Nelson Mandela meninggal pada usia 95
tahun. Ia meninggalkan sebuah jejak penting bagi komunikasi politik di
Afrika Selatan. Mendekam hampir 30 tahun di penjara akibat kekejaman rezim
Apartheid, yang membedakan warna kulit pada era modern, tidak membuat
Mandela menyimpan dendam terhadap warga kulit putih. Ia bahkan meminta
mereka hidup berdampingan. Setelah keluar dari penjara pada Februari 1990,
Mandela, melalui partainya, African National Congress (ANC), memenangi
pemilihan umum langsung pertama bagi semua warga Afrika Selatan pada 1994.
Bagi Mandela, hal tersulit adalah meminta
warga kulit hitam Afrika tidak memusuhi warga kulit putih, yang selama
berabad-abad menjadikan mereka warga kelas dua di tanah kelahiran mereka
sendiri. Mereka yang lahir sebelum era 1990-an akan terbiasa dengan tulisan
"white only", baik di tempat perhentian bus, toilet umum, maupun
pantai-pantai indah di Cape Town. Penduduk Afrika Selatan yang mayoritas
berkulit hitam harus menuruti tuan-tuan tanah warga kulit putih yang banyak
berasal dari Belanda dan Inggris. Tercatat, setelah berakhirnya Perang
Dunia II, Afrika Selatan merupakan satu-satunya negara yang menerapkan
perbedaan ras, yang menyebabkan negara ini dikecam dan dikucilkan dari
pergaulan internasional. Hal ini berubah drastis setelah runtuhnya era
Perang Dingin pada 1988. Jualan rezim Pretoria bahwa Mandela adalah
pendukung komunis sudah tidak laku.
Perdamaian
Ada sebuah fantasi baru yang terjadi saat
Mandela kembali ke pangkuan rakyat Afrika Selatan, yaitu perdamaian. Tak
mudah bagi Mandela meyakinkan sebagian besar rakyat Afrika Selatan untuk
memberi maaf kepada orang kulit putih, yang selama ini melakukan
diskriminasi. Bahkan, sebagian berharap inilah saatnya menuntaskan dendam
yang lama terpendam. Namun Mandela paham bahwa rezim Apartheid menggunakan
Mongosuthu Buthelezi untuk mendirikan Partai Inkatha guna memecah-belah
rakyat Afrika Selatan. Buthelezi, yang berasal dari suku Zulu, adalah
mantan Ketua Pemuda ANC pimpinan Mandela, seorang bangsawan dari suku
Thembu. Mandela memilih jalan rekonsiliasi untuk mencegah terjadinya perang
saudara di Afrika Selatan.
Mandela membentuk Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi, sebuah Komisi yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah pada
era Apartheid. Setiap orang yang merasa telah menjadi korban kekerasan
dipersilakan menghadap dan mengadu ke Komisi ini. Para pelanggar kekerasan
juga dapat memberi kesaksian dan memohon amnesti atas tuntutan yang
diajukan. Sesi dengar pendapat (hearing) dimuat dalam berita-berita
nasional dan internasional. Banyak sesi yang disiarkan lewat stasiun
televisi nasional.
Komisi ini merupakan komponen penting
dari transisi menuju demokrasi yang penuh dan bebas di Afrika Selatan.
Meski terdapat sejumlah kekurangan, pada umumnya Komisi yang dipimpin oleh
Uskup Agung Afrika Selatan Desmond Tutu ini dianggap sangat berhasil.
Sejumlah film dibuat berdasarkan kisah-kisah nyata dari komisi ini.
Salah satu film yang terkenal saat itu
adalah Forgiveness (2004) yang disutradarai oleh Ian Gabriel. Film ini
menampilkan Andre Vosloo, seorang mantan polisi yang memohon pengampunan
dari keluarga aktivis yang dibunuhnya selama rezim Apartheid. Catatan lain
mengenai hal ini terdapat dalam buku biografi berjudul Playing the Enemy :
Nelson Mandela and The Game that Made a Nation karya John Carlin. Buku ini
mengisahkan sebuah pertandingan bersejarah dalam kejuaraan dunia rugby pada
1995 yang berlangsung di Afrika Selatan. Mandela, dengan upaya yang
sungguh-sungguh, menyatukan dukungan masyarakat Afrika Selatan-terutama
masyarakat kulit hitam-untuk mendukung Springboks, tim rugby Afrika Selatan
yang didominasi orang kulit putih. Kisah ini kemudian dijadikan film
berjudul Invictus, dengan aktor peraih Oscar, Morgan Freeman, sebagai
Nelson Mandela.
Dalam teori konvergensi simbolik yang
diperkenalkan Ernest Borman, simbol perdamaian dalam bentuk perkataan,
perbuatan, dan kisah-kisah yang benar terjadi menjadi sebuah rantai
fantasi. Dalam kasus di Afrika Selatan ini, tema fantasi yang
"dijual" adalah "konsep perdamaian" yang kemudian
diceritakan, dianalogikan, dipidatokan, dinarasikan pada karakter-karakter
orang-orang yang menyukai perdamaian. Tokoh-tokoh seperti Mandela, Desmond
Tutu, Oliver Tambo, bahkan Presiden Afrika Selatan pada waktu itu, F.W. De
Klerk, muncul sebagai "tokoh fantasi" yang secara positif
menggemakan perdamaian. Kita bisa belajar dari tema fantasi seorang
Mandela: perdamaian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar