Inovasi
Bioteknologi,
Dunia
Medis Mau Dibawa ke Mana?
Purwati ; Direktur Stem Cell Research and Development
Centre-Unair Surabaya
|
JAWA
POS, 12
April 2017
SCIENCE atau ilmu pengetahuan selalu berkembang dari masa
ke masa. Sebab, para scientist selalu melakukan riset dan riset untuk
memperoleh temuan terbaru guna melengkapi kekurangan temuan sebelumnya atau
merupakan inovasi baru menuju hal yang memang benar-benar baru. Demikian juga
di bidang medis. Penelitian untuk mencari terapi dari berbagai macam penyakit
terus dikembangkan. Obat-obatan yang dulu ditemukan untuk penyakit A,
misalnya, mungkin saja sekarang sudah tidak begitu sensitif terhadap penyakit
tersebut.
Penelitian untuk mencari terapi di bidang medis, kalau
dulu sebatas obat yang didapat dari bahan kimiawi atau sintetis, sekarang
sudah bergeser ke arah bahan biologis (biological medical) yang tentunya
dengan harapan mengurangi toksisitas di dalam tubuh, spesifik ke arah satu
penyakit, relatif aman, dan bisa diterima tubuh. Sebab, salah satu rangkaian
metabolisme obat-obatan itu melalui liver dan diekskresi melalui ginjal.
Sehingga, dengan bahan biologis, serangkaian metabolisme tersebut menjadi
lebih aman.
Perkembangan terbaru penelitian berbasis pada biological research yang paling hangat
diperbincangkan di dunia adalah stem cell dan bio engineering. Ini merupakan biological medical yang merupakan
fusi dari engineering dan life science untuk menuju medical discovery therapy. Meliputi yang paling tidak kasat mata
adalah molecular engineering, gene
engineering, ke tingkat yang agak lebih besar sedikit, yaitu cell engineering dan tissue engineering. Dalam
penerapannya, stem cell bisa diberikan tersendiri atau dikombinasi dengan bio
engineering untuk kasus tertentu, terutama penyakit degeneratif dan gene related yang selama ini tidak ada
obatnya atau no option treatment.
Stem cell merupakan sel induk yang berasal dari bahan
biologis. Bisa diambil dari tubuh sendiri (autologous) maupun dari luar tubuh
si pasien (allogenic). Untuk mencapai tahap aplikasi pada pasien, diperlukan
serangkaian riset yang panjang sehingga aman digunakan sebagai terapi. Dan
tentulah segala sesuatu di dunia ini diciptakan oleh-Nya untuk kepentingan
dan kebaikan umat manusia.
Teknologi berperan sangat penting dalam pengembangan riset
stem cell dan bio engineering. Dengan teknologi, kita bisa membuat berbagai
macam sel dengan berbagai sifat dasar dari sel itu untuk penyakit yang
berbeda pula. Yakni, melakukan driving atau modifikasi di tingkat molekul,
gen, sel, dan jaringan yang disesuaikan dengan penyakit yang diderita pasien.
Dalam menuju komersialisasi atau mass
product, tentu ada serangkaian riset berjenjang yang tidak pendek, yaitu
penelitian in vitro, pembuatan prototipe, pre
clinical trial, clinical trial, acceptance, dan commercialization.
Dalam dunia riset, perlu dibedakan antara penelitian kebijakan
dan penelitian temuan/discovery.
Stem cell dan bio engineering termasuk dalam riset discovery. Dalam riset
discovery, kita membangun evidence
based (concurrent evidence based).
Sebab, semua negara, baik itu Asia, Eropa, maupun Amerika, masih sama-sama
saling mengembangkan. Di AS sendiri tidak semua centre telah mengembangkan,
seperti UC Berkeley University, Stanford University, Cincinnati University.
Demikian juga di Eropa, tidak semua negara telah mengembangkan karena terkait
beberapa kendala dan keterbatasan. Di Indonesia
sendiri Kemenkes telah menunjuk Surabaya Regenerative Medicine RSUD dr
Soetomo–Stem Cell Research and Development Centre Universitas Airlangga untuk
mengampu penelitian berbasis pelayanan untuk stem dan bio engineering ini
sehingga kita tidak tertinggal oleh negara lain (Indonesia sebagai
bangsa inovator dan bukan bangsa follower). Sebab, bila menunggu negara
lain selesai riset, kita akan ketinggalan lagi. Karena itu, dalam dunia stem
cell dan bio engineering, kita berusaha melangkah sejajar bersama dengan
negara-negara lain di dunia.
Tahapan untuk stem cell dan bio engineering approval agak
sedikit berbeda dengan release obat, yaitu idea, proof of concept, animal safety study, regular approval dan
clinical trial, untuk membangun concurrent evidence based tadi. Dengan
demikian, ke depan pihak company yang memproduksi obat-obatan seyogianya
mulai mengikuti perkembangan produk-produk biologis ini. Sebab, tidak
tertutup kemungkinan, ke depan terjadi pergeseran dari bahan-bahan chemical
menjadi bahan biologis untuk medical
therapy. Tidak saja untuk terapi penyakit-penyakit degeneratif dan gene related yang no option treatment, tetapi juga untuk preventif. Misalnya,
dengan penggunaan bahan biologis yang diambil di tingkat micro RNA untuk
prevensi anti-obesity, antiaging, antiosteoporosis, anti cancer, regulasi
lipid, serta penambahan telomerase untuk memperpanjang usia sel. Bertambahnya
usia sel akan memperpanjang usia individu tersebut.
Sedangkan untuk tissue
engineering, ke depan dibuat kombinasi antara organ buatan melalui teknik
3D printing yang dihidupkan dan stem cell dari pasien itu sendiri sehingga
tidak akan terjadi penolakan bila ditransplankan. Hal ini juga memberi
manfaat terkait kendala keterbatasan donor organ saat transplantasi.
Contohnya, Cincinnati University baru-baru ini memublikasikan teori kanker.
Bila dulu karena adanya mutasi, ternyata kini diketahui adanya disharmoni dari
gen pengode osteopontin a, b, dan c sehingga untuk terapi kanker ke depan
digunakan cara untuk membuat gen pengode osteopontin a, b, dan c tersebut
menjadi harmoni kembali.
Mungkin ada sedikit perbedaan iklim riset di AS dan Eropa
dengan di Indonesia. Di sana, grant untuk produk riset terapan sangat besar
dengan harapan banyak temuan baru yang bisa dihilirisasi untuk medical discovery sebagai terapi.
Bagaimana posisi Indonesia? Di Surabaya, riset-riset, baik
stem cell maupun bio engineering, tersebut telah on going, dengan atau tanpa grant. Ada yang fase laboratorium trial, animal trial, dan
beberapa penyakit degeneratif di clinical
trial. Khusus di bidang ini, kita ingin menunjukkan bahwa kita bisa
menjadi sebuah bangsa INOVATOR. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar