“Penggulingan Soekarno merupakan
satu kudeta yang paling berhasil dirahasiakan hingga 1998.”
Film berjudul Soekarno akan diputar Desember ini. Itu
mengingatkan kita akan tulisan berjudul “How We Destroyed Soekarno” oleh wartawan, Paul Lashmar, dan
sejarawan, James Oliver, (keduanya berkebangsaan Inggris) yang dimuat dalam
surat kabar Inggris, The Independent
pada 1 Desember 1998.
Tulisan ini merupakan intisari buku mereka yang berjudul
Britain’s Secret Propaganda War
1948–77 yang diterbitkan Dutton pada 7 Desember 1998. Buku ini
mengungkap keberhasilan Inggris merontokkan Soekarno yang diibaratkan
“duri” bagi Barat di era Perang Dingin kala itu.
Kalimat kunci artikel tersebut berbunyi, “Tipu daya kotor (dirty tricks) Kantor
Luar Negeri membantu penggulingan Presiden Soekarno pada 1966, disusul
lebih dari setengah juta jiwa manusia disingkirkan.”
Pada awal buku tersebut diungkapkan, musim gugur 1965,
Norman Reddaway (bintangnya Kantor Luar Negeri Inggris) mendapat briefing
melakukan tugas rahasia.
Duta besar (Dubes) Inggris untuk Indonesia, Sir Andrew
Gilchrist, setelah kembali ke London berdiskusi dengan Pemimpin Kantor
Urusan Luar Negeri, Joe Garner, tentang operasi-operasi rahasia (covert actions). Itu guna
menjatuhkan Soekarno yang membuat onar karena sikapnya yang independen
serta menyulitkan. Operasi itu ternyata tidak berjalan dengan baik.
Garner dibujuk Dubes Gilchrist mengirimkan Reddaway,
ahli propaganda di kantornya, ke Indonesia untuk melancarkan propaganda
anti-Soekarno yang dilancarkan Kementerian Luar Negeri. Ini didukung Dinas
Rahasia M16.
Garner memberikan uang 100.000 poundsterling kepada
Reddaway. “Itu sebagai biaya melakukan
segalanya yang bisa saya lakukan untuk menyingkirkan Soekarno,” kata
Reddaway.
Menurutnya, penggulingan Soekarno merupakan satu kudeta
yang paling berhasil dari Kantor Luar Negeri Inggris yang berhasil
dirahasiakan hingga 1998 (Was one of
the most successful coups,which they have kept a secret until now).
Intervensi Inggris di Indonesia dilakukan serentak
dengan operasi-operasi CIA. Ini menunjukkan betapa jauh Kantor Luar Negeri
Inggris melakukan campur tangan dalam urusan negara lain di era Perang
Dingin.
Pada 1952, Amerika Serikat (AS) menilai pentingnya
Indonesia secara ekonomi dan strategis. Jika Indonesia raib dari pengaruh
Barat, negara-negara tetangganya bisa mengikuti, seperti Malaysia. Ini akan
disusul raibnya sumber-sumber daya utama dunia, seperti karet alam, timah,
minyak bumi, serta komoditas penting dan strategis lainnya.
Indikasi pertama akan adanya perhatian Inggris untuk
menyingkirkan Presiden Soekarno muncul dalam memorandum CIA 1962. Di sana
tercantum kesepakatan Perdana Menteri Inggris MacMillan dan Presiden AS
John F Kennedy untuk menyingkirkan Soekarno, “Bergantung situasi dan peluang yang tersedia” (To liquidate President Sukarno,
depending to the situation and available opportunities).
Baik film Soekarno yang belum saya tonton, maupun
tulisan tersebut mengingatkan pengalaman pribadi 64 tahun lalu. Saat itu
saya harus hengkang dari Solo ke Yogyakarta untuk meneruskan sekolah di SMP
Negeri III. Ketika itu, penulis masih duduk di kelas 2.
Kota Solo masih diduduki Belanda dan semua sekolah
ditutup sehingga orang tua khawatir penulis ketinggalan pelajaran sekolah.
Sebagai seorang pandu, bersama kawan-kawan seregu, dua
di antaranya bernama Sugondo (putra Djody Gondokusumo) dan seorang lagi
putra Wiryono Projodikoro (tidak ingat namanya), penulis, sedikitnya dua
kali, sempat mengikuti causerie
(ceramah) dari Bung Karno. Ketika itu, selaku Presiden, ia berdomisili di
Yogyakarta yang berkedudukan sebagai ibu kota darurat.
Dengan ngelesot
(duduk tanpa alas tikar) di ubin gedung Negara yang terletak “sepelemparan
batu” dari Keraton Yogyakarta, penulis terpaku mendengarkan ceramah Bung
Karno. Itu tidak pernah terlupa dari ingatan, terutama saat Bung Karno
mengisahkan perintahnya kepada pasukan pengawalnya yang sebenarnya sudah
siap tempur melawan penculikan atas dirinya yang dilakukan pasukan KNIL.
Bung Karno berpenglihatan tajam ke masa depan. Ia
memilih “diciduk” pasukan KNIL yang berkulit sawo matang dan memerintahkan
para pengawalnya “menyerah” tanpa perlawanan.
Inti utama dari perintahnya, Bung Karno tidak ingin
membiarkan pengawalnya ada yang mati sia-sia. Biar Belanda menculiknya
karena hal itu adalah pelanggaran hukum internasional. Bung Karno kemudian
diterbangkan Belanda ke Pulau Bangka, lalu ke Pulau Samosir.
Niat Bung Karno sesungguhnya tidak semata mencegah
jatuhnya korban jika pasukan pengawal melawan. Dengan membiarkan Belanda
menculiknya, Bung Karno bermaksud mencolok mata dunia bahwa Belanda
melanggar hukum internasional.
Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, secara internasional,
Indonesia sah diakui PBB. Diplomasi paling gemilang yang dilakukan Bung
Karno menghadapi Belanda ini kemudian bergulir ketika harus dilepaskannya
Bung Karno dari penculikan. Ini disusul dibentuknya Komisi Tiga Negara.
Kerja Mustahil
Meringkas kisah kehidupan Soekarno dalam film Hanung
Bramantyo yang berdurasi satu sampai dua jam adalah suatu kerja yang nyaris
mustahil untuk menggambarkan secara utuh siapa Bung Karno dan apa yang
telah dilakukannya untuk negeri dan bangsa ini. Ini bukan semata karena
pendeknya durasi film, maupun segala keterbatasan yang ada pada sang
pencipta film, sebutlah pemain, sutradara, penulis skenarionya.
Nyaris mustahil pula mendekati titik hampir sempurna
Soekarno. Ini saking agung dan besarnya tokoh yang diangkat, Si Pengobar
Revolusi Indonesia, yang menjadi satu titik puncak rangkaian revolusi umat
manusia dalam perjalanan panjang. Itu dari tahap umat manusia masa
pasca1965 di Jakarta saling mengeksploitasi, entah sampai kapan.
Kini pun, sesudah menamakan diri sebagai bangsa yang memerdekakan
diri pada 17 Agustus 1945, rasanya kita masih belum lolos dari “evolusi
nyaris abadi”.
Kita belum mampu membebaskan diri dari penjajahan diri
sendiri oleh nafsu yang manusiawi, yang berakar kepada ketidakmampuan
mewujudkan makna kata “merdeka” dari kehendak yang sesungguhnya kodratis,
meskipun kita mengatakan manusia adalah titah termulia yang berakal budi,
yang selayaknya mampu menghayati kodratnya selaku manusia yang berbudi dan
bernurani. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar