Pekan
Imunisasi 2017
FX Wikan Indrarto ; Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta;
Dokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih Yogyakarta; Alumnus S-3 Universitas
Gadjah Mada
|
KOMPAS, 29 April 2017
Minggu
terakhir bulan April setiap tahun, tahun ini pada 24-30 April 2017,
didedikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi Pekan Imunisasi
Sedunia.
Kampanye ini
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan permintaan imunisasi, juga
memperbaiki layanan vaksinasi sehingga setiap orang di mana pun, dapat
dilindungi dari penyakit yang mematikan. Apa yang perlu kita lakukan?
Pada tahun
2016, tema global adalah "Tutup Kesenjangan Imunisasi" dengan
berfokus pada imunisasi untuk semua orang dalam sepanjang kehidupannya. Tema
tahun 2017 adalah "Manfaat Vaksin (#Vaccines Work)". Hal ini untuk
mengingatkan tentang kekuatan kerja vaksin yang masih belum dimanfaatkan
sepenuhnya (the power of vaccines still not fully utilized), padahal vaksin
terbukti mampu mencegah banyak kematian.
Jangkau semua orang
Rencana global
atau The Global Vaccine Action Plan yang ambisius adalah menjangkau semua
orang dengan vaksin pada tahun 2020. Semua pemimpin dalam bidang kesehatan
ditantang untuk mewujudkan imunisasi sebagai salah satu kisah sukses terbesar
dalam bidang kedokteran modern.
Tidak ada
intervensi dalam bidang kesehatan preventif tunggal yang lebih hemat biaya
dibandingkan imunisasi. Setiap tahun, imunisasi mampu mencegah 2-3 juta
kematian anak akibat difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), dan campak.
Meski demikian, saat ini masih ada 19,4 juta anak di seluruh dunia yang tidak
divaksinasi atau divaksinasi tetapi kurang lengkap.
Setidaknya 10
juta kematian telah dapat dicegah sepanjang tahun 2010-2015 berkat vaksinasi
di seluruh dunia. Jutaan nyawa terlindungi dari penderitaan dan kecacatan
karena penyakit infeksi seperti pneumonia, diare, batuk rejan, campak, dan
polio.
Program
imunisasi yang berhasil memungkinkan program prioritas nasional, seperti
pendidikan dan pembangunan ekonomi, terus bertahan. Kesuksesan tersebut
dibangun berdasarkan sejarah panjang penelitian dan inovasi yang menghasilkan
terobosan produk baru dan cara untuk mencapai cakupan vaksin universal.
Program
imunisasi yang diperluas atau The Expanded Programme on Immunization dibentuk
saat terjadinya optimisme yang luar biasa tentang potensi kerja vaksin.
Program ini dibentuk tahun 1974 saat dunia bergerak hampir mendekati
pemberantasan penyakit cacar.
Eradikasi
Saat itu
terjadi rasa percaya diri yang tinggi bahwa, dengan komitmen dan kerja sama
internasional, penyakit lainnya yang juga dapat dicegah dengan vaksin, pasti
dapat dikalahkan. Sertifikasi pemberantasan penyakit cacar yang diperoleh
1979 merupakan bukti kekuatan vaksin dalam memberantas penyakit infeksi
secara permanen.
Dalam beberapa
dekade sejak itu, program imunisasi tetap berjalan dan termasuk program
kesehatan masyarakat yang paling berhasil. Sejak awal, program imunisasi
telah dirancang untuk mencapai cakupan universal.
Pada tahun
1974, hanya 5 persen anak di dunia dilindungi dari enam penyakit penyebab
kematian yang ditargetkan oleh program imunisasi tersebut. Saat ini angka
cakupan imunisasi tersebut mencapai 86 persen dengan beberapa negara
berkembang mencapai lebih dari 95 persen.
Di Indonesia,
menurut Profil Kesehatan Indonesia 2015, cakupan imunisasi campak telah
mencapai 92,3 persen. Sebaliknya capaian indikator imunisasi dasar lengkap
baru 86,54 persen pada tahun 2015. Padahal, target rencana strategis adalah
91 persen pada tahun yang sama. Capaian rendah ini karena berbagai faktor:
geografi, pandangan keagamaan, ketidakpercayaan kepada pihak pelaksana
imunisasi, dan adanya metode tradisional yang diyakini lebih menyehatkan.
Akibatnya,
masih banyak bayi di Indonesia yang belum memiliki kekebalan atau imunitas
karena adanya "missing out", tinggi "drop out", dan
penggunaan vaksin palsu yang sudah beroperasi 13 tahun dan baru terbongkar
pada 2016.
Meski
demikian, jika dilihat secara global, ada 116 juta bayi di seluruh dunia
telah menerima 3 dosis vaksin DPT (Difteri-Tetanus-Pertusis) tahun 2015.
Vaksinasi ini yang mampu melindungi mereka dari penyakit menular yang dapat
menyebabkan penyakit berat, kecacatan, dan kematian.
Selain itu, 85
persen anak di seluruh dunia telah menerima satu dosis vaksin campak sebelum
hari ulang tahun pertama melalui layanan kesehatan rutin, yang meningkat dari
73 persen di tahun 2000. Kasus polio menurun lebih dari 99 persen sejak 1988.
Saat ini tinggal tiga negara yaitu Afganistan, Nigeria dan Pakistan, yang
masih menjadi daerah endemik polio, turun dari lebih dari 125 negara pada
1988.
Imunisasi atau
vaksinasi mampu mencegah penyakit, kecacatan, dan kematian akibat penyakit
yang dapat dicegah dengan vaksin, termasuk kanker serviks, difteri, hepatitis
B, campak, gondok, pertusis (batuk rejan), pneumonia, polio, diare rotavirus,
rubella, dan tetanus.
Cakupan bertahan
Cakupan
vaksinasi global umumnya bertahan stabil dan tidak menunjukkan peningkatan
lagi. Selain itu, penggunaan vaksin baru dan vaksin yang kurang dimanfaatkan
justru meningkat. Padahal, imunisasi saat ini terbukti mampu mencegah 2-3
juta kematian setiap tahun.
Tambahan 1,5
juta kematian dapat dihindari jika cakupan vaksinasi global terus meningkat
karena diperkirakan 19,4 juta bayi di seluruh dunia masih belum mendapatkan
vaksinasi dasar (missing out on basic vaccines). Memperluas akses terhadap
imunisasi sangat penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs).
Mengingat efisien dan efektifnya vaksinasi terhadap kesehatan,
momentum Pekan Imunisasi Sedunia kali itu juga harus dimanfaatkan untuk
menyadarkan tentang potensi kerja vaksin yang luar biasa. Dalam hal ini,
kerja keras sungguh diperlukan, Dalam hal ini pelibatan para tokoh agama dan
pakar budaya kesehatan masyarakat menjadi kuncinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar