HARI Nusantara yang
dirayakan setiap 13 Desember diharapkan menjadi momentum berharga untuk
melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa. Sebagai generasi penerus, kita
wajib mengisi perjuangan Perdana Menteri RI periode 1957-1959 Djuanda demi
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Dari Deklarasi
Djuanda 13 Desember 1957 itulah laut teritorial Indonesia bertambah sangat
luas. Kalau sebelumnya lebar laut teritorial hanya sebatas 3 mil dari garis
pangkal kepulauan, kini telah bertambah menjadi 12 mil.
Sayangnya, wilayah
perairan laut kita yang sangat luas itu belum tertata dengan baik. Di media
massa, kita kerap mendengar dan menyaksikan konflik kepentingan dan konflik
pemanfaatan ruang laut. Sebut saja antara nelayan tradisional dan nelayan
modern, pelaku industri dan pelaku budi daya ikan atau nelayan, pengembang
reklamasi dan nelayan, pelaku konservasi dan industri, penambang dan pelaku
konservasi, penambang dan pelaku pariwisata, serta nelayan dan penambang.
Mereka saling berebut ruang di perairan laut yang memang belum diatur
peruntukan pemanfaatan ruangnya. Konflik semacam ini menunjukkan kita masih
abai dalam menata ruang laut. Ke depan hal ini tidak bisa dibiarkan. Kini,
saatnya bangkit untuk membenahi tata ruang laut.
Belajar ke China
`Tuntutlah ilmu
hingga ke China' tampaknya dapat menjadi inspirasi untuk menata ruang laut
kita. Saat penulis mengikuti pelatihan bertajuk tata ruang laut di Xiamen,
China, September lalu, Prof Zhou Qiulin dari Third Institute of
Oceanography China berbagi informasi menarik.
Ia menjelaskan,
China telah menyelesaikan seluruh tata ruang laut (marine functional
zoning) baik tingkat nasional, provinsi, maupun country (setingkat
kabupaten/kota) pada 2002 dan ditinjau kembali pada 2011. Masa berlaku tata
ruang laut di China adalah 10 tahun.
Terbitnya tata ruang
laut tersebut menuai banyak manfaat, baik ekonomi, sosial, maupun
lingkungan. Dari sisi lingkungan, pencemaran laut dapat berkurang.
Pasalnya, antara kawasan industri, wisata, pelabuhan, dan budi daya
perikanan ditata sedemikian rupa sehingga alokasi ruang yang diperuntukkan
tidak saling menimbulkan dampak negatif antara satu kegiatan yang satu dan
kegiatan lainnya.
Minimnya pencemaran
juga membuat populasi ikan dan biota laut lainnya stabil. Nelayan
tradisional dan modern dapat menangkap ikan secara efektif. Manfaat
lainnya, tata ruang laut dapat merasionalisasi luasan reklamasi di perairan
laut wilayah pesisir agar sesuai dengan daya dukung lingkungan sehingga
memberikan manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Dari sisi
pendapatan, pemerintah pusat dan daerah di China juga ketiban rezeki.
Pada 2012 China
memperoleh pendapatan atas lisensi perairan laut (sea use fee) sebesar 9,68
miliar yuan. Dari jumlah itu, sebanyak 2,97 miliar yuan masuk ke kas pusat
dan 6,71 miliar yuan untuk kas daerah.
Target lain dari tata ruang laut adalah adanya kepastian ruang di pesisir
untuk merestorasi pantai sepanjang 2.000 km pada 2020. Melalui tata ruang
tersebut, China juga berambisi untuk membuat kawasan budi daya laut minimal
seluas 2,6 juta hektare (ha).
Selain itu, tata
ruang laut juga memberikan kepastian hukum dalam meningkatkan kawasan
konservasi. Melalui tata ruang lautnya, China menargetkan kawasan
konservasi sebesar 5% di perairan laut yurisdiksi dan 11% di perairan
teritorialnya hingga 2020.
Conference of Biodiversity (CBD) di Aichi,
Jepang 2010, menargetkan setiap negara wajib memiliki kawasan konservasi
laut 10% dari luas total perairan teritorialnya sampai 2020. Sebagai
gambaran, Indonesia menargetkan kawasan konservasi lautnya seluas sekitar
6% hingga 2020. Itu pun belum ada kepastian hukum terhadap lokasi tersebut
yang ditetapkan melalui tata ruang laut.
Di Indonesia, payung
hukum tata ruang laut sebenarnya telah diatur berdasarkan UU No 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang terbit pada
2007. Ruang lingkupnya meliputi ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai
(ukuran ini merupakan cakupan wilayah pesisir). UU tersebut mengamanatkan
pemerintah daerah wajib menetapkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
PulauPulau Kecil (RZWP3K) dalam bentuk peraturan daerah.
Merujuk UU tersebut,
rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya
tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola
ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dan tidak
boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin. RZWP3K memuat struktur ruang dan pola ruang di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dalam jangka waktu 20 tahun.
Meski demikian,
berdasarkan pemantauan penulis sampai saat ini pemerintah daerah belum
memahami bahwa RZWP3K sejatinya adalah instrumen penataan ruang di perairan
laut wilayah pesisir. Fakta menunjukkan, sampai sejauh ini baru 2 provinsi
dan 9 kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda RZWP3K sejak lahirnya UU
No 27/2007.
Padahal, RZWP3K
dapat berfungsi untuk memberikan kepastian hu kum terhadap alokasi ruang di
perairan laut dan dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi perizinan
kegiatan di perairan laut.
Fungsi lainnya, RZWP3K ini juga sekaligus menjadi rujukan apabila terjadi
konflik pemanfaatan ruang di laut. Dengan demikian, investor dan masyarakat
tak ragu berusaha di perairan laut.
Langkah strategis
Ada beberapa langkah
strategis untuk mendorong penyusunan RZWP3K. Sosialisasi tentang pentingnya
RZWP3K sebagai instrumen penataan ruang di perairan laut wilayah pesisir
harus dimasifkan baik di kalangan eksekutif maupun legislatif. Mereka juga
perlu memiliki kesamaan pandang dan pola pikir agar bisa seiring-sejalan
melahirkan Perda RZWP3K.
Selain itu,
kompetensi birokrat (pusat dan daerah) dalam menyusun RZWP3K perlu
ditingkatkan. Para perencana wilayah yang selama ini lebih terfokus pada
tata ruang darat juga perlu menoleh ke laut yang luasnya 2/3 dari total
wilayah RI.
Melalui berbagai
langkah strategis tersebut, niscaya tak ada lagi konflik di perairan laut
wilayah pesisir di masa depan. Justru sebaliknya, kehidupan sosial lebih
nyaman dan tenteram. Investor dan masyarakat merasa aman berusaha. Roda
ekonomi juga berputar lebih bergairah. Lingkungan pun terjaga
kelestariannya seperti yang dilakukan China. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar