Senin, 09 Desember 2013

Tari Ikan Mabuk dan Kebahagiaan Nelayan

Tari Ikan Mabuk dan Kebahagiaan Nelayan
Arswendo Atmowiloto  ;   Wartawan
KOMPAS,  09 Desember 2013

  

DENGAR-dengar ada Hari Ikan Nasional, Harkannas, yang secara internasional memang sudah ada.

Ikan mungkin saja lebih dulu ada di dunia dibandingkan dengan manusia. Demikian pula laut. Dari segi peradaban, manusia dan ikan sebagai sumber utama makanan sama purbanya. Kecuali jenis ikan bersisik tertentu, masyarakat Semit Yahudi membolehkan makan ikan jenis apa saja. Ada 27.000 jenis ikan tanpa label haram. Sedemikian populer dan dekatnya ikan sehingga kita terbiasa mendengar ungkapan ”makan ikan ayam”. Jangan ditertawakan karena sebenarnya cumi-cumi, paus, atau duyung konon juga bukan jenis ikan. Semua binatang air disebut ikan: yang 14 meter seperti paus; juga yang hanya 7 milimeter.

Ikan bisa hidup di semua genangan, dari selutut sampai sedalam laut. Bisa di air tawar, payau, atau laut. Ikan bisa ditangkap dengan tangan, dikail, dijala, atau dipanen besar-besaran. Bahan kandungannya luar biasa: omega-3, serat protein pendek (hingga mudah dicerna), vitamin (A, B, B6, B12), zat besi, yodium, sampai fluoruntuk menyehatkan pertumbuhan gigi anak.

Memasak ikan pun bisa dengan menggoreng, membakar, menumis, mengesop, atau menyantan. Sisa ikan bisa dijadikan pupuk tanaman. Ibarat kata: tak ada produk seseksi ikan. Ikan memenuhi semua syarat untuk kesehatan, bahkan kecerdasan. Ia bisa diperoleh di mana saja, dengan berbagai cara.

Maka, sebenarnya memaknai Hari Ikan Nasional tidaklah sulit. Menaikkan tingkat konsumsi ikan dari 30 kilogram per orang per tahun tak mustahil—ibarat melewati jalan bebas hambatan. Masalah utama di negeri ini adalah bahwa kebaikan pun perlu dipromosikan, disosialisasikan, dimasyarakatkan, dibenamkan sebagai gaya hidup. Kita bandingkan bagaimana pemakaian helm atau sabuk pengaman bagi pengendara memerlukan strategi. Demikian juga program keluarga berencana atau wajib belajar.

Perubahan kebiasaan

Strategi itu lebih ditekankan pada perubahan kebiasaan daripada memberikan informasi semata. Terutama kaitan dengan segmentasi masyarakat yang disasar. Menciptakan ”Tarian Ikan Mabuk” barangkali efektif jika sasarannya remaja yang keranjingan K-Pop atau Gang Nam Style. Nyi Roro Kidul sebagai Nyai Ikan, padanan Dewi Sri dewi padi, mungkin bisa dicerna sasaran tertentu sebagaimana Dewa Ruci, dewa laut yang suci yang tidak korupsi.

Pengalaman pribadi saya mengajarkan itu ketika mengajak para artis berpuisi saat KPK berdiri. Mengubah kebiasaan memerlukan pendekatan yang tidak biasa. Begitulah kita mengubah makan nasi dengan mi. Dengan kata lain, ikan atau laut diperlakukan sebagai produk, sebagai barang dagangan, yang memerlukan dinamika untuk memasyarakatkan secara nasional.

Pada titik itu persoalan lebih besar dipersiapkan agar ikan itu adalah ikan tangkapan laut sendiri oleh tenaga kerja kita sehingga kail dan jala menghidupimu atau ikan laut pun menari di bawah lenganmu dalam arti sebenarnya. Betul-betullah menggerakkan Gemarikan. Lembaga Kemajuan Ikan Malaysia dirintis pada 1971 dan berkelanjutan.

”Bahagiakan nelayan”, ”sejahterakan nelayan” juga idiom yang mudah dikomunikasikan secara nyata, apa lagi menjadi kenyataan. Ikan mungkin lebih dulu ada sebelum manusia. Juga sungai, juga danau, atau air payau. Kini pun sebenarnya, begitu kita lahir, ikan sudah tersedia dalam jumlah besar.

Manusia sebagai pemangsa segala pastilah suka melalap dan melahap ikan. Sedemikian gemarnya makan ikan, manusia bisa menerbitkan kalender sebagai petunjuk di pasar tradisional. Kalau tanggal tua, kios ikan asin lebih banyak dikerumuni.

Memancing juga sudah lama dikenal, bahkan diberi ungkapan filosofis mengenai kesabaran. Belasan program televisi di luar negeri memanjangkan acara mancing: dari pemancing profesional sampai yang selalu sial. Ikan selalu tersedia. Mereka hidup cari makan sendiri di laut— atau di empang, beranak pinak, dan itulah sesungguhnya anugerah alam yang luar biasa. Tinggal apakah kita mampu memanfaatkannya, atau menyia-nyiakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar