Jumat, 20 Desember 2013

Membaca Kecemasan Bupati Landak

Membaca Kecemasan Bupati Landak
Taufik Akbar  ;    Peneliti senior The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi atau JPIP
JAWA POS,  20 Desember 2013
  


MENARIK, tapi ironis. Sorotan terus-menerus Kemendagri tentang keadaan negatif di daerah bisa menempatkan kepala daerah seperti organisme di bawah mikroskop. Setidaknya inilah yang dicurhatkan Bupati Landak Adrianus Asia Sidot. Pemimpin kabupaten di Kalimantan Barat (bukan Kalteng seperti tertulis di halaman 2 kemarin) merasa pusat mencari-cari kesalahan daerah.

Bupati yang dikenal progresif ini juga heran, mengapa prestasi-prestasi di daerah tidak banyak diungkapkan Kemendagri. Yang selalu didengar adalah publikasi berapa kepala daerah yang bermasalah dan seputar pilkada yang ribut. Tentu saja ini menimbulkan kecemasan. Kondisi itu jelas tidak baik bagi kepala daerah yang mesti sigap mengambil keputusan sehari-hari. 

Curhat itu dilakukan dalam seminar menjelang Otonomi Awards (OA) Pontianak Post Institute of Pro-Otonomi (PPIP) pertama Kalbar (14/12). Reaksi Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Eko Prasojo bisa jadi merupakan penanda baru bagi reformasi birokrasi. Seperti disebut dalam berita kemarin, RUU Administrasi Pemerintahan dimasukkan perlindungan kepada para pejabat pemerintahan yang mengambil keputusan. Asasnya, setiap pengambilan keputusan dianggap benar (asas presumtio iustae causa atau asas rechtmatig).

Asas ini penting agar menjamin setiap keputusan pejabat negara dipatuhi. Apabila semua keputusan dipertanyakan, tentu pemerintahan tak jalan. Logis juga bila ada yang menyebut dalam pengambilan keputusan adalah menyalahgunakan wewenang, harus ada yang diberi otoritas menimbangnya. Dalam hal ini yang dipilih Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena ini menjadi wilayah hukum administrasi. 

Asumsinya, bila ada gubernur, bupati, wali kota atau pejabat administrasi negara lain, dicurigai menyalahgunakan kewenangan (terkait perkara korupsi, misalnya), penyidik (jaksa atau polisi) wajib menimbang lebih dulu ke PTUN. Hakim PTUN yang akan menentukan benar tidaknya penyalahgunaan wewenang tersebut. 

Ini persis dengan langkah BPK atau BPKP yang dimintai "fatwa" tentang terjadi tidaknya kerugian negara dalam kasus korupsi. Atau, polisi membawa ke dokter yang berwenang untuk mendapat visum et repertum dalam kasus penganiayaan, misalnya. Atau organisasi profesi, seperti dokter atau notaris, meminta majelis kehormatan memeriksa lebih dulu duduk perkaranya. Intinya, serahkan penilaian pada ahlinya. 

Tentu saja, penentuan "penyalahgunaan wewenang" lewat PTUN ini bisa membuat lebih tenang bupati Landak atau ratusan kepala daerah lain. Mereka tak bisa dituduh korupsi dengan alasan menyalahgunakan kewenangan. Apalagi, sekadar demi memenuni target aparat hukum sebagai citra unjuk kinerja. 

Ini akan melemahkan pemberantasan korupsi? Tidak, karena pemberantasan korupsi nanti lebih substansial, yakni yang benar-benar mengandung kerakusan dan kebusukan merusak (asal kata corrumpere). Korupsi yang diusut tak sekadar dikorek-korek dari kesalahan administrasi, tetapi dari niat jahat (malice intention) yang terbukti. 

Menggarisbawahi Prestasi 

RUU Administrasi Pemerintahan juga cenderung memberikan sanksi berupa penggantian kerugian negara bila terjadi kesalahan administratif dalam pengambilan keputusan. Jadi, tak harus pelakunya masuk penjara. Yang penting, kerugian negara kembali. 

Selain perlakuan yang lebih fair kepada pejabat pengambil keputusan, prestasi-prestasi mereka juga harus terus disemaikan dan didiseminasikan. Sangat baik bila Kemen PAN dan RB membuat sentra informasi tentang best practices di daerah. JPIP sejak 12 tahun lalu sudah meneliti dan menemukan ratusan best practices itu.

Sangat banyak inovasi kepala daerah dan jajarannya untuk melayani rakyat lebih baik di berbagai bidang ditemukan di wilayah yang sudah digarap JPIP dan grup. Yakni, di Jatim, Kaltim, Sulsel, Kalsel, dan Kalbar. Pada 14 Desember lalu diadakan pemberian Otonomi Awards pertama untuk Kalimantan Barat. Penelitian lain kami di wilayah di luar itu sangat banyak menemukan kegairahan daerah dalam berbuat di tengah keterbatasan. 

Memberi garis bawah pada prestasi daerah merupakan upaya menjaga agar otonomi daerah tetap bersemangat di tengah kampanye negatif, termasuk dari Kemendagri. Saya turut mendampingi proses meneliti prestasi daerah di Kalbar, sangat menggairahkan. Bupati Landak Adrianus Asia Sidot termasuk yang meraih OA Kalbar di bidang layanan publik bidang kesehatan (silver award). 

Selain itu, ekonomi lokal bidang pertumbuhan diraih Kabupaten Sanggau, pemerataan dimenangi Kabupaten Kubu Raya, dan pemberdayaan direbut Kabupaten Sambas (gold award). 

Award layanan administrasi menjadi milik Kabupaten Bengkayang dan layanan pendidikan ditempati Kabupaten Kayong Utara (gold award). Untuk performa politik lokal bidang partisipasi publik diraih Kabupaten Sintang dan akuntabilitas diterima Kota Pontianak (gold award). Untuk kategori unik diberikan kepada Kabupaten Ketapang. Masing-masing mendapat silver Otonomi Award kecuali yang disebut mendapat gold award juga mendapat silver award. 

Prestasi daerah, dengan tolok ukur yang jelas dan akuntabel, perlu ditonjolkan. Ini untuk Indonesia yang lebih maju, bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar