. Termasuk harus mengawal proses demokratisasi, termasuk pilkada, yang kini berlangsung dengan segala dinamikanya.

Keterhubungan dunia secara global sangat memungkinkan Indonesia menjadi tempat pelarian, atau bahkan menjadi pusat tindak kriminal transnasional atau internasional. Dengan demikian, tak ada satu jengkal wilayah pun di Indonesia yang tidak memiliki risiko yang bersumber dari dua hal itu, yakni proses demokratisasi dan globalisasi.
Di tengah arus perubahan masyarakat, negara, dan dunia, Polri tetap menjadi garda terdepan penegakan hukum, serta pemelihara keamanan dan ketertiban sosial. Padahal terkait dengan dinamika masyarakat, saat ini kita sulit memprediksi pola tindak dan akibat yang ditimbulkan.

Kejadian yang berlangsung di suatu wilayah lokal, regional, nasional, bahkan internasional, dapat menyulut reaksi sosial yang bersifat masif. Semisal kekerasan di Palestina dapat memicu simpati dari publik Indonesia, begitu pula konflik sosial di Lampung bisa menyulut reaksi di berbagai daerah di negara kita.

Dalam waktu dekat, kita menghadapi agenda nasional, yakni  pemilu, baik pemilu presiden, DPR, ataupun DPD. Terkait dengan segala kemungkinan yang terjadi di daerah, aparat perlu mengantisipasi melalui pemetaan risiko konflik. Langkah itu untuk sedini mungkin mencegah kemeluasan efek atau gesekan sosial yang tidak diharapkan.  
Kesenjangan pertumbuhan ekonomi juga dapat memicu kemunculan berbagai tindak kriminal bermotif ekonomi. Kenakalan remaja, perdagangan narkoba, perjudian dan sebagainya, juga bersifat lintas daerah, yang bisa terjadi di mana pun dan kapan pun, terlebih jika aparat kepolisian dan masyarakat lengah.

Terkait dengan perkembangan politik global, tidak jarang memosisikan Polri harus berhadap-hadapan dengan kelompok tertentu dalam masyarakat. Terutama saat menangani kasus terorisme. Polri tentu harus terus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan masyarakat. Dengan begitu, Polri dapat menangkal dan mendeteksi dini aktivitas terorisme di suatu wilayah.

Untuk menangani hal itu, Polri harus menerapkan dua prinsip dalam pengambilan tindakan tepat. Pertama; prinsip otonomi. Meski Polri harus bekerja sama dengan berbagai pihak,  jangan sampai sinergitas itu mengurangi otonomi institusi. Terutama wewenang dan tanggung jawab utama, baik itu mencakup pencegahan, penanganan, maupun pemulihan suatu permasalahan sosial.

Hal-hal yang bisa didelegasikan kepada masyarakat akan lebih efektif bila mereka dilibatkan, semisal dalam sistem keamanan lingkungan, atau dalam memberi informasi mengenai pelanggaran atau kejahatan. Adapun Polri bisa fokus pada tugas yang memang menjadi tanggung jawab utamanya, seperti pekerjaan intelijen, penanganan cyber crime, kejahatan antarwilayah dan sebagainya.

Pelibatan Masyarakat

Kedua; prinsip tindakan etis. Polri perlu terus membina budaya organisasi yang sehat dan berwibawa, berlandaskan prinsip-prinsip etis: kemanfaatan, perlindungan HAM, berkeadilan, peduli dan bertanggung jawab.

Di antara berbagai alternatif, pengambilan keputusan harus mendasarkan pertimbangan sejauh mana pilihan itu menghasilkan kemanfaatan tertinggi dengan risiko terkecil. Pilihan keputusan tindakan tidak boleh berdasarkan pertimbangan subjektif, namun harus benar-benar objektif demi kepentingan masyarakat. 

Demikian pula, tiap tindakan tak boleh melanggar prinsip penegakan HAM. Karena itu, Polri perlu konsisten mengedepankan penegakan hukum yang adil bagi seluruh masyarakat. Melalui cara itulah, bisa terbangun jati diri dan kewibawan Polri. Melalui penegakan hukum secara adil, berarti terhindar dari tindakan yang mencederai kepercayaan masyarakat.

Prinsip lain yang juga perlu senantiasa dikembangkan adalah kepedulian dan tanggung jawab. Bagaimanapun, siapa pun dan di mana pun, kita tak bisa lepas dari pihak lain. Dalam konteks ini, kepedulian perlu dibangun bukan semata-mata karena hubungan ekonomis, tapi juga hubungan sosial budaya dan kekerabatan. Hubungan sosial budaya dan kekerabatan merupakan nilai-nilai kasih sayang yang bersifat universal sekaligus warisan budaya ketimuran yang tidak boleh dilupakan.

Dalam era yang borderless ini dinamika perkembangan sosial dan politik tak hanya bersifat lokal tapi juga bisa menasional, bahkan mengglobal. Era ini merupakan tantangan bersama, dan perlu antisipasi tepat agar persoalan tidak tereskalasi, dan menjadi tidak terkendali. Perlu pendidikan kesadaran supaya masyarakat terpanggil untuk terlibat secara aktif dalam usaha pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan keadaan setelah terjadi permasalahan sosial. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar