PROSPEK EKONOMI
2014
Konektivitas Ekonomi Dalam Negeri :Dapatkah Mendorong Ekonomi 2014?
Subur Tjahjono ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
25 Oktober 2013
PADA periode kedua pemerintahannya,
Mei 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Rencana Induk
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Sukses pelaksanaan
rencana induk itu disebut sangat bergantung baik pada kuatnya derajat
konektivitas ekonomi nasional maupun konektivitas ekonomi internasional
Indonesia dengan pasar dunia. Dapatkah konektivitas ekonomi dalam negeri
mendorong ekonomi tahun 2014?
Dalam buku Rencana
Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 itu disebut
pula bahwa konektivitas nasional merupakan pengintegrasian empat elemen
kebijakan nasional. Keempat elemen kebijakan nasional itu adalah sistem
logistik nasional, sistem transportasi nasional, pengembangan wilayah, serta
teknologi informasi dan komunikasi.
Konektivitas nasional
menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas
lima unsur utama. Pertama, personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan
lalu lintas manusia di, dari, dan, ke wilayah. Kedua, material/barang abiotik,
yang menyangkut mobilitas komoditas industri dan hasil industri. Ketiga,
material/unsur biotik/spesies, yang mencakup lalu lintas unsur makhluk hidup
di luar manusia, seperti ternak, racun biologi, serum, biji-bijian,
bioplasma, biogen, dan senjata biologi. Keempat, jasa dan keuangan, yang
menyangkut mobilitas teknologi, sumber daya manusia, dan modal pembangunan
bagi wilayah. Kelima, informasi, yang menyangkut mobilitas informasi untuk
kepentingan pembangunan wilayah. Hal ini sangat terkait dengan penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam konsep
pemerintah tersebut, konektivitas melalui jalur laut dilaksanakan dengan
memaksimalkan Selat Malaka dan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI
yang dimaksud adalah ALKI 1 yaitu Selat Sunda, ALKI 2 yaitu Selat Lombok dan
Selat Makassar, serta ALKI 3 yaitu Selat Ombai Wetar.
Simpul-simpul
transportasi diintegrasikan, baik pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat
distribusi, kawasan pergudangan, maupun bandar udara. Selain itu sistem tata
kelola arus barang, arus informasi, dan arus keuangan harus dapat dilakukan
secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui
jaringan informasi dan komunikasi virtual.
Fokus penguatan
konektivitas nasional itu dilakukan antara lain dalam penguatan konektivitas
intrakoridor ekonomi dan antarkoridor ekonomi. Ada enam koridor ekonomi yang
ditetapkan pemerintah, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa
Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku. Konsep pemerintah tersebut baru konsep
di atas kertas. Implementasi di lapangan masih harus dilihat lagi hasilnya.
Rencana Induk ini
telah menarik perhatian dunia karena konektivitas nasional tidak terlepas
dari konektivitas internasional. Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan juga Bank Dunia menyadari bahwa
konektivitas yang buruk, hambatan infrastruktur, dan biaya logistik yang
tinggi menyebabkan Indonesia kesulitan mencapai pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi, pengurangan kemiskinan, dan inflasi yang lebih rendah.
ADB dan juga Bank Dunia
memberi gambaran yang lebih jelas bagaimana konektivitas dalam negeri buruk
dalam hal biaya pengiriman peti kemas. Biaya pengiriman satu peti kemas 40
kaki atau 12,2 meter dari Jakarta dan Surabaya ke Bitung, Sulawesi Utara,
adalah 600 dollar AS atau Rp 6.817.800. Padahal biaya dari Jakarta ke
Singapura hanya 300 dollar AS atau setara Rp 3.408.900 per peti kemas 40
kaki. Hal itu terjadi karena kapal peti kemas yang kecil sehingga skala
ekonominya tidak bisa menyamai kapal peti kemas besar.
Produktivitas peti
kemas bergerak per jam di Indonesia juga rendah. Dengan tipe derek yang sama,
produktivitas peti kemas bergerak per jam di pelabuhan Indonesia adalah 40-45
peti kemas. Bandingkan dengan pelabuhan Singapura yang mencapai 100-110 peti
kemas. Keterlambatan pembongkaran peti kemas di pelabuhan juga sering kali
menyebabkan sejumlah kapal sering meninggalkan Pelabuhan Tanjung Priok ketika
pembongkaran peti kemas belum tuntas.
Buruknya logistik dan
infrastruktur tersebut terefleksi misalnya dalam hal perbedaan harga beras
antarpulau terpencil yang dapat mencapai 70 persen. Hasilnya adalah inflasi
tinggi di sejumlah provinsi di Indonesia. Contoh lain, satu zak semen yang di
Jakarta atau Surabaya seharga Rp 50.000, semen yang sama bisa seharga Rp
75.000 per zak di Jayapura dan Rp 500.000 per zak di Wamena.
Berdasarkan data Bank
Dunia, peringkat kompetensi logistik Indonesia yang pada tahun 2007 berada di
urutan ke-43 tahun 2007, melorot ke peringkat 75 tahun 2010. Peringkat
kompetensi logistik meningkat lagi ke posisi 59 tahun 2012, tidak lagi sebaik
peringkat tahun 2007. Di antara negara-negara Asia Tenggara sekalipun,
peringkat kompetensi logistik Indonesia masih berada di bawah Malaysia,
Thailand, Filipina, dan Vietnam. Di bawah Indonesia adalah Kamboja, Laos, dan
Myanmar.
Data Kamar Dagang dan
Industri Indonesia tahun 2013 menyebutkan, biaya logistik Indonesia mencapai
27 persen dari produk domestik bruto (PDB). Bandingkan dengan biaya logistik
Korea Selatan yang 16,3 persen PDB, Jepang 10,6 persen PDB, dan Amerika
Serikat yang 9,9 persen PDB. Jika PDB Indonesia tahun 2012 sebesar Rp 8.241,9
triliun, berarti biaya logistik Indonesia tahun 2012 senilai Rp 2.225,3
triliun. Biaya logistik Indonesia itu lebih besar dari belanja Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012 yang sebesar Rp 1.548,31 triliun
atau 143,7 persen.
Biaya logistik
Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain karena sistem
distribusi yang tidak efisien sehingga memerlukan ongkos transportasi yang
cukup besar. Biaya logistik Indonesia itu jika dirinci terbesar untuk ongkos
transportasi yaitu 66,8 persen, kemudian diikuti ongkos penanganan persediaan
27,56 persen, dan ongkos administrasi 5,64 persen.
Meskipun demikian,
pemerintah mulai berupaya memperbaiki konektivitas dalam negeri. Salah
satunya adalah memperbaiki waktu tunggu bongkar muat sejumlah pelabuhan,
terutama Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang menangani lebih dari
dua per tiga perdagangan internasional Indonesia. Bank Dunia mencatat, ada
kemajuan dalam waktu tunggu kapal bongkar muat di Tanjung Priok yang telah
meningkat dua kali lipat jika dibandingkan tahun 2011 menjadi rata-rata lebih
dari 10 hari pada Agustus 2013.
Beberapa lembaga donor
juga telah menyatakan komitmennya untuk ikut membiayai peningkatan konektivitas
tersebut. ADB telah memberikan pinjaman program 300 juta dollar AS atau
setara Rp 3,4 triliun pada November 2012. Bank Dunia juga memberi bantuan 100
juta dollar AS atau setara Rp 1,136 triliun. Bantuan Bank Dunia itu ditujukan khusus untuk memperkuat
kerangka kebijakan meningkatkan logistik perdagangan, transportasi, teknologi
informasi dan komunikasi, serta fasilitasi perdagangan nasional.
Bank Dunia dalam
laporan triwulan III-2013 mengingatkan kembali pentingnya meningkatkan
konektivitas di Tanjung Priok. Bank Dunia mengingatkan, perbaikan
konektivitas tersebut akan meningkatkan daya saing ekspor Indonesia dan
mendorong investasi. Ekspor dan investasi adalah komponen penting pendorong
pertumbuhan ekonomi. Jika konektivitas bisa ditingkatkan, prediksi Bank Dunia
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 sebesar 5,3 persen, tentu
dapat lebih ditingkatkan lagi.
Namun, tantangannya
yang akan dihadapi pada tahun 2014 adalah perubahan politik. Konsep Rencana
Induk tersebut lekat dengan konsep partai politik koalisi pemerintah Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono. Mereka didukung koalisi
Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat
Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Kontinuitas program
sangat bergantung pada konfigurasi politik hasil Pemilihan Umum 2014. Apabila
koalisi partai politik pemenang Pemilu 2014 masih sama, kontinuitas Rencana
Induk akan terjamin. Jika konfigurasi partai politik berubah, rakyat hanya
dapat berharap semoga Rencana Induk tersebut tetap berkesinambungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar