"DIA bukan milik kita lagi. Dia telah menjadi milik
sejarah." Begitu ungkapan duka
Presiden Obama (6/12). Kamis, 5 Desember atau Jumat pagi (6 Desember) waktu
Indonesia, Nelson Mandela mangkat selamanya di usia 94 tahun. Berita duka
ini diumumkan langsung oleh Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma melalui
jaringan televisi setempat. Dengan emosional, Zuma mengumumkan,
"Bangsa kami kehilangan putra terbaiknya."
Mandela adalah pemenang Nobel Perdamaian
untuk perjuangannya di Afrika Selatan. Sebagai pemimpin Kongres Nasional
Afrika (ANC), Mandela harus meringkuk 27 tahun di penjara dan baru bebas
pada 1990.
"Dia
adalah negarawan yang paling dikagumi dan dihormati di dunia dan salah satu
manusia terbesar untuk berjalan di bumi ini," ujar sesama peraih Nobel Perdamaian Uskup Agung
Desmond Tutu.
Kehidupan pejuang antiapartheid Afrika
Selatan ini penuh dengan keteladanan dan keteguhan. Seluruh petinggi negara
Afrika Selatan merasakan aura karismatik yang memancar dalam diri Mandela.
Tidak salah, setiap kali persoalan sedang melilit bangsa Afrika Selatan,
rakyat selalu menanti fatwa politik Mandela untuk dijadikan pegangan. Dia
hanya menjabat presiden Afrika Selatan dalam sekali periode, tetapi karisma
kepemimpinannya tidak dibatasi oleh waktu periodik. Napas yang mengembus
dari raganya selalu menyirami dahaga warga Afrika Selatan.
Merunduk
Padi
Berbagai sanjungan dari berbagai kalangan
dari warga Afrika Selatan dan publik dunia tidak membuat Mandela sombong.
Pria yang lahir 18 Juli 1918 dengan nama Nelson Rolihlahla Mandela di dekat
Qunu, Estern Cape, Afrika Selatan, tersebut justru semakin merunduk berisi
ala padi, tidak arogan, dan semakin memperlihatkan sosok yang bijak nan
karismatik.
Dunia aktivisme Mandela dimulai sejak 1944
ketika dia mendirikan liga pemuda Konggres Nasional Afrika (ANC) bersama
Oliver Tambo dan Walter Sisulu. Dari organisasi inilah, Mandela melakukan
aktivisme sosialnya dengan melakukan berbagai kritik atas ketimpangan
sosial yang dilancarkan oleh warga kulit putih.
Tahun 1962, Mandela secara diam-diam
meninggalkan Afrika menuju Aljazair. Tahun 1963, dia dijatuhi hukuman lima
tahun penjara karena tuduhan sabotase dan konspirasi. Karena kritik
kerasnya, dia lantas harus dijatuhi hukuman seumur hidup sejak 1964.
Tahanan nomor 46664 itu mengkritik rasisme
yang dilancarkan pemerintah kulit putih. Dia menginginkan kehidupan yang
demokratis, harmonis, dan menjunjung tinggi hak dan martabat sesama. Untuk
mewujudkan kehidupan yang setara tersebut, dia rela mengorbankan nyawa
sebagai taruhan. "Saya juga siap untuk mati dalam memperjuangkan harapan
ideal saya," ujarnya di tengah menghadapi penjara.
Kritik sosialnya akhirnya mendapatkan
dukungan publik rakyatnya dan publik dunia. Pemerintahan kulit putih
akhirnya tumbang dan pada 11 Februari 1990, Mandela bebas dari penjara. Dia
mendekam selama 27 tahun, tetapi napas perjuangannya terus memompa rakyat
Afrika Selatan dalam memperjuangkan persamaan harkat dan martabat
kemanusiaan.
Karena begitu besar perjuangannya, rakyat
Afrika Selatan melatik dia sebagai presiden Afrika Selatan pada 10 Mei 1994.
Mandela adalah presiden kulit hitam Afrika Selatan yang memang hanya
mencalonkan diri sekali dan telah membawa masuk Afrika pada sebuah
masyarakat multirasial, demokratis, serta masih tetap damai dan kuat.
Mandela juga sempat menyaksikan terpilihnya
Obama sebagai kulit hitam pertama sebagai presiden AS pada 2008. "Kemenangan Anda mendemonstrasikan
bahwa tidak seorang pun manusia di dunia ini yang tidak boleh berani
bermimpi untuk menginginkan mengubah dunia menjadi tempat lebih baik,"
tulis Mandela ke Obama.
Percayakan
ke Generasi Baru
Ada dua hal yang sangat menonjol dalam
kepemimpinman Mandela. Dia adalah sosok pengampun dan juga sosok pemimpin
yang sukarela menyerahkan kepemimpinan kepada yang lebih muda. Sebagai
pemimpin pengampun, Mandela tidak menaruh dendam sedikit pun kepada kaum
kulit putih. Dia menggelorakan spirit rekonsilisasi antarras di Afrika
Selatan.
Dia melebur dalam seluruh elemen, ras,
agama, dan kelompok di Afrika. Sebagai pemimpin, Mandela merasa harus
mengayomi dan melayani seluruh warganya yang multiras. Ras kulit hitam yang
asalnya ditindas dan dimarginalkan tidaklah menjadikan Mandela
mengistimewakan warga kulit hitam atas yang lain. Mandela hanya
menginginkan kesetaraan dan kesederajatan antarmanusia. Mandela sangat menjunjung
tinggi harakat dan martabat manusia.
Pada 1999, Mandela yang berjiwa muda ini
menyerahkan kepemimpinan kepada pemimpin yang lebih muda agar dapat
mengendalikan negara dengan strategi ekonomi yang lebih modern. Dia
serahkan ANC dan negara Afrika Selatan kepada wakilnya, Thabo Mbeki, sosok
pemimpin muda yang energik dan visioner, yang menemani Mandela berjuang
memimpin negara. Mandela sangat mengharapkan peran aktif kaum muda dalam
menggerakkan perubahan sosial di negaranya.
Kaum muda bagi Mandela adalah roh gerakan
yang bisa mewujudkan agenda-agenda besar bangsanya dalam merealisasikan
kesetaraan, kesejahteraan, dan kemakmuran warga. Dengan menyerahkan
kepemimpinan kepada kaum muda, Mandela merasa telah mengamanatkan masa
depan negaranya kepada generasi masa depan. Dia tidak mau rakus dengan
kepemimpinan, jabatan, dan kekuasaan.
Potret kepemimpinan Mandela menjadi teladan
sangat berharga bagi gerakan kaum muda di Indonesia. Indonesia masih
dililit krisis kepemimpinan kaum muda. Hasrat kuasa yang diperlihatkan para
elite politik kaum muda kita ternyata masih jauh sekali dengan keteladanan
yang ditancapkan Mandela. Pergantian kepemimpinan sering justru melahirkan
luka yang membekas. Pengampunan dan rekonsilisasi antarelite masih jauh
dari yang dilakukan Mandela. Politik balas dendam masih membekas dalam
karakter kepemimpinan kita.
Dari sinilah, bangsa Indonesia selayaknya
berguru kepada kepemimpinan Mandela. Menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan. Menebarkan maaf dan menggalakkan rekonsiliasi nasional.
Memberikan kesempatan kaum muda untuk menjalankan kepemimpinan nasional.
Itulah spirit kepemiminan yang diwariskan Mandela kepada dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar