PROSPEK EKONOMI
2014
BPJS Kesehatan : Menghitung Hari
FX Laksana Agung Saputra ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
25 Oktober 2013
PENYELENGGARAAN Sistem Jaminan Sosial Nasional di bidang kesehatan akan
dimulai. Dengan segala kesiapan dan ketidaksiapan yang ada, proyek yang
mencakup jutaan jiwa rakyat tersebut tinggal menghitung hari.
Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada pencanangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
di Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/10), menyatakan, BPJS Kesehatan akan mulai
memberikan pelayanan kepada 140 juta peserta per 1 Januari 2014. Jumlah itu
mencakup 86,4 juta jiwa kepesertaan Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk Jamkesda,
16 juta peserta Askes, 7 juta peserta Jamsostek, dan 1,2 juta peserta unsur
TNI dan Polri.
Guna pelaksanaannya,
pemerintah telah mengalokasikan anggaran senilai Rp 26 triliun dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2014. Senilai Rp 19,9
triliun di antaranya untuk menanggung premi bagi 86,4 juta jiwa Penerima
Bantuan Iuran (PBI). Mereka adalah warga miskin dan hampir miskin. Besarnya
premi adalah Rp 19.225 per orang per bulan.
Anggaran lainnya
dialokasikan untuk peningkatan kapasitas puskesmas-puskesmas dan rumah
sakit-rumah sakit pemerintah terutama untuk penambahan tempat tidur kelas
III, serta peningkatan kualitas dan penyediaan tenaga medis yang memadai.
Di samping itu,
anggaran juga dialokasikan untuk iuran jaminan kesehatan PNS, TNI/Polri,
penerima pensiun, veteran, dan perintis kemerdekaan. Termasuk juga anggaran
untuk pelayanan kesehatan tertentu bagi anggota TNI/Polri.
Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial
sebagai suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat dalam
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak berdasarkan asas kemanusiaan,
asas manfaat, dan asas keadilan sosial.
BPJS adalah
penyelenggaranya. Dasar pembentukannya adalah Undang- Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang BPJS yang terbit per 25 November 2011. BPJS Kesehatan mulai
beroperasi per 1 Januari 2014.
Risiko fiskal
Mengacu nota keuangan
dan RAPBN Tahun 2014, potensi risiko fiskal terbesar atas pelaksanaan SJSN
pada tahun 2014 diperkirakan berasal dari tiga faktor. Pertama, basis data
yang diperlukan untuk mendukung perhitungan iuran masih belum memadai.
Berbagai model
perhitungan yang ada, diyakini banyak pihak, masih mengandung kekurangan.
Implikasinya, besaran iuran yang diperlukan untuk tahun 2014 kemungkinan
berbeda dengan besaran iuran yang ditetapkan.
Kedua, belum ada tata
cara yang efektif untuk menjaring kepesertaan warga negara dalam SJSN.
Padahal, Undang-Undang SJSN menyebutkan, program jaminan kesehatan bersifat
wajib bagi seluruh warga negara Indonesia (WNI).
Pemerintah menargetkan
semua WNI akan terjaring ke dalam sistem ini dalam kurun waktu lima tahun ke
depan. Karena itu, tahun 2014 diyakini akan terjadi adverse
selection di mana yang sukarela mendaftar terlebih dahulu adalah
masyarakat yang rentan terhadap penyakit, khususnya penyakit yang membutuhkan
biaya tinggi.
Faktor ketiga adalah
kesiapan sistem layanan kesehatan. Sampai dengan saat ini, pemerintah
mengklaim berupaya keras memperbaiki sistem layanan kesehatan. Ini terutama
difokuskan untuk penyediaan layanan kesehatan tingkat pertama dan mekanisme
rujukan.
Program jaminan
kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas, dengan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan.
Manfaat jaminan
kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Termasuk
di dalamnya adalah obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Untuk
jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta
dikenakan urun biaya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar