Ahok
dan Kepemimpinan Islami
Fathorrahman Ghufron ; Dosen Kewarganegaraan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Yogyakarta
|
KORAN
JAKARTA, 17 April 2017
Dalam sebuah
acara halaqoh kaum muda NU Jakarta bertema Pilkada: Kesetiaan pada Pancasila
dan UUD 1945 beberapa waktu lalu, KH Ishomudin menyatakan pemimpin sekarang
harus bisa dipercaya dan mampu membawa kemajuan. Kriteria tersebut bisa
didapat dari seorang muslim maupun nonmuslim. Sebab, keduanya sama-sama
mempunyai hak menjadi pemimpin.
Demikian pula
hasil halaqoh bahtsul masail GP Anshor (11–12 Maret 2017) yang menyatakan
berdasarkan konstitusi, siapa pun berhak memilih dan dipilih dalam sebuah
pemilihan daerah. Maka, bila yang terpilih nonmuslim sekalipun, adalah sah
menurut agama dan negara. Siapa pun tidak bisa menolaknya.
Lalu,
bagaimana bila pandangan tersebut dikaitkan dengan posisi Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) yang kini tengah mencalonkan diri sebagai calon gubernur
Jakarta, namun selalu dipersoalkan kelompok agama tertentu. Hal ini bisa dilihat
kerasnya sekelompok umat beragama yang menolaknya disertai berbagai adagium
agama yang menegaskan bahwa Indonesia hanya pantas dipimpin orang Islam.
Mereka melansir berbagai ayat dan riwayat sebagai alat legitimasi untuk
menekan Ahok.
Padahal, jejak
rekam kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur Jakarta selama beberapa tahun
menggantikan Jokowi yang terpilih sebagai Presiden menunjukkan kesesuaian
ekspektasi masyarakat Jakarta yang merindukan pemimpin amanah. Hal ini bisa
dicermati dari berbagai terobosan Ahok dalam mengelola administrasi
kepemerintahan Jakarta secara transparan dan akuntabel.
Dia juga
berani menindak sikap despotik berbagai aparat dan oknum yang menyalahgunakan
kekuasaan. Dia pun bersedia merumuskan kebijakan yang bisa diakses masyarakat
luas dan mengubah pola kepemimpinan horizontal sehingga siapa pun yang
memenuhi syarat, bisa tampil di pucuk pimpinan.
Di samping
itu, sikap amanah yang dimanifestasikan Ahok dapat dicermati pula pada
komitmennya dalam menjalankan karakter kepemimpinan yang berani dan bernyali.
Dia tidak memperjualbelikan jabatan untuk kepentingan dirinya. Dia tidak
takut ancaman sekelompok orang yang dapat merugikan orang banyak.
Kesediaannya mematuhi aturan konstitusi yang menjadi ajaran hidup bernegara.
Dia juga tegas dalam menghadapi segala macam ancaman kelompok masyarakat yang
memiliki muatan kepentingan tertentu.
Oase
Dengan
demikian, sesungguhnya kehadiran Ahok menjadi oase bagi masyarakat Jakarta
yang merindukan pemimpin berani merombak struktur dan kultur kepemerintahan
yang selama ini menjadi benalu bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Ahok mengekspresikan naluri kekuatan berupa profesionalisme dalam menyajikan
berbagai aturan dan peraturan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat
luas. Tidak heran bila di berbagai kesempatan, dia selalu tegas dan teguh
dalam menyampaikan sikap politiknya untuk menjalankan kekuasaan guna
meningkatkan kesejahteraan warga.
Dalam kaitan
ini, berbagai performa Ahok dalam menjalankan jabatan secara amanah,
akuntabel, transparan, dan jujur tersebut dapat dikategorikan sebagai model
kepemimpinan islami. Sebab, secara substantif, prinsip kepemimpinan islami
harus mampu melahirkan kebijakan berdasarkan kepentingan rakyat. Dalam akidah
fikih disebut tasharraful imam ‘ala ar ro’iyah manuthun bil maslahah.
Dalam sebuah
forum diskusi, KH Malik Madani (Katib ‘Am PBNU periode 2010–2015) memaparkan
pandangan tentang ukhuwah islamiyah dalam bingkai persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia yang sangat bernas. Secara epistemologis, ukhuwah islamiyah
adalah persaudaraan berdasarkan nilai-nilai Islam. dia tak sekadar
meniscayakan hubungan persaudaraan dengan sesama umat Islam saja, tetapi
dengan setiap manusia, meskipun berbeda keyakinan dan agama. Landasannya
nilai-nilai saling menghormati dan menghargai.
Paparan KH
Malik Madani menggambarkan hal serupa. Artinya, bisa jadi pula kepemimpinan
islami tidak hanya mengacu pada semangat lahiriah yang hanya berkutat soal
identitas keislaman. Dia juga mengacu pada nilai-nilai spirit dan ajaran dalam
Islam seperti dapat dipercaya, cakap menyampaikan gagasan, amanah, dan jujur.
Ini diimplementasikan dalam setiap laku kepemimpinannya.
Berdasarkan
kontekstualisasi nilai-nilai tersebut, tidak terlalu berlebihan bila dalam
salah satu survei tentang negara paling islami yang dilakukan akademisi di
George Washington University menyebutkan, Selandia Baru sebagai role model
terdepan dalam mengembankan nilai-nilai kehidupan islami. Selandia Baru
berhasil menerapkan nilai-nilai, seperti keadilan, penghargaan, dan
menjunjung hak asasi manusia.
Ini artinya,
tantangan terbesar bagi Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim harus
mampu menempatkan diri secara rasional dan proporsional dalam memperlakukan
sikap islami agar berdampak bagi keadilan masyarakat. Pemimpin harus mengacu
pada nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad, bukan berhenti pada status agama
an sich.
Apalagi, dalam
konteks negara yang penduduknya terdiri dari aneka ragam latar belakang
ideologi, agama, etnik, dan golongan tentu tidak patut mengedepankan egoisme
kelompok untuk menobatkan pemimpin yang sesuai emosi keyakinannya, sementara
unsur keyakinan lain selalu ditampik hanya karena dominasi mayoritas.
Dalam Alquran
terdapat beberapa ayat yang intinya secara analogis dapat diasumsikan
menyiratkan sebuah pesan senada bahwa bisa jadi Jakarta yang di dalamnya
penuh persoalan struktur kepemerintahan yang tidak menjalankan fungsinya
dengan baik, kultur masyarakat yang susah diatur, birokrasi rente yang
menyuburkan korupsi dan kolusi, sesungguhnya kehadiran Ahok dalam bursa calon
gubernur Jakarta menjadi salah satu keniscayaan untuk menjadi pemimpin. Dia
berpeluang menciptakan perbaikan dan membawa kemajuan.
Pengalaman ini setidaknya menjadi pelajaran kita semua, siapa
pun yang memenuhi kualifikasi dan sesuai dengan konstitusi negara berhak
menjadi pemimpin yang kultur masyarakatnya sangat beragam. Pernyataan KH
Ishomudin dan GP Anshor tadi gagasan rasional yang dapat diterima semua
orang. Roh keindonesiaannya dibangun berdasarkan spirit kewarganegaraan yang
inklusif dan tidak menonjolkan spirit keumatan eksklusif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar