Korupsi
Ruang Publik
Maria M Bhoernomo ; Budayawan di Kudus, Jawa Tengah
|
SINAR
HARAPAN, 27 Desember 2013
Jika ada yang bertanya, siapa pemilik ruang
publik? Jawabannya, siapa lagi kalau bukan rakyat. Jika ruang publik dikotori
berbagai atribut kampanye seperti gambar caleg atau berbagai macam reklame,
rakyat berhak membersihkannya.
Namun, selama ini rakyat tak peduli atau
tinggal diam menyaksikan ruang-ruang publik dikotori berbagai macam atribuk
kampanye. Ini karena rakyat tidak mengerti haknya atas ruang publik.
Akibatnya, makin banyak atribut kampanye dan
reklame yang mengotori ruang publik. Dalam hal ini, siapa saja yang hendak
memopulerkan diri, terkesan berlomba-lomba mengotori ruang publik dengan
atribut kampanye atau reklame.
Ketidaktahuan rakyat tentang hak kepemilikan
ruang publik tentu saja karena memang tidak ada pihak yang memberitahukannya.
Bahkan, pemerintah yang seharusnya memberitahu
rakyat atas hak kepemilikan ruang publik sering malah berupaya menguasai
ruang publik secara semena-mena. Misalnya, ruang publik disewakan untuk
pemasangan reklame dan sebagainya tanpa peduli merusak kenyamanan.
Di lain pihak, yang mengetahui hak kepemilikan
ruang publik ada pada rakyat lantas memanfaatkannya dengan semena-mena pula.
Contohnya, banyak yang memasang atribut kampanye atau reklame tanpa izin,
karena mereka tahu tanpa izin pun tak masalah. Lantas kalau tiba-tiba ada
pihak yang keberatan biasanya hanya melakukan tindakan pembersihan saja.
Lebih konkretnya, selama ini ruang publik
banyak dibajak atau dikorupsi untuk memopuperkan diri atau sesuatu
secara semena-mena karena risikonya hanya akan dibersihkan, tanpa sanksi apa
pun. Hal ini sangat menguntungkan pihak yang membajak ruang publik.
Ini karena sejak atribut kampanye atau reklame
dipasang di ruang publik, proses memopulerkan diri atau sesuatu terus
berlangsung. Semakin lama atribut kampanye atau reklame terpasang di ruang
publik, semakin populer.
Kerakusan
Selama ini, pemerintah (di daerah) selalu
mengklaim sebagai pemilik atau penguasa ruang publik. Hal ini
sering diperkuat dengan regulasi. Pada titik ini, penguasa sering menjadi
pihak yang paling rakus mencaplok ruang publik.
Bahkan, penguasa sering berlebihan dalam
bentuk menyewakan ruang publik kepada pihak-pihak tertentu, sehingga
banyak ruang publik sepenuhnya untuk ajang kampanye atau promosi. Akibatnya,
rakyat sebagai pemilik ruang publik sama sekali tidak lagi bisa menikmatinya.
Biasanya, dalam memanfaatkan ruang publik penguasa
makin menjadi-jadi setiap menjelang pilkada atau pemilu. Setiap jengkal ruang
publik akan dicaplok untuk memasang atribut kampanye.
Bahkan, setiap pohon penghijauan di tepi-tepi
jalan yang seharusnya dilindungi agar tetap tumbuh dengan baik juga dicederai
dengan paku untuk memasang atribut kampanye atau reklame, sehingga akibatnya
mudah roboh. Layak dikatakan penguasa justru pihak yang paling jahat terhadap
ruang publik.
Embrio Korupsi
Menjelang pemilu seperti saat ini, maraknya
parpol maupun caleg yang membajak ruang publik untuk kepentingan
kampanye harus disebut sebagai embrio korupsi yang selayaknya dihentikan atau
ditentang keras oleh rakyat.
Disebut embrio korupsi karena perilaku
parpol dan caleg yang membajak ruang publik untuk kampanye, jelas-jelas
merupakan kejahatan lingkungan yang sangat destruktif. Dalam hal ini, mereka
telah melakukan kejahatan untuk meraih kekuasaan. Nanti, jika sudah
memperoleh kekuasaan sangat mungkin akan menjadi penguasa yang korup.
Namun, sayangnya, selama ini embrio korupsi
ini sering dianggap tidak penting untuk dicermati. Bahkan, banyak parpol
dan caleg terang-terangan mengatakan kejahatan terhadap ruang publik dianggap
wajar-wajar saja untuk mendongkrak popularitas.
Cegah Rezim Jahat
Kini, terkait kepentingan Pemilu 2014,
ruang publik yang banyak dijejali atribut kampanye harus dianggap sebagai
tanda bakal datangnya rezim jahat. Jika rakyat tetap tinggal diam sama dengan
rela akan dikuasai rezim jahat.
Disebut rezim jahat, jika jajaran legislatif
dan eksekutif sama-sama jahat dan merasa terbiasa melakukan kejahatan.
Kejahatan tidak hanya korupsi.
Rakyat layak mengkhawatirkan Pemilu 2014
betul-betul menjadi rahim bagi lahirnya rezim jahat. Jika nanti ternyata
semua anggota legislatif dan jajaran eksekutif, termasuk presiden ternyata
juga penjahat (khususnya terhadap ruang publik).
Dengan demikian, mumpung Pemilu 2014 masih
cukup lama, sejak sekarang rakyat seharusnya betul-betul serius mencegah
lahirnya rezim jahat. Rakyat harus terus menjaga kenyamanan dan kebersihan
ruang publik, dengan tidak segan-segan merampas setiap atribut kampanye yang
nyata-nyata membajak ruang publik.
Selain itu, yang lebih penting lagi, rakyat
juga jangan sampai memilih caleg atau capres yang sudah nyata-nyata
jahat, membajak ruang publik untuk kampanye dengan semena-mena. Inilah
sebaik-baiknya hukuman terhadap korupsi ruang publik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar