PEMERINTAH yakin paket kebijakan
ekonomi jilid II akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi pengurangan
defisit neraca transaksi berjalan ataupun neraca perdagangan. Namun, pada
sebuah acara pertemuan CEO beberapa waktu yang lalu, Presiden pernah
memberikan penekan an bahwa kondisi ekonomi 2014 masih belum pulih benar. Selain
itu, Komite Ekonomi Nasional (KEN) juga menambahkan bahwa paket kebijakan
ekonomi jilid II belum mampu mengurangi defisit neraca transaksi berjalan. Volatilitas
rupiah pun masih sering terjadi, walaupun sudah ditegaskan oleh pihak
otoritas moneter bahwa hal itu tidak perlu dikhawatirkan karena Bank
Indonesia (BI) akan segera melakukan intervensi terhadap pasar apabila nilai
tukar rupiah bergejolak secara ekstrem.
Kebijakan nasional yang diambil
pemerintah masih menimbulkan pro dan kontra. Demikian pula kebijakan
internasional yang dirasakan akan memberikan dampak yang sangat krusial
bagi kestabilan sektor perekonomian di Indonesia, terutama sektor pertanian.
Paket Bali sebagai kebijakan bersama di antara beberapa negara dalam
pertemuan para menteri yang tergabung dalam komunitas WTO di Bali merupakan
salah satu contoh kebijakan internasional yang juga masih menjadi pro dan
kontra di kalangan masyarakat Indonesia.
Melihat kebijakan tersebut,
masyarakat tampaknya disodorkan pada dua pilihan antara menghadap pada
mazhab optimisme atau memilih pada mazhab pesimisme. Optimisme ekonomi 2014
dipandang sebagai langkah antusias menggapai ekonomi Indonesia yang lebih
baik, walaupun pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan hanya diarahkan pada
stabilitas. Di lain sisi, pesimisme juga menghantui sebagian masyarakat
ketika riak ekonomi masih melekat pada kinerja makro dan mikroekonomi di
Indonesia. Meski demikian, optimisme tampaknya merupakan mazhab yang sangat
ampuh untuk menekan efek–efek yang ditimbulkan dari persepsi ataupun
opiniopini yang tidak mengarah pada perbaikan. Opini kritis memang baik
untuk memacu sebuah indikator kinerja ekonomi yang masih memiliki kekurangan.
Namun, pesimisme yang terlalu dominan justru dapat merusak sebuah tatanan
ekonomi yang dinilai masih stabil saat ini.
Pesimisme juga dipicu oleh
kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap acara pemilihan umum yang akan
diselenggarakan pada tahun depan.
Pengaruh pemilu
Eskalasi konflik kepentingan
politik yang semakin memanas sepertinya juga menjadi alasan mengapa ekonomi
2014 masih belum memberikan hasil yang optimal. Meski demikian, pemilu
bukanlah hantu yang menyeramkan bagi masyarakat. Indonesia sudah menjadi
negara demokrasi yang telah membuka mata masyarakat bahwa pemilu merupakan
bagian dari siklus kehidupan yang, mau tidak mau, memang harus kita lewati.
Masyarakat menyadari bahwa pemilu memengaruhi kelangsungan hidup mereka
secara tidak langsung, walaupun ada juga yang menilai bahwa pemilu tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kebutuhan hidup mereka sehari–hari. Oleh
karena itu, optimisme ekonomi 2014 tampaknya masih menjadi mazhab yang
dominan jika dibandingkan dengan mazhab pesimisme.
Kedua mazhab itu bukan merupakan
sebuah alternatif pilihan yang diwajibkan bagi masyarakat untuk memilihnya.
Itu hanya merupakan sebuah gambaran realitas yang bisa menjadi sebuah
cermin bagi masyarakat untuk melihat diri mereka sendiri. Cermin itu
memiliki dua sisi yang berada pada sisi yang berlawanan. Di sinilah
masyarakat bisa mengetahui bahwa ekonomi itu bersifat relatif, yang
tentunya juga memengaruhi pandangan masyarakat terhadap ekonomi Indonesia
di 2014.
Relatif bukan berarti harus terjerembap karena memilih pandangan yang
salah, tetapi relatif bisa diartikan sebagai sebuah pilihan yang mampu
menganalisis dan mengimplementasikan secara cermat dan berdayaguna bagi
kepentingan nasional. Optimisme perkembangan yang stabil dan baik pada
ekonomi 2014 merupakan estimasi, harapan, dan usaha yang ingin dicapai oleh
seluruh lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat sebagai aktor utama
yang secara langsung mengimplementasikan kebijakan yang sudah dibuat oleh
pemerintah dapat melihat ekonomi 2014 sebagai peluang yang bagus untuk
dieksplorasi.
Industri energi alternatif
Paket kebijakan ekonomi jilid II
memberikan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Kemudahan ini
dilakukan dengan menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak
penjualan barang mewah (PPnBM). Kemudahan tersebut dapat dipergunakan oleh
masyarakat untuk membangun industri alternatif yang potensial dan memiliki
keunggulan.
Selama ini Indonesia belum memiliki produk yang unggul untuk tujuan ekspor,
selain komoditas primer. Jika dilihat secara kronologis, Indonesia dulunya
merupakan negara yang memiliki keunggulan dalam mengekspor energi, yang
pada waktu itu minyak dan gas bumi merupakan komoditas primadona. Hal itu
bisa menjadi tanda bahwa energi merupakan kebutuhan manusia yang tak akan
pernah habis.
Apabila mampu melihat peluang
tersebut, masyarakat bisa memetakan untuk membangun industri baru yang
berorientasi pada produksi energi. Maka industri energi alternatif mungkin
bisa menjadi komoditas unggulan yang diproduksi oleh industriindustri di
Indonesia. Pembangunan industri energi alternatif tentunya harus sudah
diperhitungkan secara matang termasuk studi kelayakan yang memberikan
manfaat bagi si investor itu sendiri ataupun masyarakat pengguna komoditas
yang telah diproduksi.
Pengembangan energi alternatif
juga bisa memanfaatkan jenis–jenis flora yang ada di Indonesia. Hal tersebut
tentunya juga mendorong produktivitas para petani di Indonesia untuk
membudidayakan jenis–jenis flora yang bisa dimanfaatkan sebagai bioenergi
bagi pertumbuhan penggunaan energi alternatif baik di Indonesia maupun di
luar negeri. Mungkin pertumbuhan distribusi penggunaan energi alternatif di
luar negeri merupakan wacana yang terlalu ambisius dan dini, tetapi
setidaknya masyarakat bisa melihat potensi pasar yang ada di Indonesia. Pengembangan
potensi pasar di Indonesia tentunya juga memerlukan kerja sama di antara
semua pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, terutama
industri, otomotif, ataupun rumah tangga selaku pengguna energi sehari–
hari.
Penggunaan energi alternatif
dengan memanfaatkan sumber daya alam lainnya memang sudah dilakukan di
Indonesia, tetapi implementasinya kurang mendapatkan dukungan. Apabila
masyarakat mau mengimplementasikannya secara bertanggung jawab, optimisme
stabilitas ekonomi di 2014 ataupun tahun–tahun selanjutnya akan bisa
tercapai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar