Zakat
Profesi Guru
Arifah Suryaningsih ; Guru SMKN 2 Sewon DIY,
Alumnus
Manajemen Kepengawasan Pendidikan di MM UGM Yogyakarta
|
SUARA
KARYA, 27 Desember 2013
Guru menjadi sebuah profesi yang semakin
diminati sejak pemerintah mengalokasikan anggaran yang besar untuk
peningkatan kesejahteraannya. Besarnya anggaran untuk keperluan ini pun tidak
main-main, dari total anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 337 triliun di
tahun 2013, pemerintah mengalokasikan Rp 43 triliun untuk tunjangan profesi
guru. Data Pokok Pendidikan tahun 2012 menyebutkan, dari 2.744.379 orang guru
yang ada, sejumlah 1.168. 405 orang telah tersertifikasi.
Apa yang telah dicapai ini, tentu saja tidak
terlepas dari perjuangan para guru sendiri melalui organisasi profesi yang
telah mulai menampakkan geliatnya pasca reformasi berlangsung. Tumbuh
suburnya berbagai macam organisasi profesi guru membuat guru tidak kehilangan
suaranya. Karena kenyataannya suara guru terlalu lama dibungkam untuk
kepentingan politik para penguasa.
Merujuk dari keberhasilan para guru
memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan
profesi lainnya, maka organisasi ini pasti juga akan mampu jika kini saatnya
guru berbalik memberikan hak-hak orang lain melalui tunjangan profesi yang
telah didapatnya tersebut. Satu program mengenai pemungutan dan
pendistribusian zakat tunjangan profesional dapat dilahirkan melalui
organisasi profesi guru ini.
Zakat yang bersumber dari tunjangan profesi
guru-guru muslim jika dikelola secara terpusat bukan tidak mungkin akan
memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia.
Seorang guru negeri dan impassing menerima tunjangan profesi sebesar satu
kali gaji dalam setiap bulannya. Artinya tambahan pendapatannya tersebut bisa
masuk nishab yang dipersyaratkan. Maka di dalam tunjangan profesi tersebut
terdapat hak-hak orang lain yang harus guru muslim sadari untuk diberikan
kepada yang berhak.
Seperti diketahui, satu diantara
prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah distributive justice yang berguna untuk
membangun keadilan sosial dan ekonomi yang lebih besar melalui redistribusi
penghasilan dan kekayaan yang lebih sesuai untuk kelompok miskin dan kelompok
yang membutuhkannya.
Jika diasumsikan jumlah guru muslim di seluruh
Indonesia ada sekitar 90 persen, maka akan didapatkan jumlah sebanyak Rp 38,7
triliun. Selanjutnya dapat dihitung potensi zakat yang dapat dikumpulkan pada
tahun 2013 adalah sebesar 2,5 persen dari jumlah tersebut yaitu sebanyak Rp
967, 5 miliar.
Dari ilustrasi tersebut didapatkan sebuah
potensi strategis untuk dapat menyumbangkan peningkatan bagi perekonomian
masyarakat. Muflih (2006), mengatakan sekiranya umat Islam kelas ekonomi
menengah atas di setiap daerah cenderung berperilaku konsumsi yang adil dan
ihsan, maka kemanunggalan sosial ekonomi di masyarakat akan berjalan dengan
baik sekalipun mereka berbeda latar belakang suku bangsa dan daerah. Karena
aturan dalam keberagamaan termasuk didalamnya zakat dan sedekah adalah sama.
Jika pengelolaan zakat tunjangan profesi ini
mampu secara profesional dikelola oleh organisasi guru yang tersebar di
seluruh nusantara, niscaya akan didapatkan berbagai keuntungan. Pertama,
masyarakat penerima zakat akan ikut merasakan nikmatnya kenaikan
kesejahteraan guru. Sehingga kecemburuan sosial bisa teredam.
Kedua, akan tercipta program-program swadaya
yang dapat dikembangkan oleh organisasi profesi dengan sharing dana zakat
yang ada, yang dapat dipergunakan untuk pelatihan-pelatihan kepada masyarakat
yang berhak mendapatkannya.
Ketiga, membuka mata guru muslim bahwa
kewajiban berzakat merupakan hakiki yang tersurat dalam rukun Islam. Zakat
bukan sekedar zakat fitrah, namun juga zakat mal yang lebih sering diabaikan.
Keempat, gerakan guru berzakat merupakan
sebuah modal sosial yang dapat dipergunakan untuk memberikan keteladanan
konkrit bagi negara ini, dimana banyak sekali para pelaku koruptor yang
seolah harta hanya akan diraup untuk kepentingannya sendiri. Keteladanan yang
muncul dari guru akan terasa sangat menyejukkan, dimana status guru yang
masih dianggap mulia oleh masyarakat.
Kelima, zakat guru bisa dibagikan untuk
kegiatan pemberian beasiswa bagi siswa miskin berprestasi. Dengan program ini
bukan tidak mungkin akan melahirkan cikal bakal enterpreuner dari kaum
pelajar.
Selain itu, wujud penyaluran zakat sebagai
dana produktif, yang sumbernya berasal dari guru bersertifikasi akan
menguatkan dua ciri keprofesionalan sang guru, yaitu kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian. Sehingga peran guru bukan saja berada dalamlingkungan
tempatnya mereka bekerja, namun juga dapat dirasakan manfaatnya bagi
masyarakat.
Diperlukan cara untuk mengubah sikap,
memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial yang peka
dan terbuka. Guru sebagai kaum intelek di dalam masyarakatnya akan menjadi
teladan dan bersama-sama membangun semangat berzakat dan bersedekah demi
mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Seperti yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dalam QS
Al-A'raf ayat 96, "Padahal jika
sekiranya penduduknya negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
melimpahkan kepada mereka berkah-berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan, maka Kami siksa mereka disebabkann apa yang mereka
lakukan."
Oleh sebab itu,
seiring dengan semakin tingginya populasi masyarakat dan ekonomi yang terus
berkembang, gerakan ekonomi syariah ini diharapkan bisa membawa Indonesia
menuju kekuatan perekonomian yang lebih kokoh dan dapat dirasakan untuk
memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar