Poros
Maritim dalam Kerja Sama ASEAN
Ngurah Swajaya ; Anggota ASEAN Connectivity Coordinating Committee
(2011-2013); Pemerhati ASEAN
|
KOMPAS,
31 Desember 2014
Dalam debut internasional,
Presiden Joko Widodo menghadiri tiga pertemuan internasional dan sekaligus
menjelaskan konsep poros maritim di KTT APEC di Beijing, Tiongkok; KTT ASEAN
dan East Asia Summit di Naypyidaw, Myanmar; dan KTT G-20 di Brisbane.
Dalam kerangka ASEAN, poros
maritim disampaikan secara khusus pada pertemuan ke-9 East Asia Summit (EAS)
yang beranggotakan 10 negara ASEAN dan 8 negara mitra wicara, yakni
Australia, Amerika Serikat, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru,
Tiongkok, dan Rusia.
Dalam konteks ASEAN dan EAS,
poros maritim merupakan upaya Indonesia untuk mengonsolidasikan dan
menyegarkan kembali berbagai inisiatif untuk mewujudkan kepentingan nasional
Indonesia di bidang maritim.
Hal itu termasuk mewujudkan
pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Dalam kaitan ini, poros maritim tidak
semata-mata terkait isu ekonomi, tetapi juga kental dengan dimensi politik
keamanan dan sosial budaya.
Dalam kerja sama ASEAN,
terdapat dua program prioritas ASEAN yang berkaitan erat dengan poros
maritim, yakni realisasi pilar politik-keamanan dan pilar ekonomi yang
disahkan KTT Ke-15 ASEAN tahun 2009 di Hua Hin, Thailand, serta Master Plan
on ASEAN Connectivity (MPAC), disahkan KTT Ke-16 ASEAN tahun 2010 di Hanoi,
Vietnam.
Pilar ekonomi
Di bawah pilar ekonomi ASEAN, salah
satu dari empat strategi utama adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal
dan pusat produksi kompetitif. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan jaringan
logistik yang terintegrasi dengan pusat produksi dan jaringan distribusi yang
lebih murah dan efisien.
Untuk merealisasikan hal itu,
ASEAN sepakat meningkatkan jaringan konektivitas melalui pembangunan
infrastruktur fisik, kelembagaan, dan interaksi antar-masyarakat ASEAN.
Infrastruktur fisik
konektivitas ASEAN yang sedang dibangun adalah jaringan jalan raya (highway network) ASEAN, jaringan rel
kereta api dari Kunming, Tiongkok, ke Singapura melalui hampir semua negara
anggota ASEAN, liberalisasi perhubungan udara melalui ASEAN Open Sky, dan
jaringan maritim ASEAN, khususnya jaringan roll-on-roll-off (RoRo) dan pelayaran jarak pendek, termasuk
pembangunan dan revitalisasi 42 pelabuhan laut di ASEAN.
Tujuan utama pengembangan tol
laut adalah memperlancar lalu lintas manusia, serta barang dan jasa dengan
lebih murah dan efisien di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, ekonomi
Indonesia bisa lebih kompetitif. Dari jaringan 24 pelabuhan laut yang akan
dikembangkan, beberapa pelabuhan di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, dan Papua telah dikaji potensinya oleh ASEAN dengan dukungan Japan International Cooperation Agency
(Badan Kerja Sama Internasional Jepang/JICA).
Studi JICA mengidentifikasi
potensi besar pengembangan jaringan RoRo ASEAN yang menghubungkan Pulau
Sumatera dengan Semenanjung Malaysia dan Thailand serta Pulau Sulawesi
(Bitung) dengan Filipina (Davao) serta Malaysia dan Brunei.
Dalam studi konektivitas oleh
Badan Pusat Pengkajian Kebijakan Kementerian Luar Negeri juga diidentifikasi
peluang pengembangan jaringan pelayaran antara Sumatera di bagian utara,
termasuk Aceh dan Sabang dengan Myanmar.
Dalam mengembangkan
infrastruktur fisik, MPAC juga membangun konektivitas kelembagaan untuk
mengurangi berbagai hambatan birokrasi dan kelembagaan.
Dengan demikian, lalu lintas
barang dan jasa menjadi lebih murah, efisien, dan kompetitif. Lembaga pembiayaan
pengembangan konektivitas ASEAN telah dibentuk dan beroperasi sebagai Dana
Infrastruktur ASEAN atau ASEAN
Infrastructure Fund (AIF) yang berkedudukan di Labuan, Malaysia.
EAS Declaration on ASEAN Connectivity yang disahkan di Bali, Indonesia, tahun 2011 menjadi dasar
pengembangan kerja sama konektivitas, khususnya untuk mendukung realisasi
MPAC.
Dalam kaitan ini, berbagai
inisiatif yang digagas negara-negara tersebut, seperti Jalur Sutera Maritim
Tiongkok, kebijakan Melihat Ke Timur (look
east policy) India, serta visi Maritim Jepang untuk mengembangkan
konektivitas negara-negara kepulauan ASEAN diharapkan menjadi inisiatif yang
dapat saling menunjang untuk kepentingan bersama.
Politik keamanan
Di bawah pilar politik-keamanan,
kerja sama maritim ASEAN mencakup berbagai sektor, mulai dari keamanan laut
dan perbatasan laut (maritime security),
keselamatan pelayaran (maritime safety),
perlindungan lingkungan di laut (marine
environment protection), ketahanan pangan (food security), hingga penyelesaian sengketa teritorial secara
damai.
Dalam membahas berbagai isu
kerja sama maritim secara komprehensif dan terkoordinatif, atas inisiatif
Indonesia sebagai negara kepulauan ASEAN, telah dibentuk Forum Maritim ASEAN (ASEAN
Maritime Forum/AMF) sejak tahun 2010 dan saat ini forum ini diperluas menjadi
AMF Plus yang juga melibatkan delapan negara di dalam EAS.
Keamanan maritim terkait
kejahatan lintas batas negara (transnational crimes), seperti terorisme,
penyelundupan, dan perdagangan manusia, juga merupakan prioritas yang harus
dikembangkan. Salah satu kerja sama yang telah disepakati, tetapi belum
dilaksanakan secara konsisten, adalah pemberantasan pencurian sumber daya
perikanan.
Cetak Biru Pilar
Politik-Keamanan ASEAN secara jelas menyebutkan kerja sama memberantas IUU
fishingmerupakan prioritas di rubrik transnational crimes dan harus
direalisasikan sebelum pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Upaya Indonesia
memperkuat kerja sama melalui forum regional dan multilateral belum
direalisasikan sehingga pencurian ikan yang masif terus berlangsung
bertahun-tahun.
Menteri Kelautan dan Perikanan
Susi Pudjiastuti telah menangkap beberapa kapal pencuri ikan dan bertemu para
duta besar negara yang ditengarai menjadi asal penangkapan ikan ilegal.
Langkah represif ini perlu diikuti dengan langkah-langkah preventif melalui
kerja sama ASEAN.
Transparansi dan pengawasan
terhadap armada penangkapan ikan negara-negara ASEAN dan kejelasan wilayah
tangkapan perlu disosialisasikan. Pengawasan melalui pendekatan kepada negara
tujuan ekspor perikanan juga harus menjadi bagian dari strategi ini, di
samping peningkatan kapasitas penangkapan ikan di dalam negeri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar