Selasa, 18 April 2017

Perubahan Keuangan Global

Perubahan Keuangan Global
Anwar Nasution  ;   Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI
                                                        KOMPAS, 18 April 2017


                                                                                                                                                           

Pada tahun 2016, dunia menyaksikan perubahan mendasar sistem politik yang sangat memengaruhi sistem perdagangan dan keuangan internasional.  Pada pertengahan tahun itu, referendum di Inggris menghasilkan putusan keluarnya negara itu dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang tadinya ikut dibentuknya. Referendum itu menghasilkan Brexit-kependekan dari British Exit -dari MEE. Di Amerika Serikat, Donald Trump terpilih menjadi presiden dengan program yang populis anti-elite, nasionalistis, protektif, dan anti-imigran asing. Pemerintahan otoriter yang terpusat pada presiden kembali berkuasa di Hongaria, Polandia, dan Turki.

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa berbalik menentang globalisasi produksi dan perdagangan internasional, sistem keuangan, dan tenaga kerja. Globalisasi perdagangan, keuangan, dan tenaga kerja dianggap merupakan faktor penyebab peningkatan tingkat pengangguran, hambatan mobilitas sosial, penurunan kualitas hidup, dan erosi nilai-nilai budaya tradisional. Padahal, justru Amerika Serikat dan Inggris-lah yang tadinya merupakan penggagas dan pelopor deregulasi dan liberalisasi internasional sejak berakhirnya Perang Dunia II.

Liberalisasi sistem perdagangan dan keuangan internasional terjadi karena kombinasi antara kemajuan teknologi dan perubahan aturan pemerintah nasional. Kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi telah memperpendek waktu tempuh dan menurunkan biayanya. Rangkaian aturan pemerintah itu tadinya menghambat lalu lintas perdagangan serta mobilitas faktor produksi antarnegara, baik berupa tenaga kerja, modal, maupun teknologi. Liberalisasi sistem perdagangan, keuangan, dan tenaga kerja telah memungkinkan terwujudnya rantai pasokan global (global supply chains). Artinya, proses produksi suatu barang dilakukan melalui berbagai tahapan produksi suku cadang dan komponen di beberapa negara.

Telepon genggam dan komputer iPod dirakit di China dengan menggunakan suku cadang dan komponen yang diimpor dari 27 negara. IPod adalah produk perusahaan Apple milik Amerika Serikat yang memindahkan produksinya ke mancanegara untuk mengurangi ongkos produksi. Desain baju seragam tentara NATO yang dijahit di Solo dibuat di Eropa. Materialnya pun diimpor, sedangkan pengguntingannya dilakukan di Singapura atau Hongkong.

Melalui pemindahan fasilitas produksi ke luar negeri, Presiden Trump menuduh perusahaan multinasional dari negaranya mengekspor lapangan kerja ke negara lain, terutama Meksiko dan China serta negara Asia lainnya. Di satu pihak, migrasi perusahaan ke luar negeri mengurangi kesempatan kerja di Amerika Serikat. Di lain pihak, impor produk luar negeri menambah defisit neraca pembayaran luar negeri. Presiden Trump merasa terganggu oleh besarnya migrasi tenaga kerja kasar dari Meksiko yang ia sebut menambah kriminalitas. Inggris merasa terganggu oleh migrasi tenaga kerja dari Polandia dan negara-negara Eropa Timur lainnya.

Migrasi itu telah menyaingi tenaga kerja lokal dan menambah permintaan akan perumahan dan jasa-jasa sosial, seperti pemeliharaan kesehatan, sekolah, menambah kemacetan lalu lintas, serta mengganggu ketertiban dan keamanan. Migrasi dari beberapa negara Arab, pemeluk agama Islam, dihambat masuk ke Amerika Serikat karena alasan keamanan. Hambatan seperti ini justru merugikan negara itu sendiri karena mengurangi turisme serta kedatangan orang asing untuk tujuan berobat atau sekolah.

Akibat dari deregulasi, dewasa ini pedagang buah di Jakarta menjual jeruk dari Pakistan dan China. Sebaliknya, pisang dan salak dari Yogyakarta dan Bali merupakan barang mewah di China. Selain pakaian seragam tentara NATO, sebagian dari sepatu olahraga serta baju mahal yang dijual di toserba negara-negara maju dijahit di Indonesia. Orang asing pun membeli suku cadang dan komponen buatan Indonesia. Pembelian orang asing atas produk-produk Indonesia telah menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan devisa ekspor bagi Indonesia.

Sementara itu, pemerintah membelanjai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-nya dengan menjual Surat Utang Negara (SUN) dan obligasi sukuk di pasar keuangan dunia. Hampir sebesar 40 persen SUN dan sukuk yang dipasarkan di Bursa Efek Indonesia dibeli oleh modal asing jangka pendek. Ini terjadi karena Indonesia tidak punya perusahaan asuransi dan dana pensiun yang kaya maupun bank tabungan pos yang dapat menyerap SUN dan SBI. Pemasukan modal swasta asing berjangka pendek sangat rawan pada perekonomian karena mengandung dua jenis risiko, yakni risiko kurs dan risiko perbedaan jangka waktu kredit dengan pelunasannya.

Menggerakkan perekonomian

Kelompok negara G-20 dan Dana Moneter Internasional (IMF) menempuh kebijakan stabilisasi perekonomian yang bertolak belakang untuk mencegah kebangkrutan sistem ekonomi dunia setelah Lehman Brothers kolaps pada tahun 2008. Untuk mengobati krisis Asia tahun 1997, IMF mempersyaratkan agar negara-negara yang terkena krisis mengadopsi kebijakan stabilisasi yang terdiri dari: (1) kebijakan fiskal yang mengencangkan ikat pinggang; (2) meningkatkan tingkat suku bunga guna mencegah pelarian modal; (3) mendevaluasikan mata uang nasional guna merangsang ekspor dan membatasi impor; dan (4) melakukan deregulasi perekonomian untuk meningkatkan produktivitas dan produksi nasional.

Pertemuan puncak (KTT) G-20 di London pada tahun 2008 memberikan arahan yang bertolak belakang dari standar kebijakan IMF yang biasa. Dunia beruntung karena disertasi PhD Bernanke di Massachusetts Institute of Technology (MIT) adalah mengenai resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 2008 itu, Bernanke menjabat sebagai Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat. Dalam KTT tahun 2008 di London, G-20 menambah dana IMF sehingga bisa memberikan bantuan lebih besar kepada negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran luar negeri agar tidak berlomba mendevaluasikan (competitive devaluation) mata uang nasionalnya.

Selain dari pinjaman kepada IMF, dana bantuan luar negeri diperbesar dengan adanya currency swap facilities dari sejumlah negara. AS memberikan fasilitas bantuan kepada 14 negara penting. Indonesia dibantu Jepang, Korea Selatan, dan China. Tersedianya fasilitas ini telah menghindarkan terjadinya perlombaan melakukan devaluasi, dan menurunkan pengeluaran negara, sehingga menambah instabilitas perekonomian internasional.

Upaya untuk menggalakkan perekonomian dunia dilakukan melalui empat cara. Cara pertama adalah untuk membangun kembali industri keuangan yang terpuruk dengan menambah modalnya dan membersihkan bukunya dari kredit bermasalah. Cara kedua, melalui kebijakan tingkat suku bunga yang rendah, adakalanya negatif. Untuk menurunkan tingkat suku bunga hingga di bawah nol persen, bank sentral di Jepang, Uni Eropa, dan AS memompakan likuiditas ke pasar uang dengan membeli surat utang negara (seperti SUN) ataupun surat-surat berharga (saham dan obligasi) yang dikeluarkan oleh badan usaha swasta.

Penurunan tingkat suku bunga diharapkan dapat merangsang investasi swasta ataupun konsumsi masyarakat atas barang-barang tahan lama (durable goods), seperti mesin cuci, kompor listrik, lemari es, dan sepeda motor. Cara ketiga adalah dengan ekspansi pengeluaran anggaran negara, seperti untuk proyek-proyek infrastruktur. Pada tahun 2008-2009, Indonesia dibantu oleh Jepang, Australia, dan Bank Dunia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan melakukan ekspansi pengeluaran negara. China juga membangun perumahan rakyat di semua pelosok ataupun industri besar padat modal.

Cara keempat, untuk menggalakkan perekonomian adalah melalui deregulasi perekonomian guna meningkatkan produktivitas dan produksi. Penyederhanaan perizinan, prosedur, dan aturan maupun hambatan perdagangan di dalam negeri dapat menekan ongkos produksi yang memurahkan tingkat harga-harga sehingga dapat bersaing di pasar dunia.

Cara keempat ini yang ditempuh Deng Xiaoping untuk memajukan ekonomi negaranya mulai tahun 1978. Pada waktu itu, ia meninggalkan ajaran komunis garis keras ala Mao Zedong yang anti-modal asing dengan mengundang mereka untuk menanamkan modalnya di Pantai Timur China. Hanya dengan sekejap mata, struktur ekonomi Pantai Timur China berubah dari tadinya pertanian komunal dengan produktivitas hampir sama dengan nol menjadi kawasan industri yang berorientasi pada ekspor dengan produktivitas yang lebih tinggi.

Belum mampu bersaing

Perubahan itu terjadi karena masuknya modal asing berbondong-bondong ke China membawa modal, teknologi, dan jaringan pasar internasional. Akibatnya, ekonomi China dapat tumbuh rata-rata 10 persen setahun secara terus-menerus selama 30 tahun terakhir, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ekspor. Secara bertahap, China dapat meraih kemajuan teknologi dan kini negara itu merupakan negara eksportir dunia yang kedua setelah Jerman. Pada awalnya China hanya memproduksi barang-barang murahan berkualitas rendah. Sekarang, China mengekspor ponsel dan laptop dan kereta api supercepat dan membangun jalan tol di Inggris.

Strategi ini yang ditiru oleh India sejak era Perdana Menteri Manmohan Singh pada tahun 1990 yang diteruskan Perdana Menteri Modi sekarang ini. Seperti halnya Taiwan, India sekarang merupakan produsen dan eksportir penting dalam hal suku cadang serta komponen barang-barang elektronik dan otomotif.

Dalam dua tahun terakhir, pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah mengintroduksi lebih dari 12 deregulasi perekonomian. Namun, hasilnya masih mengecewakan karena belum dapat merangsang investasi modal swasta dan penciptaan tenaga kerja. Pantai timur Pulau Sumatera tetap miskin dan merupakan sumber bahan baku serta tenaga kerja murah bagi Malaysia dan Singapura di seberang Selat Malaka yang sempit itu. Demikian juga Kalimantan di Indonesia yang tak bisa bersaing dengan negara bagian Malaysia yang ada di pulau yang sama, walaupun suku bangsa penduduknya, tanah, dan sungainya pun sama.

BUMN Indonesia masih tetap tidak berperan bagi pembangunan nasional. PT Perkebunan (PTP) belum mampu menyaingi perusahaan swasta untuk mengolah sawit dan memasarkannya di pasar dunia. Perusahaan kertas BUMN tidak dapat menyaingi swasta yang sudah merambah pasar Asia Pasifik hingga India. BUMN dan swasta nasional belum mampu memanfaatkan pasar Timur Tengah yang bisa digunakan untuk penetrasi pasar Afrika dan Asia Tengah. Indonesia adalah pengirim jemaah haji dan umrah yang terbesar jumlahnya di dunia. Namun, produsen pakaian untuk keperluan mereka adalah China: baju ihram, kopiah, kerudung dan baju kebaya wanita, sandal, tasbih, hingga tikar shalat. Indonesia pun tak berperan dalam bisnis transportasi ataupun penginapan jemaah dan pengemasan air zamzam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar