Menyelamatkan
Harta Rakyat
Benny Susetyo ; Pemerhati Sosial
|
KORAN
JAKARTA, 28 Desember 2013
Badan usaha milik negara (BUMN) sudah
semestinya menjadi kekuatan perekonomian negara, terutama karena usaha ini
mengelola kebutuhan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Badan usaha
milik negara seharusnya dijaga dan diperkuat untuk melahirkan kesejahteraan rakyat.
Kekuatan dan kemandirian
BUMN dalam menjalankan usaha memang sangat penting, namun atas alasan itu,
tidak bisa mengabaikan negara sebagai pemilik usaha dan mencoba
mengalihkannya secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan kepada swasta.
Dalam hal strategis
seperti pengelolaan keuangan, justru pemerintah memperketat kendali yang
dilakukan untuk menekan angka kebocoran yang lazim terjadi.
Kita mengenal istilah BUMN
sebagai istilah lain dari perusahaan negara (state-owned enterprise/SOEs). Perusahaan negara atau yang
sekarang dikenal dengan BUMN merupakan badan hukum korporasi dengan modal
dimiliki, baik sebagian maupun seluruhnya, oleh negara, sebagaimana
disebutkan dalam UU.
Beberapa tahun silam, kita
meradang lantaran isu dan praktik privatisasi yang sedikit banyak sudah
menggerogoti peran negara sebagai pemilik usaha. Akhir-akhir ini, kita juga
terkejut dengan upaya sekelompok pihak dalam uji materi di Mahkamah
Konstitusi terkait gugatan pemisahan BUMN dari keuangan negara.
Langkah itu berpotensi
besar untuk memperlemah posisi kontrol negara terhadap kinerja keuangan BUMN
di satu pihak, dan di pihak lain membuka ruang lebar bagi pihak-pihak lain,
misalnya parpol, yang kerap dituding memeras BUMN.
Langkah ini oleh banyak
pihak dituding sebagai jalan mulus korupsi karena negara akan kehilangan
kontrol.
Salah satu risiko yang
kita hadapi, bila ada pejabat BUMN yang melakukan korupsi, dia sulit dijerat
dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Saat BUMN tidak lagi menjadi
bagian dari keuangan negara, tidak ada lagi unsur merugikan keuangan negara
dalam kasus korupsi yang dilakukan pejabat BUMN. Dalam hal lain, tingkat
korupsi dalam BUMN tergolong sangat tinggi dan akut.
Sebagai usaha milik
negara, secara logis bisa dipertanyakan bila ke depan rakyat tidak bisa lagi
mengawasi BUMN. Tujuan BUMN untuk menyejahterakan masyarakat pun hanya di
atas kertas. BUMN akan lebih banyak dikendalikan oleh politisi hitam,
misalnya dalam kasus ijon proyek yang selama ini kerap terjadi.
"Sapi Perah” Politisi
Alasan bahwa BUMN kerap
menjadi "sapi perah” politisi, dan karenanya dalam keuangan lebih baik
dipisahkan dari negara dan dikelola secara profesional, bukanlah cara bijak
untuk menyelesaikan masalah.
Justru kewaspadaan harus
lebih ditingkatkan mengingat 2014 merupakan tahun politik, dan berbagai
kekuatan politik mencari berbagai macam cara untuk mencari pendanaan politik.
Apa yang perlu dilakukan
semestinya justru memperkuat harta rakyat ini dan mengamankan dari sasaran
kelompok-kelompok tak bertanggung jawab yang merugikan.
Memang sudah menjadi fakta
bahwa di negeri ini banyak ditemukan perusahaan yang dikelola negara justru
tidak menunjukkan kinerja finansial yang baik. Perkembangan pasar pun kerap
tidak mampu menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi.
Laporan Bank Dunia 1999
tentang sektor publik di Indonesia menunjukkan fenomena tersebut. Mayoritas
BUMN menyedot anggaran pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk
pelayanan sosial. Kebanyakan BUMN mengambil kredit untuk investasi yang tidak
tepat; kinerjanya tidak efisien dibandingkan perusahaan swasta dan lainnya.
Dalam menghadapi situasi
demikian, yang perlu dilakukan adalah pengelolaan yang benar yang dilakukan
oleh negara, bukan lari dari kenyataan dan menyerahkan hal-hal yang sulit
dilakukan oleh pemerintah kepada pihak lain di luar negara.
Menyelamatkan Aset
Harta rakyat harus
diselamatkan dari keinginan sekelompok pihak yang justru akan melemahkan BUMN
itu sendiri. Kewibawaan negara tegak bila kemandirian negara dapat dijaga
dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Perlu diingat kembali
bahwa pemerintah mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang
bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial.
Dalam tujuan yang bersifat
ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar
tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan adanya BUMN, diharapkan
dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang
berada di sekitar lokasi BUMN.
Tujuan BUMN yang bersifat
sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta
upaya membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai
melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN.
Dua tujuan di atas
hanyalah pepesan kosong bila dalam hal strategis seperti pengelolaan keuangan
justru lepas dari kendali negara. Harta rakyat dalam BUMN potensial menjadi
sasaran para "perompak” dan menjadikan mereka semakin liar melakukan
pemerasan.
Sudah waktunya dipertegas
kembali bahwa pertanggungjawaban pengelolaan usaha milik negara adalah kepada
rakyat. Ini karena pengelola BUMN selama ini dihadapkan pada posisi yang
ambigu, kepada siapa mereka mesti bertanggung jawab. Padahal pemilik BUMN
yang sesungguhnya adalah rakyat.
Publik berhak menjaga apa
yang mereka miliki dan mendorong agar semua yang terjadi bisa
dipertanggungjawabkan secara transparan. Apa pun penyelewengan yang terjadi
di dalamnya akan dikenai sanksi dalam hukum yang berlaku, dan tidak
membelokkan isu bahwa apa yang terjadi selama ini semata-mata karena faktor
politik yang tidak kondusif.
BUMN sebaiknya lebih
berkonsentrasi pada upaya membangkitkan perekonomian lokal dengan jalan
melibatkan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses
kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah memberdayakan
usaha kecil, menengah, dan koperasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar