Kamis, 20 April 2017

Siap Menang dan Siap Kalah

Siap Menang dan Siap Kalah
Yusa Djuyandi  ;   Dosen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
                                              MEDIA INDONESIA, 19 April 2017


                                                                                                                                                           

PELAKSANAAN putaran kedua pilkada DKI Jakarta hari ini dilaksanakan. Hasil dari pemilihan pada putaran kedua ini menentukan siapa sosok yang akan terpilih menjadi pemimpin di Provinsi DKI Jakarta selama periode 2017-2022. Atmosfer persaingan politik pada perhelatan pilkada DKI Jakarta kali ini memang dapat dikatakan panas. Penyebabnya ialah persaingan dalam memenangkan pasangan calon (paslon) tidak hanya terkait dengan adu gagasan atau program. Di akar rumput, isu-isu nonkonseptual berkembang dan mengalir sangat deras, seperti halnya isu agama, etnik, dan penghentian program bagi masyarakat yang memilih calon tertentu.

Apa yang akan terjadi jika melihat adanya masalah itu? Jawabannya ialah pilihan masyarakat akan ditentukan adanya unsur fear factor. Masyarakat takut memilih calon tertentu karena akan bersinggungan dengan kelompok masyarakat agama yang akan mempermasalahkan pengurusan pelayanan terkait dengan urusan keagamaan. Di sisi lain masyarakat juga takut memilih karena tidak akan lagi menikmati fasilitas yang selama ini mereka dapatkan. Berlangsungnya kondisi itu jelas memberikan ancaman terhadap proses demokrasi yang sudah terbangun sebab masyarakat tidak lagi dapat memilih kandidat sesuai dengan hati nurani mereka. Panasnya persaingan politik pada pilkada DKI Jakarta juga banyak diketahui masyarakat luas, tidak hanya nasional, bahkan internasional. Persoalan ini yang diharapkan tidak berlanjut pascapilkada.

Kemenangan

Siapa pun yang bersaing dalam sebuah kompetisi politik pasti menginginkan kemenangan. Itu bukan hanya berlaku bagi paslon kepala daerah dan tim suksesnya, melainkan juga bagi para pendukung. Bagi para sukarelawan, sebagian besar dari mereka bergerak atas dasar hati nurani dan keyakinan calon yang mereka usung memberikan perubahan dan kebaikan bagi masyarakat. Dalam sebuah kontestasi politik, dukungan kelompok atau sukarelawan memberikan dampak sangat penting bagi paslon kepala daerah. Mereka tidak hanya menjadi penyemangat layaknya suporter sepak bola, tetapi juga dapat menjadi penentu kemenangan. Gerakan mereka yang bersifat sukarela dan didasarkan keyakinan terhadap calon yang di usung, mendorong mereka bekerja layaknya bola salju, yang ketika di atas masih kecil kemudian meluncur ke bawah bentuknya semakin besar.

Kemenangan bagi calon kepala daerah, tim sukses, dan kelompok sukarelawan perlu diraih dengan kerja keras dan usaha yang optimal. Akan tetapi, indikator itu tidak boleh dilepaskan dari strategi politik yang bijak, kemenangan harus diraih dengan cara yang baik. Hal yang perlu dicamkan ialah kemenangan yang diraih dalam persaingan politik ialah untuk kebaikan semua masyarakat, sebagaimana politik menurut Aristoteles ialah for the goodness of society. Melakukan cara-cara yang baik dalam memperoleh kemenangan dapat membuat pengorbanan politik menjadi sangat berharga sebab menang atau kalah, banyak pihak akan tetap memberikan apresiasi positif atas upaya bersama menjalankan prinsip fair play. Akan tetapi, sebaliknya sebuah kemenangan akan menjadi tidak bermakna jika dilakukan melalui cara-cara tidak baik, seperti black campaign atau fitnah politik, serta menyinggung soal agama pihak lain yang pada akhirnya menimbulkan konflik. Meski pada umumnya persaingan pilkada selalu panas hingga pada saat pemilihan, bukan berarti hal itu akan berhenti ketika sudah ada pemenang. Apabila panasnya persaingan politik hanya terkait dengan program kerja dan perolehan suara, persoalan itu dapat berhenti hingga pada saat keluar pemenang.

Peran calon kepala daerah

Upaya untuk mengantisipasi terjadinya potensi konflik antarmassa pendukung bukan hanya tugas aparat kepolisian. Peran utama dan terpenting ialah pada paslon kepala daerah yang bersaing pada pilkada DKI Jakarta. Para paslon kepala daerah harus memiliki kemampuan mengendalikan diri dan massa pendukung mereka untuk tidak melontarkan ucapan-ucapan yang menyulut emosi pihak lawan atau masyarakat. Calon kepala daerah juga diharapkan mengontrol dan meminta pendukung mereka meraih kemenangan dengan cara-cara yang baik.

Calon kepala daerah memainkan peran sangat penting dalam setiap perhelatan pilkada, terutama dalam mendorong para pendukung mereka untuk selalu menjaga perilaku dalam kehidupan berpolitik. Sosok calon kepala daerah ialah anutan yang sikap dan ucapannya menjadi rujukan pengikutnya. Dalam kasus pilkada DKI Jakarta, apresiasi perlu diberikan kepada paslon yang mampu mengontrol masyarakat pendukungnya meredakan isu-isu agama atau etnik. Apabila paslon tidak bisa memberikan arah dan contoh yang baik, bukan tidak mungkin hal itu akan diikuti para pendukungnya, bahkan hingga pada saat pascapilkada. Dalam contoh kasus pilkada di beberapa daerah dapat ditemukan konflik pilkada yang masih berlanjut meski pemenang telah ditetapkan. Apa yang dikhawatirkan ialah kehidupan masyarakat pascapilkada akan terganggu. Tidak hanya itu, munculnya konflik pascapilkada juga meruntuhkan proses kedewasaan berpolitik yang sudah dibangun dengan susah payah.

Penting pula bagi paslon yang ikut serta dalam kontestasi pilkada untuk ingat janji mereka sebelum mencalonkan diri. Janji itu ialah siap menerima hasilnya, baik menang maupun kalah. Siapa pun akan merasa kecewa jika menerima kekalahan, tetapi jati diri seorang pemenang dan petarung profesional ialah dewasa menerima kekalahan. Apa yang telah diikrarkan para paslon juga seharusnya tidak sekadar wacana. Harus dibuktikan melalui sikap dan tindakan. Tindakan paslon itulah yang akan dilihat pendukung maupun relawan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar