Minggu, 15 Desember 2013

Menunggu Datangnya “Soekarno”

Menunggu Datangnya “Soekarno”
Winarta Adisubrata  ;   Wartawan Utama; Empat kali menjabat anggota juri Festival Film Indonesia pada 1970-an; Penulis buku Kenang-Kenangan Reguku, Balai Pustaka, 1951
SINAR HARAPAN,  13 Desember 2013

  

“Penggulingan Soekarno merupakan satu kudeta yang paling berhasil dirahasiakan hingga 1998.”

Film berjudul Soekarno akan diputar Desember ini. Itu mengingatkan kita akan tulisan berjudul “How We Destroyed Soekarno” oleh wartawan, Paul Lashmar, dan sejarawan, James Oliver, (keduanya berkebangsaan Inggris) yang dimuat dalam surat kabar Inggris, The Independent pada 1 Desember 1998.

Tulisan ini merupakan intisari buku mereka yang berjudul Britain’s Secret Propaganda War 1948–77 yang diterbitkan Dutton pada 7 Desember 1998. Buku ini mengungkap keberhasilan Inggris merontokkan Soekarno yang diibaratkan “duri” bagi Barat di era Perang Dingin kala itu.

Kalimat kunci artikel tersebut berbunyi, “Tipu daya kotor (dirty tricks) Kantor Luar Negeri membantu penggulingan Presiden Soekarno pada 1966, disusul lebih dari setengah juta jiwa manusia disingkirkan.”

Pada awal buku tersebut diungkapkan, musim gugur 1965, Norman Reddaway (bintangnya Kantor Luar Negeri Inggris) mendapat briefing melakukan tugas rahasia.

Duta besar (Dubes) Inggris untuk Indonesia, Sir Andrew Gilchrist, setelah kembali ke London berdiskusi dengan Pemimpin Kantor Urusan Luar Negeri, Joe Garner, tentang operasi-operasi rahasia (covert actions). Itu guna menjatuhkan Soekarno yang membuat onar karena sikapnya yang independen serta menyulitkan. Operasi itu ternyata tidak berjalan dengan baik.

Garner dibujuk Dubes Gilchrist mengirimkan Reddaway, ahli propaganda di kantornya, ke Indonesia untuk melancarkan propaganda anti-Soekarno yang dilancarkan Kementerian Luar Negeri. Ini didukung Dinas Rahasia M16.
Garner memberikan uang 100.000 poundsterling kepada Reddaway. “Itu sebagai biaya melakukan segalanya yang bisa saya lakukan untuk menyingkirkan Soekarno,” kata Reddaway.

Menurutnya, penggulingan Soekarno merupakan satu kudeta yang paling berhasil dari Kantor Luar Negeri Inggris yang berhasil dirahasiakan hingga 1998 (Was one of the most successful coups,which they have kept a secret until now).

Intervensi Inggris di Indonesia dilakukan serentak dengan operasi-operasi CIA. Ini menunjukkan betapa jauh Kantor Luar Negeri Inggris melakukan campur tangan dalam urusan negara lain di era Perang Dingin.

Pada 1952, Amerika Serikat (AS) menilai pentingnya Indonesia secara ekonomi dan strategis. Jika Indonesia raib dari pengaruh Barat, negara-negara tetangganya bisa mengikuti, seperti Malaysia. Ini akan disusul raibnya sumber-sumber daya utama dunia, seperti karet alam, timah, minyak bumi, serta komoditas penting dan strategis lainnya.

Indikasi pertama akan adanya perhatian Inggris untuk menyingkirkan Presiden Soekarno muncul dalam memorandum CIA 1962. Di sana tercantum kesepakatan Perdana Menteri Inggris MacMillan dan Presiden AS John F Kennedy untuk menyingkirkan Soekarno, “Bergantung situasi dan peluang yang tersedia” (To liquidate President Sukarno, depending to the situation and available opportunities).

Baik film Soekarno yang belum saya tonton, maupun tulisan tersebut mengingatkan pengalaman pribadi 64 tahun lalu. Saat itu saya harus hengkang dari Solo ke Yogyakarta untuk meneruskan sekolah di SMP Negeri III. Ketika itu, penulis masih duduk di kelas 2.

Kota Solo masih diduduki Belanda dan semua sekolah ditutup sehingga orang tua khawatir penulis ketinggalan pelajaran sekolah.

Sebagai seorang pandu, bersama kawan-kawan seregu, dua di antaranya bernama Sugondo (putra Djody Gondokusumo) dan seorang lagi putra Wiryono Projodikoro (tidak ingat namanya), penulis, sedikitnya dua kali, sempat mengikuti causerie (ceramah) dari Bung Karno. Ketika itu, selaku Presiden, ia berdomisili di Yogyakarta yang berkedudukan sebagai ibu kota darurat.

Dengan ngelesot (duduk tanpa alas tikar) di ubin gedung Negara yang terletak “sepelemparan batu” dari Keraton Yogyakarta, penulis terpaku mendengarkan ceramah Bung Karno. Itu tidak pernah terlupa dari ingatan, terutama saat Bung Karno mengisahkan perintahnya kepada pasukan pengawalnya yang sebenarnya sudah siap tempur melawan penculikan atas dirinya yang dilakukan pasukan KNIL.

Bung Karno berpenglihatan tajam ke masa depan. Ia memilih “diciduk” pasukan KNIL yang berkulit sawo matang dan memerintahkan para pengawalnya “menyerah” tanpa perlawanan.

Inti utama dari perintahnya, Bung Karno tidak ingin membiarkan pengawalnya ada yang mati sia-sia. Biar Belanda menculiknya karena hal itu adalah pelanggaran hukum internasional. Bung Karno kemudian diterbangkan Belanda ke Pulau Bangka, lalu ke Pulau Samosir.

Niat Bung Karno sesungguhnya tidak semata mencegah jatuhnya korban jika pasukan pengawal melawan. Dengan membiarkan Belanda menculiknya, Bung Karno bermaksud mencolok mata dunia bahwa Belanda melanggar hukum internasional.

Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, secara internasional, Indonesia sah diakui PBB. Diplomasi paling gemilang yang dilakukan Bung Karno menghadapi Belanda ini kemudian bergulir ketika harus dilepaskannya Bung Karno dari penculikan. Ini disusul dibentuknya Komisi Tiga Negara.

Kerja Mustahil

Meringkas kisah kehidupan Soekarno dalam film Hanung Bramantyo yang berdurasi satu sampai dua jam adalah suatu kerja yang nyaris mustahil untuk menggambarkan secara utuh siapa Bung Karno dan apa yang telah dilakukannya untuk negeri dan bangsa ini. Ini bukan semata karena pendeknya durasi film, maupun segala keterbatasan yang ada pada sang pencipta film, sebutlah pemain, sutradara, penulis skenarionya.

Nyaris mustahil pula mendekati titik hampir sempurna Soekarno. Ini saking agung dan besarnya tokoh yang diangkat, Si Pengobar Revolusi Indonesia, yang menjadi satu titik puncak rangkaian revolusi umat manusia dalam perjalanan panjang. Itu dari tahap umat manusia masa pasca1965 di Jakarta saling mengeksploitasi, entah sampai kapan.

Kini pun, sesudah menamakan diri sebagai bangsa yang memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945, rasanya kita masih belum lolos dari “evolusi nyaris abadi”.

Kita belum mampu membebaskan diri dari penjajahan diri sendiri oleh nafsu yang manusiawi, yang berakar kepada ketidakmampuan mewujudkan makna kata “merdeka” dari kehendak yang sesungguhnya kodratis, meskipun kita mengatakan manusia adalah titah termulia yang berakal budi, yang selayaknya mampu menghayati kodratnya selaku manusia yang berbudi dan bernurani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar