"Terkait perkembangan
politik global, tak jarang memosisikan Polri harus berhadapan dengan
kelompok tertentu"
TIAP institusi mencerminkan implementasi dan transformasi dari
nilai-nilai anggota di dalamnya. Layaknya satu kesatuan tubuh, berbagai
organ tubuh pada hakikatnya tidak bisa dipecah-pecah atau dipisah-pisah.
Hakikat itu terletak pada kesatuan tidak pada per bagian atau per organ.
Karena itu janganlah melihat seseorang hanya pada tangan, kepala, atau
kaki, tapi harus secara keseluruhan.
Begitu pula dengan suatu institusi kekuatan, tak hanya bertumpu
pada per bagian atau per organ tapi pada kesatuan semua organ. Dalam
konteks itu, Polri harus bisa tampil sebagai institusi yang solid mengingat
tantangan dan tugas pada masa mendatang pasti lebih berat. Termasuk harus
mengawal proses demokratisasi, termasuk pilkada, yang kini berlangsung
dengan segala dinamikanya.
Keterhubungan dunia secara global sangat memungkinkan Indonesia
menjadi tempat pelarian, atau bahkan menjadi pusat tindak kriminal
transnasional atau internasional. Dengan demikian, tak ada satu jengkal
wilayah pun di Indonesia yang tidak memiliki risiko yang bersumber dari dua
hal itu, yakni proses demokratisasi dan globalisasi.
Di tengah arus perubahan masyarakat, negara, dan dunia, Polri tetap
menjadi garda terdepan penegakan hukum, serta pemelihara keamanan dan
ketertiban sosial. Padahal terkait dengan dinamika masyarakat, saat ini
kita sulit memprediksi pola tindak dan akibat yang ditimbulkan.
Kejadian yang berlangsung di suatu wilayah lokal, regional, nasional,
bahkan internasional, dapat menyulut reaksi sosial yang bersifat masif.
Semisal kekerasan di Palestina dapat memicu simpati dari publik Indonesia,
begitu pula konflik sosial di Lampung bisa menyulut reaksi di berbagai
daerah di negara kita.
Dalam waktu dekat, kita menghadapi agenda nasional, yakni
pemilu, baik pemilu presiden, DPR, ataupun DPD. Terkait dengan segala
kemungkinan yang terjadi di daerah, aparat perlu mengantisipasi melalui
pemetaan risiko konflik. Langkah itu untuk sedini mungkin mencegah
kemeluasan efek atau gesekan sosial yang tidak diharapkan.
Kesenjangan pertumbuhan ekonomi juga dapat memicu kemunculan berbagai
tindak kriminal bermotif ekonomi. Kenakalan remaja, perdagangan narkoba,
perjudian dan sebagainya, juga bersifat lintas daerah, yang bisa terjadi di
mana pun dan kapan pun, terlebih jika aparat kepolisian dan masyarakat
lengah.
Terkait dengan perkembangan politik global, tidak jarang memosisikan
Polri harus berhadap-hadapan dengan kelompok tertentu dalam masyarakat.
Terutama saat menangani kasus terorisme. Polri tentu harus terus bekerja sama
dengan berbagai pihak, termasuk dengan masyarakat. Dengan begitu, Polri
dapat menangkal dan mendeteksi dini aktivitas terorisme di suatu wilayah.
Untuk menangani hal itu, Polri harus menerapkan dua prinsip dalam
pengambilan tindakan tepat. Pertama; prinsip otonomi. Meski Polri harus
bekerja sama dengan berbagai pihak, jangan sampai sinergitas itu
mengurangi otonomi institusi. Terutama wewenang dan tanggung jawab utama,
baik itu mencakup pencegahan, penanganan, maupun pemulihan suatu
permasalahan sosial.
Hal-hal yang bisa didelegasikan kepada masyarakat akan lebih efektif
bila mereka dilibatkan, semisal dalam sistem keamanan lingkungan, atau
dalam memberi informasi mengenai pelanggaran atau kejahatan. Adapun Polri
bisa fokus pada tugas yang memang menjadi tanggung jawab utamanya, seperti
pekerjaan intelijen, penanganan cyber crime, kejahatan antarwilayah dan
sebagainya.
Pelibatan Masyarakat
Kedua; prinsip tindakan etis. Polri perlu terus membina budaya
organisasi yang sehat dan berwibawa, berlandaskan prinsip-prinsip etis:
kemanfaatan, perlindungan HAM, berkeadilan, peduli dan bertanggung jawab.
Di antara berbagai alternatif, pengambilan keputusan harus mendasarkan
pertimbangan sejauh mana pilihan itu menghasilkan kemanfaatan tertinggi
dengan risiko terkecil. Pilihan keputusan tindakan tidak boleh berdasarkan
pertimbangan subjektif, namun harus benar-benar objektif demi kepentingan
masyarakat.
Demikian pula, tiap tindakan tak boleh melanggar prinsip penegakan
HAM. Karena itu, Polri perlu konsisten mengedepankan penegakan hukum yang
adil bagi seluruh masyarakat. Melalui cara itulah, bisa terbangun jati diri
dan kewibawan Polri. Melalui penegakan hukum secara adil, berarti terhindar
dari tindakan yang mencederai kepercayaan masyarakat.
Prinsip lain yang juga perlu senantiasa dikembangkan adalah
kepedulian dan tanggung jawab. Bagaimanapun, siapa pun dan di mana pun,
kita tak bisa lepas dari pihak lain. Dalam konteks ini, kepedulian perlu
dibangun bukan semata-mata karena hubungan ekonomis, tapi juga hubungan
sosial budaya dan kekerabatan. Hubungan sosial budaya dan kekerabatan
merupakan nilai-nilai kasih sayang yang bersifat universal sekaligus
warisan budaya ketimuran yang tidak boleh dilupakan.
Dalam era yang borderless
ini dinamika perkembangan sosial dan politik tak hanya bersifat lokal tapi
juga bisa menasional, bahkan mengglobal. Era ini merupakan tantangan
bersama, dan perlu antisipasi tepat agar persoalan tidak tereskalasi, dan
menjadi tidak terkendali. Perlu pendidikan kesadaran supaya masyarakat terpanggil
untuk terlibat secara aktif dalam usaha pencegahan, penanggulangan, dan
pemulihan keadaan setelah terjadi permasalahan sosial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar