Sabtu, 03 Januari 2015

Poros Maritim dalam Kerja Sama ASEAN

Poros Maritim dalam Kerja Sama ASEAN

Ngurah Swajaya  ;  Anggota ASEAN Connectivity Coordinating Committee
(2011-2013); Pemerhati ASEAN
KOMPAS, 31 Desember 2014
                                                
                                                                                                                       


Dalam debut internasional, Presiden Joko Widodo menghadiri tiga pertemuan internasional dan sekaligus menjelaskan konsep poros maritim di KTT APEC di Beijing, Tiongkok; KTT ASEAN dan East Asia Summit di Naypyidaw, Myanmar; dan KTT G-20 di Brisbane.

Dalam kerangka ASEAN, poros maritim disampaikan secara khusus pada pertemuan ke-9 East Asia Summit (EAS) yang beranggotakan 10 negara ASEAN dan 8 negara mitra wicara, yakni Australia, Amerika Serikat, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Tiongkok, dan Rusia.

Dalam konteks ASEAN dan EAS, poros maritim merupakan upaya Indonesia untuk mengonsolidasikan dan menyegarkan kembali berbagai inisiatif untuk mewujudkan kepentingan nasional Indonesia di bidang maritim.

Hal itu termasuk mewujudkan pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Dalam kaitan ini, poros maritim tidak semata-mata terkait isu ekonomi, tetapi juga kental dengan dimensi politik keamanan dan sosial budaya.

Dalam kerja sama ASEAN, terdapat dua program prioritas ASEAN yang berkaitan erat dengan poros maritim, yakni realisasi pilar politik-keamanan dan pilar ekonomi yang disahkan KTT Ke-15 ASEAN tahun 2009 di Hua Hin, Thailand, serta Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC), disahkan KTT Ke-16 ASEAN tahun 2010 di Hanoi, Vietnam.

Pilar ekonomi

Di bawah pilar ekonomi ASEAN, salah satu dari empat strategi utama adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi kompetitif. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan jaringan logistik yang terintegrasi dengan pusat produksi dan jaringan distribusi yang lebih murah dan efisien.

Untuk merealisasikan hal itu, ASEAN sepakat meningkatkan jaringan konektivitas melalui pembangunan infrastruktur fisik, kelembagaan, dan interaksi antar-masyarakat ASEAN.

Infrastruktur fisik konektivitas ASEAN yang sedang dibangun adalah jaringan jalan raya (highway network) ASEAN, jaringan rel kereta api dari Kunming, Tiongkok, ke Singapura melalui hampir semua negara anggota ASEAN, liberalisasi perhubungan udara melalui ASEAN Open Sky, dan jaringan maritim ASEAN, khususnya jaringan roll-on-roll-off (RoRo) dan pelayaran jarak pendek, termasuk pembangunan dan revitalisasi 42 pelabuhan laut di ASEAN.

Tujuan utama pengembangan tol laut adalah memperlancar lalu lintas manusia, serta barang dan jasa dengan lebih murah dan efisien di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, ekonomi Indonesia bisa lebih kompetitif. Dari jaringan 24 pelabuhan laut yang akan dikembangkan, beberapa pelabuhan di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua telah dikaji potensinya oleh ASEAN dengan dukungan Japan International Cooperation Agency (Badan Kerja Sama Internasional Jepang/JICA).

Studi JICA mengidentifikasi potensi besar pengembangan jaringan RoRo ASEAN yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Semenanjung Malaysia dan Thailand serta Pulau Sulawesi (Bitung) dengan Filipina (Davao) serta Malaysia dan Brunei.

Dalam studi konektivitas oleh Badan Pusat Pengkajian Kebijakan Kementerian Luar Negeri juga diidentifikasi peluang pengembangan jaringan pelayaran antara Sumatera di bagian utara, termasuk Aceh dan Sabang dengan Myanmar.

Dalam mengembangkan infrastruktur fisik, MPAC juga membangun konektivitas kelembagaan untuk mengurangi berbagai hambatan birokrasi dan kelembagaan.
Dengan demikian, lalu lintas barang dan jasa menjadi lebih murah, efisien, dan kompetitif. Lembaga pembiayaan pengembangan konektivitas ASEAN telah dibentuk dan beroperasi sebagai Dana Infrastruktur ASEAN atau ASEAN Infrastructure Fund (AIF) yang berkedudukan di Labuan, Malaysia.

EAS Declaration on ASEAN Connectivity yang disahkan di Bali, Indonesia, tahun 2011 menjadi dasar pengembangan kerja sama konektivitas, khususnya untuk mendukung realisasi MPAC.

Dalam kaitan ini, berbagai inisiatif yang digagas negara-negara tersebut, seperti Jalur Sutera Maritim Tiongkok, kebijakan Melihat Ke Timur (look east policy) India, serta visi Maritim Jepang untuk mengembangkan konektivitas negara-negara kepulauan ASEAN diharapkan menjadi inisiatif yang dapat saling menunjang untuk kepentingan bersama.

Politik keamanan

Di bawah pilar politik-keamanan, kerja sama maritim ASEAN mencakup berbagai sektor, mulai dari keamanan laut dan perbatasan laut (maritime security), keselamatan pelayaran (maritime safety), perlindungan lingkungan di laut (marine environment protection), ketahanan pangan (food security), hingga penyelesaian sengketa teritorial secara damai.

Dalam membahas berbagai isu kerja sama maritim secara komprehensif dan terkoordinatif, atas inisiatif Indonesia sebagai negara kepulauan ASEAN, telah dibentuk Forum Maritim ASEAN (ASEAN Maritime Forum/AMF) sejak tahun 2010 dan saat ini forum ini diperluas menjadi AMF Plus yang juga melibatkan delapan negara di dalam EAS.

Keamanan maritim terkait kejahatan lintas batas negara (transnational crimes), seperti terorisme, penyelundupan, dan perdagangan manusia, juga merupakan prioritas yang harus dikembangkan. Salah satu kerja sama yang telah disepakati, tetapi belum dilaksanakan secara konsisten, adalah pemberantasan pencurian sumber daya perikanan.

Cetak Biru Pilar Politik-Keamanan ASEAN secara jelas menyebutkan kerja sama memberantas IUU fishingmerupakan prioritas di rubrik transnational crimes dan harus direalisasikan sebelum pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Upaya Indonesia memperkuat kerja sama melalui forum regional dan multilateral belum direalisasikan sehingga pencurian ikan yang masif terus berlangsung bertahun-tahun.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah menangkap beberapa kapal pencuri ikan dan bertemu para duta besar negara yang ditengarai menjadi asal penangkapan ikan ilegal. Langkah represif ini perlu diikuti dengan langkah-langkah preventif melalui kerja sama ASEAN.

Transparansi dan pengawasan terhadap armada penangkapan ikan negara-negara ASEAN dan kejelasan wilayah tangkapan perlu disosialisasikan. Pengawasan melalui pendekatan kepada negara tujuan ekspor perikanan juga harus menjadi bagian dari strategi ini, di samping peningkatan kapasitas penangkapan ikan di dalam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar