“Negeri
Gajah Putih” Bergolak Kembali
Elok Dyah Messwati ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
29 Desember 2013
Thailand yang sering dijuluki
”Negeri Gajah Putih” kembali bergolak. Sepanjang enam tahun terakhir, negeri
ini terus dirundung masalah yang belum dituntaskan hingga ke akarnya. Minggu
(22/12), Bangkok, ibu kota Thailand, kembali diguncang demonstrasi
besar-besaran menuntut Perdana Menteri ad interim Yingluck Shinawatra
mengundurkan diri. Sejumlah kawasan di Bangkok lumpuh.
Tuntutan para pengunjuk rasa
tersebut tetap sama seperti demonstrasi besar-besaran pada 9 Desember 2013.
Mereka menyerukan agar Yingluck mundur karena dinilai hanya sebagai ”PM
boneka” yang dikendalikan oleh kakaknya, mantan PM Thaksin Shinawatra. Kini
Thaksin mengasingkan diri di Uni Emirat Arab untuk menghindari hukuman
penjara karena dia dinilai terbukti melakukan korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan.
Upaya penggulingan Yingluck dipicu
munculnya undang-undang yang memberikan amnesti kepada Thaksin agar ia bisa
kembali ke Thailand dan terhindar dari hukuman penjara. Tak pelak, UU
tersebut membuat marah rakyat.
Mereka kemudian melakukan aksi unjuk rasa
sejak 31 Oktober 2013 dipimpin oleh Suthep Thaugsuban, Sekretaris Jenderal
Komite Reformasi Demokrasi Rakyat (PDRC), yang juga mantan Wakil PM Thailand
periode 2008-2011 dari Partai Demokrat.
Pada 24 November 2013, sekitar
100.000 pengunjuk rasa turun ke jalan dan menduduki sejumlah kantor
pemerintah. Mereka memutus aliran listrik dan air ke kantor-kantor tersebut,
termasuk menduduki kompleks pemerintah di Chaeng Wattana, 20 kilometer dari
Bangkok. Tidak hanya itu, pengunjuk rasa juga menduduki Monumen Demokrasi di
Ratchadamnoen Nok.
Pendukung Yingluck pun tak mau
kalah. Sabtu, 30 Desember 2013, pendukung berkaus merah ini pun menggalang
kekuatan dan berunjuk rasa di Stadion Rajamangala. Dalam aksi tersebut, empat
orang tewas.
Komandan polisi di stadion itu,
Kolonel Chairat Tippayajan, mengatakan, 20.000 polisi diturunkan untuk
mengamankan unjuk rasa itu. ”Untuk menjaga stadion ini, kami kerahkan 500
polisi. Kami berjaga sejak Sabtu di saat berkumpul 130.000 pendukung PM
Yingluck,” ujarnya.
Namun, setelah insiden penembakan
yang menewaskan empat korban, pendukung Yingluck membubarkan diri. ”Pelaku
penembakan belum diketahui karena saat itu sudah gelap,” ujar Chairat.
Peluru tajam
Keesokan hari, 1 Desember 2013,
situasi Bangkok kian memanas. Pengunjuk rasa anti-pemerintah berupaya
menduduki markas kepolisian dan kantor PM Yingluck. Para pengunjuk rasa
mendesak tentara dan polisi agar berpihak kepada mereka.
Pengunjuk rasa berupaya menyingkirkan
barikade kawat berduri ataupun barikade beton. Polisi Metropolitan Bangkok
menghalau para demonstran dengan menggunakan gas air mata dan peluru karet.
Namun, rupanya ada oknum polisi yang menggunakan peluru tajam sehingga
melukai demonstran. Tidak ada korban jiwa yang jatuh dalam aksi Minggu, 1
Desember 2013, tersebut, tetapi ratusan demonstran terluka.
Kepolisian Metropolitan Bangkok
berupaya menangkap Suthep dan mengimbau pengunjuk rasa agar tidak mendatangi
kompleks pemerintah yang diduduki Suthep. Suthep sendiri saat itu mengaku tak
peduli. Ia bahkan memaparkan rencana PDRC jika Yingluck digulingkan. PDRC
berencana membentuk Majelis Rakyat (People’s
Assembly) yang bertindak sebagai badan legislatif untuk membuat kebijakan
reformasi dan undang-undang yang diperlukan guna menyeleksi perdana menteri
baru.
Suthep tidak membatasi waktu untuk
pembentukan Majelis Rakyat. Namun, menurut dia, pembentukan Majelis Rakyat
akan cepat diselesaikan dan beranggotakan 200-300 orang. ”Majelis Rakyat akan
bertanggung jawab menunjuk perdana menteri ad interim, pemerintahan
sementara, juga bertanggung jawab melakukan reformasi. Jika sistem demokrasi
sudah siap, kami akan gelar pemilu yang adil,” kata Suthep.
Ia juga menyinggung perlunya
reformasi lembaga kepolisian. ”Sebab, Kepala Polisi Nasional Jenderal Adul
Sangsingkaew dipilih perdana menteri dan dimonitor komite yang dikepalai
perdana menteri juga sehingga polisi tidak independen,” kata Suthep.
Meskipun hampir 5 juta orang
berdemonstrasi turun ke jalan-jalan di seluruh Thailand pada 9 Desember,
bahkan di Bangkok sendiri lebih dari 2 juta pengunjuk rasa turun, Yingluck
bergeming. Ia hanya membubarkan Parlemen Thailand dan bersikeras untuk tetap
menjadi PM Thailand meskipun tak membuat keputusan apa pun hingga pemilu dini
digelar pada 2 Februari 2014.
Pihak PDRC tidak menyetujui
rencana tersebut karena mereka khawatir jika pemilu dini digelar, sementara
Yingluck masih menjabat PM, pemilu dikhawatirkan tidak akan berlangsung jujur
dan adil. Sebab, pada pemilu lalu kemenangan yang diperoleh Yingluck diduga
karena pihak Yingluck melakukan suap.
Memboikot
Karena itu, PDRC ataupun Partai
Demokrat memboikot rencana penyelenggaraan pemilu dini pada 2 Februari 2014.
Pada unjuk rasa besar-besaran hari Minggu, Suthep diharapkan lebih
meningkatkan tekanan terhadap Yingluck.
Sembari meniup peluit yang
digantung di leher dengan pita berwarna bendera Thailand, para demonstran
juga menggerakkan plastik berbentuk tangan yang disebut mu tob. Dalam
aksi, pengunjuk rasa biasanya menggunakan mu tob untuk mengganti
tepuk tangan. Mereka menggerakkan mu tob dan berteriak ”Yingluckget
out!” Mereka berdemonstrasi di kediaman Yingluck, sementara Yingluck
dikabarkan bepergian ke provinsi timur laut yang merupakan basis dukungannya.
Sebenarnya, militer Thailand telah
menggelar forum dialog dan mengundang Suthep bicara dan menyampaikan
pandangannya. Militer Thailand sendiri memutuskan untuk bersikap netral dan
berada di tengah ke dua belah pihak. Militer mendukung penyelenggaraan pemilu
pada 2 Februari.
Kepala Staf Angkatan Darat
Jenderal Prayuth Chan Ocha mengatakan, akan sangat berbahaya bagi Thailand
jika militer sampai memihak salah satu dari dua kubu yang berseteru.
Bagaimana kelanjutan krisis
politik di Thailand pada 2014, akankah Yingluck dapat digulingkan? Kita simak
saja.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar