Strategi
Pembangunan Industri
Anwar Nasution ; Guru Besar FEUI
|
KOMPAS,
22 Januari 2015
KETERGANTUNGAN kita pada ekspor komoditas primer dan
tenaga kerja kasar tanpa pendidikan serta keahlian perlu diakhiri. Komoditas
primer sangat bergantung pada siklus ekonomi dunia. Boom komoditas primer
yang kita nikmati akibat tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di
Tiongkok dan India, berakhir sejak 2011. Sementara itu, pada umumnya, tenaga
kerja Indonesia (TKI) mendapatkan perlakuan buruk dari majikannya di luar
negeri, bagaikan perbudakan era baru. Untuk mengubahnya, Indonesia perlu
mengikuti jejak negara-negara ASEAN lain, yakni mengundang partisipasi modal
asing dalam pembangunan nasional.
Pemerintah
yang cerdik mampu menggunakan modal asing untuk melakukan diversifikasi dan
meningkatkan produksi industri pengolahan, pertanian, pertambangan dan
perikanan. Tumbuhnya industri pengolahan akan membuka lapangan kerja di dalam
negeri sendiri, meningkatkan basis ekspor dan pajak serta alih teknologi. Langkah
itu sekaligus diperlukan untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
mulai 2015 karena kesatuan produksi di MEA tersebut memang diharapkan oleh
negara-negara anggota ASEAN akan dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di
berbagai negara (multinational
corporation/MNC).
Modal asing
kita perlukan bukan saja untuk menambah tabungan nasional kita yang lebih
rendah daripada keperluan investasi ataupun menutup defisit neraca transaksi
berjalan. Modal asing juga kita perlukan untuk alih teknologi produksi dan
manajemen. Karena pemerintah tidak mampu mengelola sendiri, pengelolaan Hotel
Indonesia kini diserahkan kepada Grup Djarum, produsen rokok kretek dari
Kudus yang pada gilirannya meminta bantuan jaringan hotel dari Jerman. Tidak
satu pun di antara BUMN dan BUMD kita yang sudah mampu bersaing di pasar
regional dan global. Perusahaan Thailand menguasai pasar dunia ikan tuna
kalengan dan Charoen Pokphand menguasai pasar regional dalam pakan ternak.
Perusahaan
asing sekaligus membuka pasar internasional. Dewasa ini, MNC menguasai
sekitar 80 persen dari transaksi barang dan jasa antarnegara. Dengan
demikian, MNC sangat berperan dalam transaksi perdagangan dan investasi
global. MNC membangun produksi suku cadang dan komponen di banyak negara dan
kemudian merakitnya menjadi produk jadi di negara lainnya serta mengekspornya
ke negara tujuan pemasaran. Rangkaian produksi suku cadang dan komponen serta
perakitannya menjadi barang jadi disebut sebagai jaringan produksi global.
MNC telah
mendorong terjadinya industrialisasi perekonomian Thailand, Malaysia,
Singapura dan Filipina. MNC telah membuat Bangkok dan sekitarnya menjadi
sentra otomotif yang penting, Penang dan Manila menjadi sentra industri
elektronik; Singapura sebagai pasar keuangan serta jasa lainnya ataupun
industri farmasi terkemuka di dunia.
Singapura
tidak punya minyak, tetapi memiliki industri pengilangan dan produsen
anjungan (rigs) penambangan minyak terkemuka di dunia. Pada awal kemerdekaan
Singapura, produk domestik bruto (PDB), ekspor, dan lapangan kerja di
Malaysia bergantung pada karet dan timah. Dewasa ini, 29 persen dari PDB
Malaysia dan 56 persen dari nilai ekspornya berasal dari industri elektronik
dan 29 persen dari tenaga kerjanya bekerja pada industri tersebut. Indonesia
bukan bagian penting dari rantai pasokan global itu.
Kebijakan untuk menarik PMA
Pada umumnya,
dapat dikatakan bahwa kebijakan industrial cara lama hanya menimbulkan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang hampir tidak ada manfaatnya pada
perekonomian nasional. Kebijakan tersebut antara lain berupa penggunaan
produk dalam negeri (domestic contents),
kerja sama usaha (joint venture)
dan technology-sharing lainnya
serta pengalihan kepemilikan saham yang tidak transparan dari modal asing
kepada pemodal dalam negeri. Dalam realita, transfer saham seperti itu hanya
diterima oleh pihak yang dekat dengan penguasa politik dengan tingkat harga
di bawah harga pasar. Lihatlah siapa yang beruntung menerima limpahan saham
dari Freeport di Papua dan Kaltim Prima Coal di Kalimantan Timur.
Strategi baru
untuk menarik penanaman modal asing meliputi promosi dari pemerintah serta
rangkaian kebijakan ekonomi mikro, makro, dan kelembagaan. Promosi untuk
menarik perusahaan penanaman modal asing (PMA), termasuk menciptakan Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang kokoh dan mendirikan kawasan industri
yang dilengkapi dengan berbagai infrastruktur yang diperlukan serta
pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja. Kawasan industri itu bukan saja
sekadar pencitraan tanpa isi, seperti program MP3EI (Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), tanpa adanya infrastruktur dan
pendidikan tenaga kerja. Kurikulum program pelatihan serta pendidikan tenaga
kerja itu seyogianya didesain bersama dengan kalangan industri penggunanya
dan bukan hanya teori yang mengambang seperti balai latihan tenaga kerja
milik Kementerian Tenaga Kerja yang miskin peralatan ataupun instruktur yang
cakap.
Publikasi
Bank Dunia, Doing Business Indicators
2014, merinci berbagai kebijakan ekonomi mikro dan kelembagaan yang
diperlukan untuk memperbaiki iklim usaha. Tujuan dari kebijakan ekonomi mikro
dan kelembagaan tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi pasar dan
menurunkan biaya transaksinya. Berbagai kebijakan itu meliputi kemudahan
memulai usaha, yakni pengurusan izin usaha, mendapatkan sambungan listrik,
pendaftaran kekayaan, pengurusan kredit, pembayaran pajak, perdagangan luar
negeri (ekspor dan impor), dan masalah perburuhan.
Ada tiga
aspek penting dalam pembangunan kelembagaan. Pertama, perlindungan atas hak
milik individu (termasuk hak cipta) serta memaksakan berlakunya kontrak
perjanjian. Kedua, meningkatkan penerapan hukum untuk mengeliminasi kegagalan
pasar. Jangan lagi terulang kasus Bank Bali (1998) dan Bank Century (2008)
yang merongrong keuangan negara. Penerapan hukum ini termasuk untuk
mempercepat proses kepailitan dan kebangkrutan usaha agar faktor produksi
yang bermasalah itu segera dapat dikembalikan ke sektor produktif. Ketiga,
mengeliminasi kegagalan sektor pemerintah (public sector failures) dengan
meningkatkan produktivitas serta efisiensi badan usaha milik negara dan
daerah (BUMN/ BUMD) agar mereka dapat bersaing dengan usaha swasta di pasar
dunia.
Kebijakan
ekonomi makro adalah merupakan tugas pokok Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia. Kebijakan tersebut meliputi pemeliharaan stabilitas perekonomian
dengan tingkat laju inflasi yang rendah, tingkat suku bunga bank yang rendah,
serta nilai tukar mata uang yang memberikan rangsangan untuk mengekspor serta
meningkatkan efisiensi perekonomian. Stabilisasi perekonomian memungkinkan
dunia usaha dapat melakukan perencanaan akan masa depan.
Prediksi
tingkat laju inflasi dan tingkat laju pendapatan yang sering melenceng jauh
dalam target Bank Indonesia, telah mengurangi maknanya dalam melakukan
perencanaan serta prediksi masa depan. Tingkat suku bunga yang terus
meningkat dewasa ini dan nilai tukar rupiah yang terus mengalami erosi, akan
semakin menyulitkan dunia usaha terutama yang banyak meminjam dalam bentuk
valuta asing dari luar negeri.
Sasaran
kebijakan ekonomi makro termasuk kebijakan kurs untuk meningkatkan daya saing
perekonomian nasional di pasar dunia dan merangsang aliran faktor-faktor
produksi dari sektor non-traded yang dianggap kurang efisien ke sektor traded
yang lebih efisien. Sektor ekonomi non-traded hanya menghasilkan barang dan
jasa untuk pasar lokal sehingga tidak dieskpor ataupun diimpor. Contohnya
adalah industri perumahan, lapangan golf serta pusat perbelanjaan. Sektor
traded menghasilkan barang dan jasa untuk di ekspor dan menghadapi persaingan
dari impor.
Pemerintah
Malaysia mendirikan Penang Development
Corporation untuk mengelola kawasan industrinya di Penang (Bayan Lepas Free Industrial Zones).
Untuk mendidik tenaga kerja siap pakai didirikan Penang Skills Development
Center (PSDC) yang merupakan kerja sama pihak pemerintah, universitas dan
dunia usaha. Untuk mendidik tenaga siap pakai di bidang elektronika, PSDC
membangun kampus dan instalasi pendidikan, tetapi peralatan dan pengajarnya
disumbangkan oleh sekitar 28 perusahaan elektronik (termasuk Motorola,
Hewlett-Packard, dan Intel) yang ada di daerah itu. Hull University dari
Inggris membangun kampus untuk mendidik insinyur serta ahli keuangan dan
pembukuan.
Peran BKPM
Kalau
pemerintah dapat menggunakannya dengan baik dan menyerahkan pimpinannya
kepada orang yang kompeten, BKPM dapat dijadikan sebagai instrumen guna
merangsang pemasukan modal asing untuk memperluas dan meningkatkan basis
industri serta ekspor ataupun memperluas basis perpajakan dan alih teknologi
seperti yang disebut di atas. Presiden Jokowi sudah mencanangkan untuk
membuat BKPM sebagai satu-satunya pintu masuk penanaman modal (one-stop-shop) dan bukan hanya sebagai
salah satu mata rantai yang panjang proses penanaman modal (a one-more-stop shop). Akan tetapi,
hingga kini belum ada tanda-tanda upaya ke arah cita-cita itu.
Gagalnya
MP3EI pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono merupakan contoh
ketidakmampuan pemerintah untuk memanfaatkan aset nasional berupa letak
geografis yang strategis, kekayaan alam dan penduduk kita. Sei Mangkei adalah
berseberangan dengan Malaka di Semenanjung Malaysia yang dipisahkan oleh
Selat Malaka yang sempit. Dua-duanya mempunyai lokasi strategis. Nasibnya
berbeda karena Indonesia salah urus. Karena diurus lebih baik, orang Malaysia
jauh lebih makmur, mengolah minyak hasil bumi Indonesia, seperti karet,
sawit, dan cokelat, dengan mendatangkan TKI sebagai buruh kasar. Di
Kalimantan juga demikian halnya. Karena terletak di pulau yang sama, tanah di
Malaysia sama dengan tanah di provinsi Indonesia, sungainya sama, dan sukunya
juga sama. Tapi orang di utara pulau Kalimantan lebih makmur daripada di
selatan.
Ada berbagai
persyaratan agar BKPM dapat menjadi satu-satunya pintu masuk penanaman modal.
Pertama, laman BPKM harus menyediakan informasi mengenai perekonomian
Indonesia dan kerangka aturan yang mengatur dunia usaha. Kedua, pejabat BKPM
dapat menjawab pertanyaan calon investor secara sigap dan tepat waktu tentang
rencana proyek investasinya. Ketiga, BKPM dapat membantu calon investor untuk
dapat memperoleh izin dari semua departemen terkait maupun pemerintah daerah
seperti masalah perpajakan, imigrasi, dan lingkungan hidup. Keempat, menarik
investasi teknologi canggih untuk melakukan upgrading peningkatan industri
nasional dan jika perlu memberikannya subsidi sementara. Sudah beberapa kali
Indonesia membuat kesalahan dengan menolak rencana investasi perusahaan
elektronik dengan teknologi canggih, yang akhirnya pindah ke Penang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar