Rakyat
Tak Pernah Salah
Jakob Sumardjo ; Budayawan
|
KOMPAS,
28 Desember 2013
RAKYAT
adalah obyek kekuasaan apa pun. Maka, rakyat pun berbuat dalam batas-batas
kekuasaan atas dirinya. Kalau rakyat miskin, kalau rakyat bodoh, kalau rakyat
kelaparan, yang salah bukanlah rakyat, melainkan pemegang kekuasaan atas
rakyat.
Rakyat tidak pernah berbuat salah.
Rakyat selalu berniat benar, berpikir benar, dan berbuat benar karena hanya
itulah yang dimilikinya. Rakyat selalu bekerja dengan benar dan peka terhadap
ketidakbenaran sesamanya.
Sebagai guru, satu-satunya
kekuasaan saya adalah memberi nilai 40 murid saya. Kalau saya berbuat salah,
saya berdosa atas 40 orang. Akan tetapi, di jalan, saya obyek kekuasaan
polisi lalu lintas, tiap tahun membayar pajak kendaraan. Di kampung, saya di
bawah pengaturan kepala desa.
Banyaknya pajak ditentukan
direktorat pajak negara, gaji ditentukan menteri keuangan.
Kalau saya tidak cukup uang untuk
memenuhi semua kekuasaan yang menjerat saya, itu bukan salah saya. Kalau saya
tidak dapat membayar ongkos sakit anak saya, bukan salah saya.
Lantas, bagaimana tanggung jawab
para pejabat yang menentukan nasib 240 juta rakyat Indonesia?
Jembatan ambruk bukan tanggung
jawab rakyat. Jalan rusak dan memakan korban jiwa juga bukan kesalahan
rakyat. Anak tidak dapat melanjutkan sekolah bukan salah rakyat.
Keinginan rakyat selalu benar,
agar jembatan desa kokoh sepanjang masa, agar jalan tidak berlubang menganga,
agar anak dapat menempuh pendidikan tertinggi, agar anak yang sakit dirawat
di rumah sakit.
Akan tetapi, semua itu di luar
kekuasaannya. Rakyat hanya bisa berharap agar yang bertanggung jawab atas
kekuasaan yang dipercayakan kepadanya ingat dan memperhatikan dirinya.
Kalau Anda ke Eropa dan menikmati
segala fasilitas kepelancongan, itulah jasa negara dan pemerintahan mereka.
Sebaliknya, kalau Anda ke negara
yang rakyatnya menderita busung lapar, Anda akan mengutuk pemerintahnya tak
becus mengurus negara.
Begitu pula di Indonesia, kalau
sekolah dasar ambruk, pengemis di mana-mana, dan kejahatan memasuki segi-segi
kehidupan, semua bukan salah rakyat, melainkan kesalahan yang mengurus
negara.
Rakyat tak pernah salah. Negara
dan para pejabatnya bisa salah. Tidak becus memberikan kesejahteraan
rakyatnya, tidak becus menyehatkan rakyatnya, tidak becus memberi ketenangan
hidup, apalagi menjamin masa depan rakyatnya.
Kekuasaan itu panggilan karena
rakyat yang memilihnya. Kekuasaan itu bukan semacam pekerjaan yang memberikan
penghasilan. Lebih baik menolak kekuasaan daripada menerimanya sebagai sumber
kesalahan dan dosa.
Sampai awal kemerdekaan, rakyat
Indonesia amat menghormati para pemimpin dan penguasanya, bukan karena
jabatan dan pangkat, melainkan karena kualitas spiritual yang menyertai
mereka.
Sejak masa jauh lampau, kepala
desa, bupati dan raja-raja, atau ketua adat dan jajaran kekuasaan adat adalah
orang-orang terhormat karena sadar makna jabatan yang erat sekali dengan
hidup kerohanian.
Tidak sembarangan orang dapat
menduduki jabatan yang amat dipercaya rakyat.
Seorang penguasa harus menjadikan
dirinya apa yang disebut manusia sempurna, tidak hanya dalam urusan sekuler,
tetapi lebih-lebih yang spiritual.
Syarat terberat seorang penguasa
adalah dekat dengan Tuhan. Dia memerintah dengan pikiran Tuhan yang
dipercayainya karena dia dipilih oleh rakyat yang tak pernah berbuat salah.
Akan tetapi, ini zaman modern,
bukan zaman tradisi spiritual. Modern atau tradisional, obyek kekuasaan tetap
rakyat yang tak pernah salah.
Bagaimanapun, urusan kekuasaan
menyangkut masalah moral. Baik dan jahat, benar dan salah, adalah urusan
rohaniah.
Tanggung jawab kekuasaan adalah
rohaniah, yang akan berakibat sengsara atau bahagia rakyat yang tak pernah
salah yang telah memilihnya.
Negara-negara paling modern di
dunia ini masih amat peduli pada kualitas rohaniah para pejabat negaranya.
Ketahuan skandal seksnya saja
sudah menjadi alasan untuk mendepaknya dari kekuasaan. Apalagi kesalahan
kebijaksanaan yang mengakibatkan terbunuhnya sekian banyak orang tidak
bersalah.
Rakyat Indonesia terlalu baik,
mengizinkan para pemegang kekuasaan berbuat semau sendiri, tak peduli berapa
juta rakyat jadi korbannya. Mudah-mudahan mereka terhindar dari api neraka! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar